RUU Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi prioritas untuk disahkan DPR. Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta agar Presiden Joko Widodo menolak revisi UU MK tersebut dan berfokus terhadap upaya menangani pandemi virus Corona (COVID-19).
"Saat ini DPR sedang berencana merevisi UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2011. Perubahan merupakan inisiasi dari DPR. Bahkan, sempat tersiar kabar naskah revisi UU MK ini sudah berada di tangan Presiden Joko Widodo. Mengingat situasi Indonesia yang sedang dilanda pandemi COVID-19, sudah selayaknya Presiden menolak pembahasan RUU kontroversial ini," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, dalam pernyataan tertulisnya, Senin (4/5/2020).
Kurnia, bersama Koalisi Save Mahkamah Konstitusi, menilai pembahasan revisi UU MK ini tidak mendesak sehingga patut dibatalkan. Selain itu, revisi UU MK tidak masuk ke dalam Prolegnas Prioritas tahun 2020, sehingga tidak bisa dibahas tahun ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, data per 1 Mei 2020 setidaknya 10.551 orang sudah positif terdampak pandemi COVID-19. Kurnia meminta DPR turut fokus menangani pandemi COVID-19.
"Untuk itu, yang semestinya dilakukan DPR adalah mengarahkan segala fungsinya baik legislasi, anggaran, dan pengawasan pada penanganan permasalahan kesehatan masyarakat tersebut, bukan membentuk undang-undang yang bermuatan kontroversial," kata dia.
Koalisi Save MK ini berpendapat perubahan pada RUU tersebut dinilai syarat akan konflik kepentingan. Kurnia khawatir perubahan tersebut akan menguntungkan pihak tertentu.
"Dalam RUU perubahan ini dapat dikatakan sangat kental akan nuansa konflik kepentingan, baik itu bagi DPR atau pun Presiden itu sendiri. Sebab saat ini MK sedang menyidangkan dua undang-undang yang diusulkan oleh DPR dan Presiden, yakni uji formil UU KPK dan uji materi Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang dihujani banyak kritik," tuturnya.
"Sedangkan jika menelisik substansi RUU ini justru yang diuntungkan adalah MK itu sendiri, sehingga publik khawatir ini akan menjadi bagian 'tukar guling' antara DPR, Presiden, dan MK," sambung Kurnia.
Koalisi Save MK yang anggotanya terdiri dari ICW, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif), Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) FH UNAND, Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyoroti beberapa pasal perubahan pada RUU MK.