BPIP Sebut Eksploitasi di Kapal China sebagai Perbudakan: Usut Tuntas!

BPIP Sebut Eksploitasi di Kapal China sebagai Perbudakan: Usut Tuntas!

Danu Damarjati - detikNews
Kamis, 07 Mei 2020 19:35 WIB
Romo Benny Susetyo CNN IndonesiaSafir Makki
Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo (Foto: Pool)
Jakarta -

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengecam eksploitasi terhadap anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI) di kapal Long Xing 629. Tindakan di kapal pencari ikan itu dinilai sebagai perbudakan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

"Tindakan perbudakan dengan cara tidak beradab bertentangan nilai martabat kemanusiaan. Kita berharap persoalan ini diusut tuntas dalam hal ini perlu adanya investigasi untuk menyelidiki kasus ini," kata Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo, lewat keterangan tertulis kepada detikcom, Kamis (7/5/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Eksploitasi dan pembuangan jenazah ABK WNI ke laut dinilainya bertentangan dengan kemanusiaan. Dia melihat hal tersebut sebagai pelanggaran HAM yang tak perlu terjadi lagi.

"Kasus ini mencoreng wajah keadaban kemanusiaan. Kita berharap hal ini tidak terjadi lagi karena perbudakan bertentangan dengan prinsip kemanusiaan dan merupakan pelanggaran HAM berat," tutur Benny.

ADVERTISEMENT

Supaya peristiwa itu tidak terjadi lagi di kemudian hari, perlu ada jaminan keselamatan bagi para ABK WNI. Bentuk konkretnya adalah perjanjian internasional yang tegas, mengikat, dan melindungi kaum pekerja.

"Ke depan, yang dibutuhkan adalah jaminan keselamatan ABK dan perlunya perjanjian internasional untuk melindungi martabat manusia," tutup Benny.

Sebelumnya, pemberitaan mengenai eksploitasi ABK di kapal berbendera China ini ramai di Korea Selatan dan akhirnya di Indonesia. Berita itu berasal dari media MBC News, Korea Selatan. Judul tayangan beritanya adalah '18 jam sehari kerja ... jika sakit dan tersembunyi, buang ke laut'.

Ada tiga ABK WNI yang meninggal dunia dan jenazahnya dilarung ke laut. Mereka yang meninggal dunia, disebutkan MBC News, bernama Ari (24), Alfata (19) dan Sepri (24). ABK awalnya mengeluh ke rekannya, bahwa dia merasakan mati rasa dan bengkak pada kakinya, sulit bernapas, dan akhirnya meninggal dunia.

Para ABK memberi kesaksian, kondisi di kapal itu buruk dan eksploitasi tenaga kerja terus terjadi. Para ABK disuruh bekerja 18 jam sehari. Pelaut Indonesia mengaku terkadang harus berdiri bekerja selama 30 jam, dan baru duduk setiap 6 jam.

Mayoritas pelaut China minum air kemasan, seadngkan pelaut Indonesia minum dari air laut yang sudah disaring dengan baik. Air laut hasil penyaringan itu dirasakan salah satu ABK yang diwawancarai MBC News membuat pusing kepala, juga menimbulkan dahak.

Disiarkan oleh organisasi nonpemerintahan EJF, yang mengadvokasi para ABK WNI di Korea Selatan, berdasarkan kontrak kerja mereka, kebanyakan dari ABK setuju bekerja dengan gaji bulanan USD 300 atau sekitar Rp 4.553.100,00 untuk kurs saat ini.

Namun, kenyataannya, banyak dari mereka yang dibayar USD 1 per hari atau USD 42 per bulan, sekitar Rp 637.434,00 per bulan untuk kurs saat ini. Duit sekecil itu juga masih dipotong biaya perekrutan dan uang keamanan. Maka, dapat dikatakan, mereka dibayar sekitar USD 300 (Rp 4,5 juta) untuk setahun. Gaji tiga bulan pertama ditahan untuk biaya potongan.

Paspor semua ABK ditahan oleh kapten selama di kapal. Penahanan paspor dilakukan saat awal kontrak kerja.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads