Ada persamaan gejala yang dialami tiga anak buak kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI) yang meninggal dunia dan akhirnya dilarung ke laut. Mereka sama-sama mengalami bengkak-bengkak di tubuh saat sakit di tempat mereka bekerja, kapal pencari ikan berbendera China, Long Xing 629.
"Pada Desember 2019, dua orang ABK bernama Sepri dan Alfatah meninggal disebabkan oleh penyakit misterius yang memiliki ciri-ciri sama, yakni badan membengkak, sakit pada bagian dada, dan sesak napas," kata kuasa hukum 14 ABK WNI yang selamat, Dalimunthe & Tampubolon (DNT) Lawyers, lewat keterangan pers tertulis yang diterima detikcom, Minggu (10/5/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka bekerja di kapal Long Xing 629, beroperasi sejak 15 Februari 2019. Kapal ini beroperasi di perairan Samoa, tepatnya di wilayah RFMO Western and Central Pacific Fisheries Commission, selama lebih dari 13 bulan. Kapal terus berada di tengah laut tanpa pernah bersandar di daratan atau pulau. Dalam kondisi di tengah samudera itu, Sepri dan Alfatah terus menderita sakit misterius.
"Selama sakit, kapten kapal hanya memberikan obat-obat yang tidak dapat dipahami ABK Indonesia karena tertulis dalam bahasa China, juga diduga telah kadaluarsa. Kapten juga menolak permintaan para ABK Indonesia untuk membawa temannya yang sakit ke rumah sakit di Samoa," kata DNT Lawyers.
Sepri meninggal pada 21 Desember 2019 di kapal Long Xing 629. Jenazahnya dilarung pada hari itu juga. Alfatah meninggal pada 27 Desember 2019 setelah dipindahkan dari kapal Long Xing 629 ke kapal Long Xing 802 saat masa kritis. Jenazah Alfatah dilarung ke laut pada hari yang sama.
"Sepri dan Alfatah mengalami sakit selama 45 hari sebelum meninggal," kata DNT Lawyers.