Sebagaimana diketahui, pemerintah mulanya lega dengan kondisi kurva melandai ini. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengutarakan rasa syukurnya bahwa kenaikan ekstrem kasus COVID-19 tak terjadi di Indonesia. Dia melihat kurva kasus baru Corona cenderung mengalami tren penurunan dari hari ke hari.
"Keadaan peta COVID-19 per 7 Mei ada kecenderungan angka kasus yang terjadi di Indonesia mengalami penurunan walaupun tidak terlalu drastis," kata Muhadjir dalam konferensi video lewat saluran YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (8/5/2020).
Dia mengatakan bahwa angka kasus Corona per hari di Indonesia relatif rendah. Kurva tertinggi kasus Corona tiap harinya tak pernah melewati angka 500 kasus. Sementara angka pasien yang sembuh dari Corona semakin meningkat.
Namun, tercatat pada tanggal 9 Mei, ternyata kurva kasus baru melonjak menembus batas perkiraan tertinggi Muhadjir, yakni 500 kasus baru. Sebagaimana terlihat di situs Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, kurva menyentuh angka 533 kasus baru. Sehari setelahnya, kurva turun menjadi 387 kasus baru.
Sementara itu, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto (Yuri) melihat, kurva kasus Corona ini fluktuatif alias naik-turun.
"Kita melihat dalam kecenderungan data yang kita dapatkan pada satu minggu terakhir nampak adanya fluktuasi. Di beberapa daerah, ada kecenderungan yang konsisten meningkat semakin sedikit, namun di beberapa daerah ada juga yang tidak konsisten," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto (Yuri), dalam siaran langsung via kanal YouTube BNPB Indonesia, Minggu (10/5).
Fluktuasi ini membuat kesimpulan susah untuk ditarik. Untuk saat ini, masih sulit untuk mengatakan tren kasus Corona di Indonesia mengalami penurunan atau bakal mengalami lonjakan tajam. Penyebaran virus Corona semakin sulit diprediksi.
"Di beberapa daerah juga belum terbentuk pola grafik konsisten yang susah kita tebak dari hari ke harinya," kata Yuri. "Beberapa hari kita melihat penambahan jumlah kasus tidak banyak, tapi di beberapa hari terakhir terjadi penambahan yang cukup signifikan.
Menanggapi pemakaian istilah 'kurva melandai' ini, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mencoba menjelaskannya secara utuh. Kurva tak boleh dilihat hanya dari ukuran hari per hari saja.
"Jadi sebenarnya yang dimaksud dengan kurva melandai ini adalah tren yang harusnya kita lihatnya tidak boleh hanya harian, tetapi mingguan," kata Ketua Tim Pakar Gugus Tugas, Wiku Adisasmito, dalam keterangannya kepada wartawan lewat akun YouTube Sekretariat Kabinet RI, Senin (11/5/2020).
Profesor dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) ini mengatakan tren perkembangan penyebaran virus Corona bisa dilihat dari kurva. Kurva itu sendiri tergambar dari data-data mengenai laju pertambahan kasus baru COVID-19 per hari atau per pekan. Namun untuk melihat apakah COVID-19 sudah melandai atau belum, dinilai dari hari per hari saja belum cukup.
"Apabila tren mingguannya makin lama makin menurun, tidak harus banyak, tetapi menurun terus, itulah yang disebut melandai," jelas Wiku.
Wiku membuka situs data dari Gugus Tugas, tampilannya serupa dengan situs covid19.go.id, namun ternyata agak berbeda. Ada menu yang tidak ditemukan di situs covid19.go.id. Situs yang dibuka Wiku beralamat di covid19.granddatum.com. Perlu akun khusus untuk mengakses data dari situs itu. Dia menjelaskan, sempat terjadi peningkatan kurva di bulan April.
"Dilihat dari kasus mingguan dari 10 provinsi terbanyak di Indonesia. Memang sempat di bulan April meningkat, ada titik tertentu di sebelah tengah di atasnya April di sini terlihat total kasusnya 1.900 (1.902 pada 13 April) dan kontribusinya pada tiap provinsi berapa ada di sini. Memang DKI yang kontribusi paling besar," kata dia sambil menampilkan kurva.
Kurvanya tidak melandai, konteks laju penambahannya yang menurun. Otomatis jumlah kumulatifnya akan menjadi stagnan dan landai. Bila kurva penambahan kasusnya (kasus baru harian, mingguan, atau bulanan) menurun, jumlah total kasus positif COVID-19 juga bakal stagnan karena tidak ada tambahan angka baru lagi.
Wiku lantas membuka kurva khusus untuk DKI Jakarta sebagai contoh. Di Ibu Kota, kurva terpantau naik pada 13 April dan turun pada 4 Mei. Naik atau turunnya kurva juga dipengaruhi faktor jumlah tes.
"Bisa saja naiknya karena testing-nya yang makin banyak. Maka dari itu melihat tren ini harus tidak boleh hanya harian, tetapi beberapa minggu," ujar dia.
Dia lantas membuka contoh dari daerah lain, yakni Jawa Barat, kurvanya menurun dengan bagus, namun naik lagi pada pekan lalu. Pada intinya, membaca landainya laju kurva Corona bukan per hari, namun per pekan. Membaca kurva Corona untuk menarik kesimpulan, apakah melandai atau tidak, juga perlu dicermati sampai tingkat daerah, bukan hanya tingkat nasional.
"Inilah yang harusnya menjadi alat navigasi. Satu data ini penting sekali untuk menunjukkan trennya. Nanti apabila terjadi beberapa aktivitas ekonomi dibuka, dasarnya harusnya melihat dari per daerah, bukan hanya nasional," tutur Wiku.