Sorotan-sorotan Atas Wacana Relaksasi PSBB Ala Mahfud Md

Round-Up

Sorotan-sorotan Atas Wacana Relaksasi PSBB Ala Mahfud Md

Tim Detikcom - detikNews
Senin, 04 Mei 2020 05:49 WIB
Menko Polhukam Mahfud Md
Mahfud Md. (Foto: Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19).
Jakarta -

Menko Polhukam Mahfud Md mengungkap pemerintah tengah memikirkan adanya relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) karena banyaknya keluhan dari masyarakat. Pernyataan Mahfud pun jadi sorotan sejumlah tokoh.

Kemungkinan pelonggaran PSBB disampaikan PSBB disampaikan Mahfud saat siaran langsung melalui Instagram-nya @mohmahfudmd, Sabtu (2/5). Ia mengungkap masyarakat mengeluhkan karena tak bisa beraktivitas bebas saat PSBB, yang diterapkan untuk memutus rantai penyebaran virus Corona (COVID-19).

"Kita tahu ada keluhan ini sulit keluar, sulit berbelanja dan sebagainya, sulit mencari nafkah dan sebagainya. Kita sudah sedang memikirkan apa yang disebut relaksasi PSBB," kata Mahfud.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahfud menuturkan, pemerintah sedang memikirkan pelonggaran-pelonggaran aktivitas pada relaksasi PSBB. Dia menyebut pelonggaran itu seperti mengizinkan rumah makan untuk buka namun dengan menerapkan protokol tertentu.

"Nanti akan diadakan, sedang dipikirkan pelonggaran-pelonggaran. Misalnya rumah makan boleh buka dengan protokol begini, kemudian orang boleh berbelanja dengan protokol begini dan seterusnya dan seterusnya," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Menurut Mahfud, pengekangan dapat membuat masyarakat stres yang menyebabkan imunitas menurun. Akibatnya, tubuh akan menjadi lemah.

"Ini sedang dipikirkan karena kita tahu kalau terlalu dikekang juga akan stress. Nah kalau stres itu imunitas orang itu akan melemah, juga akan menurun," ujar Mahfud.

Pernyataan Mahfud mendapat tanggapan dari Tim Pakar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI). Relaksasi PSBB disebut sebaiknya tidak diimplementasikan dalam waktu dekat sebab pelonggaran PSBB membutuhkan perencanaan dan harus dilakukan secara bertahap.

"Semuanya perlu direncanakan, kapan idealnya, nah ini perlu didiskusikan lebih lanjut, karena kita perlu data yang akurat untuk mengindikasikan tidak ada penularan lagi dan mempersiapkan layanan kesehatan seperti tes pada penduduk yang asimptomatik, surveilans yang ketat. Ya apakah itu yang akan dipakai, berapa lama setelah penurunan tersebut, kemudian dilepas retriksinya, restriksi yang mana, persyaratan apa yang harus dipenuhi," ungkap Tim Pakar FKM UI Pandu Riono, Minggu (3/5/2020).

Sementara itu, Pemprov DKI yang melaksanakan PSBB memastikan belum akan melakukan pelonggaran. Menurut Ketua II Gugus Tugas COVID-19 Provinsi DKI Jakarta Catur Laswanto, antisipasi penyebaran Corona tak boleh menurun karena masih banyaknya kasus baru yang muncul di Ibu Kota.

"Sampai saat ini, fakta menunjukkan bahwa setiap hari masih muncul banyak kasus baru COVID-19 di Jakarta. Oleh karena itu, kewaspadaan terhadap penyebaran COVID-19 tidak boleh menurun atau kendor," kata Catur.

Catur mengatakan Pemprov DKI hingga saat ini masih terus melanjutkan penerapan PSBB di Jakarta. Dia mengimbau seluruh masyarakat tetap mematuhi aturan PSBB.

"Sejalan dengan itu, DKI masih terus melanjutkan penerapan PSBB, bahkan dengan lebih tegas melalui penindakan dan sanksi, agar PSBB dipatuhi semua warga Jakarta, agar penyebaran COVID-19 dapat terus diturunkan," jelasnya.

Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim yang wilayahnya juga memberlakukan PSBB pun mempertanyakan pernyataan Mahfud. Menurut dia, tak ada pasar yang ditutup selama PSBB diberlakukan sehingga tidak membuat masyarakat kesulitan untuk berbelanja atau mencari makanan.

"Nggak ada ah (warga sulit berbelanja), bukan. Coba saja dihitung, dilihat, mana orang yang nggak bisa belanja, orang pasar masih buka kok. Nggak ada, nggak ada penutupan pasar, siapa bilang ada penutupan pasar. Coba cari di seluruh Indonesia, susah belanja di mana gitu. Tanyain, tanya sama Pak Mahfud Md, susah belanja di mana? Pasar mana yang tutup?" ucap Dedie.

Dedie menjelaskan, pasar dan toko-toko yang bergerak di bidang kebutuhan dasar atau bahan pokok masih beroperasi selama penerapan PSBB. Tempat makan pun masih buka, namun dengan sistem pelayanan delivery.

Wakil Wali Kota Bogor Dedie A RachimFoto: Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim (dok.Youtube Pemkot Bogor)

"Kan artinya dengan rumah makan yang take away atau delivery, artinya kan menghidupkan ojol (ojek online). Sekarang kalau misalnya dipakai lagi sistem dine in, makan di dalam, terus ojol sama take away gimana. Iya kan, gimana sih, kok nggak ngerti, gitu," beber dia.

Tak hanya itu, Dedie meminta Mahfud menjelaskan aturan mana yang membuat masyarakat merasa dikekang. Ia menegaskan PSBB tak sepenuhnya menyetop kegiatan masyarakat. Menurutnya aturan di Indonesia terkait penanggulangan Corona sudah cukup kendor.

"Coba tanya pengekangan di mana? Coba tanya Pak Mahfud Md, dikekang nggak? Sekarang Mas, mau ke mana (saja) bisa kan? Nggak ada tuh dikejar-kejar polisi, dikejar-kejar tentara. Nggak ada kan?" tegasnya.

"Padahal sudah longgar (PSBB). Ini sudah longgar banget. Di seluruh dunia di-lockdown, kita di 8 sektor (yang dikecualikan masih dapat beroperasi), yang (merupakan) 70 persen dari kehidupan kita," tambah Dedie.

Wacana yang diungkapkan Mahfud juga mendapat kritikan dari Partai Demokrat (PD). Wasekjen PD Irwan menilai hal yang membuat masyarakat stres bukan kebijakan PSBB, melainkan ketidakmampuan negara menjamin biaya hidup masyarakat selama pembatasan.

"Logika Mahfud terkait PSBB bikin masyarakat stres itu keliru besar dan terlalu dibuat-buat. Justru kebalikannya, PSBB itu sangat longgar dan tidak tegas. Makanya pasien positif dan yang meninggal terus bertambah karena masyarakat masih bebas beraktivitas," kata Irwan kepada wartawan, Minggu (3/5/2020).

"Seharusnya pemerintah malah memperketat PSBB dengan aturan di bawahnya karena regulasi PSBB tidak ada sanksi tegas, bersifat imbauan, sehingga tidak efektif. Jika pun ada masyarakat yang stres, bukan karena PSBB, tetapi karena biaya hidupnya selama dibatasi tidak dijamin oleh negara," imbuhnya.

Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) pun tak setuju dengan ide pelonggaran PSBB. Menurutnya, relaksasi PSBB tidak tepat dilakukan bila kecepatan penularan COVID-19 belum berhasil dikendalikan. Ia menilai, kecepatan penularan virus Corona belum bisa dikendalikan sehingga relaksasi PSBB bukan langkah yang tepat.

Untuk itu, Bamsoet menganggap PSBB masih harus konsisten dilakukan, terutama di Jakarta yang merupakan episentrum penyebaran virus Corona. Hal yang sama berlaku untuk beberapa daerah zona merah.

Menurut politikus Partai Golkar ini, pemerintah harus mengkaji dulu seberapa jauh efektivitas PSBB yang sudah dilakukan dalam menahan penyebaran virus Corona. Selain itu, kata Bamsoet, pemerintah harus mendengarkan masukan dari kepala daerah sebelum melakukan pelonggaran PSBB.

"Sama seperti mekanisme pengajuan PSBB, maka relaksasi PSBB pun hendaknya lebih mendengarkan pertimbangan kepala daerah karena diasumsikan bahwa kepala daerah paling tahu kondisi wilayahnya masing-masing," sebut Bamsoet.

Hal senada juga disampaikan Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, dr Achmad Yurianto. Ia mengatakan, kebijakan pelonggaran aturan PSBB itu diatur di wilayah pemerintah daerah (pemda). Yuri pun menilai kebijakan pelonggaran PSBB bukan wilayah Kemenko Polhukam.

"Pemerintah pusat hanya buat kebijakan global, sudah diatur apa yang boleh, apa yang dilarang, apa yang dibatasi, detail operasionalnya itu diatur di Perda tentang jam berapa toko buka, jam berapa toko tutup, itu perda yang bikin," kata Yuri.

"PSBB itu kan nggak ada kaitannya sama Polhukam sebenarnya, justru operasionalnya di daerahnya yang silakan kebijakan Pemda masing-masing," tambah dia.

Achmad YuriantoAchmad Yurianto Foto: Dok. Istimewa

Pihak Istana juga telah memberikan tanggapan. Istana menilai relaksasi PSBB bisa dilakukan jika penurunan kasus Corona di Indonesia signifikan.

"Secara protokol karantina kesehatan masyarakat, relaksasi hanya bisa dilakukan jika terdapat tren penurunan dalam kerangka epidemiologis yang dapat dicerminkan, salah satunya lewat model statistik yang dapat dijadikan tren model, ini dalam kerangka ilmu public health tentu memakan waktu paling tidak 14 hari setelah tren awal penurunan," ungkap Tenaga Ahli Utama Kepresidenan KSP Dany Amrul Ichdan saat dihubungi, Minggu (3/5/2020).

"Yang berhak menyatakan penurunan status itu adalah Menteri Kesehatan setelah mendapatkan laporan pengusulan dari pemerintah daerah, dan harus ada protokol baru di bawah PSBB terhadap program relaksasi tersebut, apa batasan-batasannya, dan semuanya harus dalam kerangka ilmu public health," sambungnya.

Dany menilai usulan pelonggaran itu harus didasari alasan yang kuat. Hal ini untuk mencegah adanya gelombang kedua penyebaran virus Corona.

"Usulan pelonggaran tersebut harus didasari dasar yang kuat, sehingga mencegah terjadinya eskalasi gelombang kedua penyebaran virus. Dari beberapa negara yang menurunkan status, baik dari lockdown maupun social distancing, mereka dipastikan sudah mencapai titik puncak, sementara Indonesia belum ada kepastian titik puncak tersebut, ini yang harus kita waspadai," ucap Dany.

Halaman 2 dari 3
(elz/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads