Adakah Efek PSBB?
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom Kang Hasan

Adakah Efek PSBB?

Senin, 11 Mei 2020 11:20 WIB
Hasanudin Abdurakhman
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
kang hasan
Hasanudin Abdurakhman (Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta - Sudah sebulan berlalu sejak DKI Jakarta menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Daerah lain, khususnya yang angka pertumbuhan jumlah pasien positif tertular virus Covid-19 kemudian mengikuti langkah itu. Ada perubahan dramatis pada pola pergerakan manusia setelah diterapkan PSBB. Namun ada juga banyak indikasi bahwa PSBB tidak sepenuhnya berjalan sebagaimana yang diatur. Lalu bagaimana hasilnya?

PSBB dimaksudkan untuk memperlambat laju pertumbuhan jumlah pasien terinfeksi. Sebagaimana kita ketahui, virus Covid-19 ini menular melalui kontak antarmanusia. Bila kontak antarmanusia tidak dibatasi pertumbuhannya akan bersifat eksponensial, meningkat dengan sangat cepat. Itulah yang terjadi di Amerika Serikat dan berbagai negara Eropa. Dengan pembatasan, kontak antarmanusia diminimalkan, sehingga potensi penularan juga minimal.

Idealnya yang dilakukan adalah lockdown, artinya suatu wilayah diisolasi total, sehingga sama sekali tak ada arus manusia keluar dan masuk dari/ke wilayah itu. Sementara itu orang-orang yang sudah positif tertular diisolasi lebih lanjut, diobati sampai sembuh. Itulah yang dilakukan China. Dalam waktu sekitar dua bulan pandemi bisa dihentikan.

Kita tak sanggup melakukan hal itu, baik dari segi kesiapan finansial, logistik, organisasi, maupun perilaku orang. Karena itu lockdown tidak dilakukan. Artinya kita memilih untuk tidak secara dramatis menghentikan pandemi, tapi secara perlahan memperlambat laju pertumbuhannya.

Bagaimana hasilnya? Pertumbuhan jumlah pasien baru di DKI Jakarta pada akhir Maret ada di kisaran 50 orang per hari. Pertumbuhannya meningkat sampai ke angka 150 orang per hari pada pertengahan April, kemudian cenderung turun menjadi di bawah 100 orang per hari sejak 26 April.

Adapun kurva pertumbuhan jumlah pasien secara nasional terus naik, dari sekitar 100 orang per hari di akhir Maret menjadi sekitar 350 orang per hari saat ini. Kurva jumlah pasien secara nasional tadinya didominasi oleh jumlah pasien di DKI, tapi kemudian pertumbuhan pasien melambat di DKI, sedangkan di luar DKI jumlahnya terus meningkat. Apakah ini akibat banyaknya pergerakan manusia dari DKI ke daerah lain setelah pemberlakuan PSBB? Faktor itu ada. Tapi secara keseluruhan di berbagai daerah memang sedang terjadi peningkatan pertumbuhan jumlah pasien.

Bagaimana kita menilai hasil ini? Untuk bisa menilainya kita memerlukan standar atau pembanding. Ada berbagai cara untuk memilih standar atau pembanding ini. Satu di antaranya adalah dengan menggunakan model matematika. Model matematika disusun berdasarkan kecenderungan yang terjadi pada berbagai kasus pandemi yang pernah ada dalam sejarah, kemudian dirumuskan dalam persamaan matematika, dengan memakai sejumlah parameter. Data aktual dibandingkan dengan data simulasi berdasarkan model matematis tadi.

Seorang kenalan saya membuat perbandingan antara simulasi dengan data aktual berdasarkan Early Phase of Outbreak Phenomenological Model sejak saat diumumkannya pasien pertama di Indonesia. Hasil perbandingan itu, kurva jumlah pasien di Indonesia cocok dengan suatu model dengan seperangkat parameter, hingga sekitar tanggal 27 April. Setelah 27 April terjadi sedikit pelandaian kurva. Kalau tidak ada pelandaian tadi, berdasarkan simulasi mengikuti tren pertumbuhan awal jumlah pasien di Indonesia saat ini "seharusnya" sudah sekitar 19.000 orang. Namun sebagaimana kita ketahui saat ini angkanya adalah 14.032 orang.

Pelandaian kurva tadi memang disumbangkan dari pelandaian kurva di DKI. Hampir pada saat yang sama di DKI terjadi pelandaian yang lebih kuat. Kalau pertumbuhan jumlah pasien mengikuti tren awal, saat ini "seharusnya" sudah ada 10.000 pasien positif tertular di DKI. Saat ini angka aktualnya adalah 5.190 orang.

Bila tren ini terjaga, menurut simulasi tadi, diperkirakan dalam waktu 30 hari lagi kurva jumlah pasien di DKI akan mendatar, artinya tidak banyak lagi penambahan pasien baru. Jumlah pasien di DKI diperkirakan akan berhenti di angka 7.000 orang, atau bahkan bisa ditekan hingga 6.000 orang. Adapun secara nasional masih agak sulit untuk meramalkan trennya.

Hasil ini tidak mengherankan, karena DKI Jakarta sejauh ini memang paling intensif menjalankan PSBB. Hanya saja perlu diingat bahwa perkiraan di atas bukan terjadi begitu saja. Kurvanya bisa berubah setiap saat. Kurva data aktual itu cerminan dari apa yang terjadi di lapangan. Kalau kita aktif menjaga jarak dan tetap tinggal di rumah, kurvanya akan melandai. Tapi kalau kemudian kita lengah dan melonggarkan sikap kita, kurvanya akan berbelok naik kembali. Itulah yang terjadi di Tokyo. Dengan model yang sama yang dibuat oleh teman saya tadi, terlihat bahwa di Tokyo suatu saat kurvanya pernah agak melandai, kemudian naik kembali.

Kabar gembiranya, meski ada berbagai kekacauan dan inkonsistensi kebijakan, secara umum langkah yang diambil oleh pemerintah pusat maupun Pemda DKI Jakarta telah menunjukkan hasil positif. Jakarta bisa jadi model sekaligus motivasi bagi daerah lain untuk mencapai hasil yang sama.

Satu hal lagi yang sangat penting, semua analisis di atas berpijak pada asumsi bahwa data yang diumumkan akurat menggambarkan situasi di lapangan. Bila datanya tidak akurat, maka kita tidak bisa berkata apapun terhadap situasi ini.

Dengan asumsi bahwa data di atas akurat, kita bisa menghibur diri bahwa untuk orang-orang di Jakarta, dan juga mungkin di sekitarnya, keadaan ini mungkin akan berakhir satu sampai satu-setengah bulan lagi. Sedangkan orang-orang di daerah lain mungkin harus bersabar antara dua sampai tiga bulan lagi. Selama itulah kita semua harus bersabar dan berdisiplin. Kalau tidak, mungkin akan molor menjadi tiga, empat, atau bahkan enam bulan lagi. Semua tergantung pada kita.

(mmu/mmu)

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads