Jakarta -
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan pandemi global Corona berdampak pada kehidupan keagamaan. Maka itu, dia menyebut ulama di seluruh negara sedang melakukan telaah ulang terkait panduan beribadah di tengah pandemi.
"Para ulama di hampir semua negara, terutama yang berpenduduk muslim, melakukan telaah ulang (I'adatu an-nadhar) terhadap pandangan keagamaannya, karena sudah tidak sesuai dan tidak relevan dengan kondisi pandemi yang ada. Mereka melakukan ijtihad untuk menetapkan fatwa baru yang lebih relevan dengan kondisi pandemi," ujar Ma'ruf dalam sambutan secara virtual di acara Simposium Ekonomi Islam, Sabtu (9/5/2020).
"Fatwa baru tersebut menjadi panduan umat Islam di negara masing-masing bagaimana melaksanakan ibadah di tengah pendemi covid-19, baik untuk tenaga medis, para penderita, ataupun umat Islam pada umumnya, tentang tata cara pemulasaran jenazah (tajhiz al-janaiz) pasien positif covid-19 yang sesuai protocol kesehatan, dan fatwa terkait instrument ekonomi yang dapat digunakan sebagai mitigasi dampak pandemic covid-19," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Ma'ruf menjelaskan, dalam menjalankan ibadah dalam kondisi yang tidak normal bisa dilakukan dengan menyesuaikan situasi yang ada. Ma'ruf mengatakan, dalam hukum Islam memiliki fleksibilitas dalam pelaksanaannya sehingga bisa menyesuaikan dengan kondisi yang ada.
"Fleksibilitas hukum Islam (murunatu al-fiqh al-Islamy) tersebut menjadi ruh fatwa para ulama di masa pandemic covid-19 ini. Pada dasarnya hal itu sejalan dengan tujuan utama diturunkannya syariah (maqashid as-syariah). Ada tingkatan (maratib) penerapan maqashidu as-syariah sebagai landasan penetapan suatu fatwa. Kondisi pandemi covid-19 yang terjadi saat ini menjadikan hifdzu an-nafsi (menjaga keselamatan jiwa) menjadi pertimbangan paling utama dalam penetapan fatwa, karena tidak ada alternatif penggantinya. Sedangkan hifdzu ad-din (menjaga keberlangsungan agama) menjadi urutan berikutnya, karena ada alternatifnya, yaitu penerapan rukhshah. Dan kemudian baru mempertimbangkan tiga maqashid syariah lainnya, yakni hifdzu al-mal, hifdzu al-'aql, dan hifdzu an-nasl/al-'irdhi," jelas Ma'ruf.
Khusus di Indonesia, sambung Ma'ruf, pemerintah mengedepankan soal menjaga keselamatan jiwa dalam menetapkan kebijakan tanggap darurat mengatasi Corona. Ma'ruf lantas menjabarkan upaya-upaya apa saja yang sudah dilakukan RI menangani virus menular ini.
"Caranya dengan memberlakukan pembatasan pergerakan masyarakat melalui kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), penerapan social distancing, melarang terjadinya kerumunan masyarakat, dan mengurangi segala bentuk kegiatan yang dapat berpotensi menularkan covid-19. Intinya bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah.
Dalam tahapan ini peran para ulama sangat signifikan, melalui fatwa yang menganjurkan untuk mengambil rukhshah dalam menjalankan ibadah dan aktivitas keagamaan lainnya. Setiap aktivitas keagamaan yang melibatkan kerumunan orang banyak seperti solat Jumat dan jamaah rawatib dan tarawih di masjid diarahkan untuk dilaksanakan di rumah," kata Ma'ruf.
"Melaksanakan test covid-19 secara massal, karena hal ini menjadi kunci dalam penanganan pandemic covid-19, dan meningkatkan kapasitas layanan kesehatan di seluruh negeri.
Kebijakan terkait penanggulangan dampak covid-19 di bidang ekonomi juga menggunakan ruh fleksibilitas (al-murunah)," jelas dia.
Lebih lanjut, Maruf juga menyebut dampak paling signifikan akibat Corona yakni di sektor ekonomi. Permasalahan ini disebutkany melahirkan kelompok fakir miskin baru yang berpengaru pada kemampuan finansial.
"Oleh karena itu diperlukan adanya langkah penyelamatan dengan memberlakukan relaksasi (at-taysir) terutama bagi kelompok terdampak dalam menjalankan kewajiban finansialnya.
Dalam konteks ekonomi, kami di Indonesia fokus dalam menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat terutama bagi mereka yang miskin dan rentan," jelas Ma'ruf.
"Caranya adalah dengan pemberian bantuan langsung kepada masyarakat miskin dan rentan, baik itu bantuan sosial berupa uang tunai maupun bantuan dalam bentuk kebutuhan bahan pokok.
Pemberian keringanan pembayaran listrik, bagi masyarakat paling bawah dengan membebaskan pembayaran tagihan selama 3 bulan, dan bagi pelanggan di atas kelompok paling bawah diberikan keringan 50% dari tagihan selama 3 bulan. Selain itu kami juga fokus untuk memastikan tersedianya berbagai kebutuhan bahan pokok. Berbagai kemudahan telah diberikan termasuk mempermudah pemberian ijin untuk mengimpor berbagai kebutuhan pokok," kata Ma'ruf.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini