Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperluas definisi 'kematian COVID-19' yakni pasien yang meninggal dunia dengan gejala klinis penyakit akibat virus Corona juga mesti dilaporkan sebagai korban pandemi. Lantas apakah ini akan berdampak pada jumlah kematian di negara-negara terutama Indonesia?
Seperti diketahui selama ini angka kematian menunjukkan jumlah pasien yang sudah terkonfirmasi positif COVID-19. Namun dengan perluasan definisi dari WHO maka pasien dalam pengawasan (PDP) yang hasil tesnya belum diketahui atau PDP bergejala klinis COVID-19 bisa dikategorikan dalam kematian COVID-19.
Menanggapi itu, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto menyebut form laporan kematian dari WHO masih sama seperti sebelumnya. Namun Yuri--panggilan karibnya--akan menanyakan lebih lanjut perihal itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Form laporan WHO masih belum berubah, tetap konfirmasi positif," kata Yuri kepada detikcom, Jumat (1/5/2020).
"Saya sedang konsulkan ke WHO Indonesia," imbuhnya.
Lantas apakah perluasan definisi ini akan membuat pemerintah memasukkan data kasus PDP yang meninggal sebagai angka kematian resmi Corona? Yuri tak ingin berandai-andai soal itu.
"Nggak ada perlunya berandai-andai. Nggak menyelesaikan masalah," kata Yuri.
Sebelumnya diberitakan, WHO memperluas definisi 'kematian COVID-19'. Pasien yang meninggal dunia dengan gejala klinis penyakit akibat virus Corona juga mesti dilaporkan sebagai korban pandemi.
"WHO telah mengembangkan definisi berikut untuk melaporkan kematian COVID: kematian COVID-19 yang didefinisikan untuk kepentingan pengawasan adalah kematian akibat penyakit yang kompatibel (cocok) secara klinis dalam suatu kasus yang mungkin COVID-19 atau kasus yang terkonfirmasi sebagai COVID-19," demikian tulis WHO, dikutip detikcom dari situs resminya, Jumat (1/5).
Simak juga video Kerja Sama Soal Corona, WHO Tegaskan Tak Bagikan Data ke Google Cs:
(rfs/dhn)