Para ilmuwan mengamati mutasi pada materi genetik virus penyebab Covid-19 untuk menjabarkan penyebaran dan asal-usulnya. Data dari Indonesia masih sangat minim.
Sembilan sekuens materi genetik, atau genom, utuh virus SARS CoV-2 dari Indonesia telah diunggah ke pusat data Global Initiative for Sharing All Influenza Data (GISAID) tujuh sekuens dikirim Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, sedangkan dua lagi dikirim Lembaga Penyakit Tropis Universitas Airlangga (Unair).
Sejak bulan Maret, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) juga telah mengirimkan enam sekuens parsial ke GISAID.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilihat dari sekuens genomnya, virus korona yang terdapat di berbagai negara ternyata tidak sama persis dengan di China, tempat asal virus tersebut. Sepanjang perjalanan, mereka telah bermutasi menjadi galur atau strain baru.
- Enam sudah diuji coba pada manusia, namun tantangannya ada pada produksi massal
- Tips terlindung dari Covid-19 dan mencegah penyebaran sesuai petunjuk WHO
- Kapan vaksin virus corona bisa diberikan kepada masyarakat Indonesia?
Melacak perjalanan virus
Profesor Amin Soebandrio, direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, mengatakan bahwa dengan menjabarkan sekuens genom virus dari Indonesia dan mengunggahnya ke pusat data seperti GISAID, para peneliti bisa membandingkannya dengan ribuan sekuens lain untuk menentukan hubungan kekerabatan yang ditampilkan dalam bentuk pohon filogenetik.
Informasi itu kemudian digunakan untuk menelusuri perjalanan virus serta melacak asal usulnya.
"Kita bisa melihat secara internasional itu, virus yang ada di Indonesia berasal dari mana," kata Prof. Amin kepada BBC News Indonesia.
Misalnya, menurut Nextstrain, yang menganalisis data dari GISAID, galur yang diberi kode JKT-EIJK01 sempat singgah di Amerika Serikat sebelum tiba di Indonesia. Sementara galur EJ-ITD3590NT telah berjalan dari China ke Jerman, Inggris, Amerika Serikat, Arab Saudi, hingga akhirnya sampai ke Indonesia.
Analisis ini bakal semakin akurat dengan semakin banyak data sekuens yang masuk. Hingga Selasa (12/05), sudah ada lebih dari 18.000 data sekuens di GISAID dari berbagai negara.
Lebih lanjut Prof. Amin menjelaskan bahwa selain melacak perjalanan virus antarnegara, data sekuens juga bisa digunakan untuk menganalisis pergerakannya di dalam negeri. Misalnya, melihat apakah virus yang ditemukan di Manado sama dengan virus di Jakarta.
Penelusuran kontak atau contact tracing selama ini dilakukan berdasarkan riwayat kontak pergerakan orang. Hasil penelusuran itu bisa dikonfirmasi dengan data molekuler, kata Prof. Amin, yang termasuk dalam tim pakar Gugus Tugas Covid-19.
"Namanya epidemiologi molekuler, di mana kita akan mengetahui apakah satu orang dengan orang lainnya yang diduga kontak itu virusnya sama.
"Kalau dicurigai, misalnya, si B itu positif setelah kontak dengan si A, itu kan baru berasal dari riwayat kontak manusianya. Tapi kita bisa mengkonfirmasi itu dengan melihat virusnya. Jadi kalau virusnya sama ya itu hipotesisnya benar," ia menjelaskan.
Pakar virologi dari Surya University, Sidrotun Naim, mengatakan bahwa dari sekuens genom para ilmuwan juga bisa memastikan waktu masuknya virus ke Indonesia.
Berdasarkan analisis di Nextstrain, ada dua sekuens genom virus Indonesia yang diperkirakan leluhurnya sudah ada di Indonesia sejak setidaknya tanggal 12 Januari JKT-EIJK0141 dan EJ-ITD853Sp.
Namun Sidrotun menekankan bahwa analisis ini bisa berubah seiring bertambahnya data.
"Jadi nanti semakin akurat, pembandingnya semakin banyak, mungkin bisa ketarik sedikit, tapi ya mungkin itu perkiraan yang tidak terlalu meleset karena di China sendiri dari Desember sudah ada sebenarnya meskipun baru dilaporkan bulan Januari," ujar Sidrotun kepada BBC News Indonesia.
Ia menambahkan, jumlah sekuens dari Indonesia masih sangat sedikit. Dari 15 data yang dikirim ke GISAID, hanya sembilan yang digunakan dalam analisis karena berupa sekuens genom utuh.
Menurut Sidrotun, Indonesia membutuhkan sedikitnya 100 sekuens untuk mengambil kesimpulan yang akurat.
Bagaimana virus korona bermutasi?
Virus bisa mengalami mutasi setiap kali bereplikasi. Mutasi terjadi secara acak, dan bisa menyebabkan perubahan pada asam amino, yang merupakan komponen penyusun protein.
Misalnya, galur dari Indonesia yang diberi kode JKT-EIJK2444 mengalami mutasi asam amino pada protein S atau spike, yaitu bagian yang digunakan virus untuk menempel pada sel manusia, dari Threoinin menjadi Isoleusin.
Sedangkan galur lain, EJ-ITD3590NT, yang diunggah oleh para peneliti di Unair, mengalami lima mutasi asam amino pada protein Open Reading Frame (ORF) dan satu mutasi pada protein S.
Maka dari itu, mutasi mengakibatkan perubahan pada sifat virus. Dalam seleksi alam, virus dengan sifat yang sesuai dengan lingkungannya akan bertahan hidup.
"Mutasi itu bisa menjadi bagus, bisa menjadi jelek (bagi virus)," kata Prof. Amin Soebandrio dari Eijkman.
Namun demikian, karena keterbatasan data, para peneliti belum bisa mengaitkan mutasi itu dengan perubahan sifat virus seperti kecepatan penularan atau gejala klinis.
"Kita baru sampai melihat kekerabatannya dengan virus-virus lain di luar negeri," imbuhnya.
Memonitor mutasi pada virus penting untuk pengembangan vaksin. (Getty Images)
Para peneliti di luar negeri telah mengidentifikasi ratusan mutasi virus penyebab Covid-19.
Satu penelitian di Italia mengatakan SARS-CoV-2 memiliki laju mutasi yang rendah, dan membagi virus ke dalam kategori S, G, dan V berdasarkan mutasinya. Penelitian tersebut belum melalui proses telaah sejawat (peer review) dan belum secara resmi diterbitkan.
Pekan lalu, Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa berdasarkan data yang ada, SARS CoV-2 di Indonesia tidak termasuk dalam tiga kategori tersebut.
Riset pendahuluan lainnya di Amerika Serikat menyatakan salah satu mutasi - D614G - menjadi dominan dan bisa membuat virus menjadi lebih menular.
Para peneliti dari Los Alamos National Laboratory di New Mexico mengolah data dari GISAID dan menemukan perubahan pada protein spike virus. Mereka mencatat tampaknya ada sesuatu terkait mutasi yang membuat virus ini tumbuh lebih cepat. Namun konsekuensinya belum jelas.
Tim riset ini menganalisis data virus corona dari para pasien di Sheffield, Inggris. Meskipun para peneliti mendapati bahwa pasien yang terinfeksi virus dengan mutasi itu memiliki jumlah virus yang lebih banyak dalam sampelnya, mereka tidak menemukan bukti bahwa sakit mereka jadi lebih parah, atau mereka jadi harus tinggal di rumah sakit jadi lebih lama.
Studi dari University College London mengidentifikasi 198 mutasi berulang pada virus corona.
Salah satu anggota tim peneliti, Profesor Francois Balloux, mengatakan: "Mutasi itu sendiri bukan hal yang buruk dan tidak ada hal apapun yang bisa membuat kita menyimpulkan bahwa SARS-CoV-2 ini bermutasi lebih cepat atau lebih lambat daripada perkiraan kita.
"Hingga saat ini, kita tak bisa mengatakan apakah SARS-CoV-2 jadi lebih berbahaya atau jadi lebih mudah menular."
Penelitian dari University of Glasgow, yang juga menganalisis mutasi virus ini, mengatakan perubahan-perubahan ini tidak membentuk galur virus baru. Mereka menyimpulkan bahwa hanya satu tipe saja virus yang beredar sekarang ini.
Pengembangan diagnostik dan vaksin
Memonitor mutasi pada virus penting untuk pengembangan vaksin.
Misalnya pada virus flu, mutasi terjadi dengan cepat sehingga vaksin harus disesuaikan setiap tahun untuk menghadapi galur baru yang beredar.
Banyak vaksin Covid-19 yang sedang dalam pengembangan saat ini menyasar protein spike pada virus. Idenya ialah membuat tubuh kita mengenali protein itu dan membantunya melawan virus secara keseluruhan.
Namun apabila protein itu berubah, maka vaksin yang dikembangkan dengan cara ini menjadi tidak efektif.
Prof. Amin Soebandrio mengatakan: "Kalau kita mengetahui persis identitas virus yang beredar di Indonesia maka kita bisa membuat diagnostik dan vaksin yang spesifik."
Laporan tambahan oleh Rachel Schraer, reporter kesehatan BBC News.
(ita/ita)