Semenjak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, banyak surat edaran (SE) yang dikeluarkan. Baik oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota. Bagaimana kualitasnya?
"Surat edaran yang telah dibuat dengan nomenklatur penanganan pandemi COVID-19 sebanyak 193 surat," kata peneliti Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Univeritas Jember, Nando Yusella Mardika, kepada wartawan, Kamis (16/5/2020).
Dari total jumlah itu, 60 SE dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan 65 SE oleh pemerintah provinsi dan 68 SE oleh pemerintah kabupaten/kota.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang tidak sesuai dengan bentuk formil sebanyak 120 SE," kata Nando.
Sebanyak 120 SE itu menyalahi secara formil. Seperti perbedaan penomoran, tata letak lambang negara dan tanggal surat. Hal itu sudah diatur secara ketat oleh Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Nomor 80 Tahun 2012 dan Peraturan Kepala Arsip Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014.
"Dari 193 SE itu, secara materi muatan, sebanyak 123 SE seharusnya menjadi Peraturan," tutur Nando.
Sebab, secara formil SE tunduk pada kaidah tata naskah dinas. Sehingga substansi SE seharusnya berisi tentang pemberitahuan tentang hal tertentu yang penting dan mendesak. Nando mencontohkan SE Wali Kota Banjarmasin soal pemberian THR di masa pandemi COVID-19.
"SE THR cukup diubah Peraturan Menterinya, bukan mengeluarkan SE yang normanya mengikat umum. SE ini juga sudah ada Peraturan Wali Kota Banjarmasin Nomor 37 Tahun 2020 tentang PSBB di Kota Banjarmasin," cetus Nando.
Secara hukum, SE juga bisa digugat ke Mahkamah Agung (MA). Pihak yang keberatan bisa mengajukan judicial review lewat mekanisme yang ada. Materi yang disampaikan Nando juga disampaikan dalam webinar 'Keberadaan Surat Edaran sebagai Produk Hukum dalam Penanggulangan Covid-19' yang digelar oleh FH Universitas Jember pada Rabu (15/5) kemarin sore.
"Dikarenakan sifatnya informatif, maka SE tidak boleh mengatur hal-hal yang melampaui kewenangan dan bertentangan dengan peraturan perundangan," pungkas Nando.
(asp/elz)