Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengingatkan pemerintah bahwa dunia pendidikan merupakan salah satu sektor yang terdampak wabah virus Corona (COVID-19). Syaiful meminta pemerintah tidak ragu mengucurkan anggaran untuk menyelamatkan dunia pendidikan Indonesia, seperti yang dilakukan di sektor ekonomi.
"Pendidikan merupakan investasi utama bagi mimpi Indonesia Maju di 2045. Jika di sektor lain pemerintah bisa memberikan stimulus besar-besaran, harusnya pemerintah juga tidak ragu mengucurkan dana berapa pun besarnya agar dunia pendidikan bisa selamat dari dampak wabah COVID-19," ujar Syaiful kepada wartawan, Jumat (1/5/2020).
Syaiful kemudian mengutip pernyataan yang disampaikan Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hamid Muhammad, di mana sekitar 56 persen sekolah swasta mengalami kesulitan finansial akibat pandemi virus Corona. Bersandar pernyataan Hamid, Syaiful meminta pemerintah menyiapkan langkah-langkah mitigasinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat ini Kemendikbud memang telah menerbitkan aturan untuk mempermudah aturan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) PAUD dan Pendidikan Kesetaraan. Namun itu tidak akan banyak berarti jika besaran BOS dan BOP PAUD tidak ditambah," ujar Syaiful.
Anggota DPR Fraksi PKB itu menyayangkan, anggaran Rp 405 triliun yang dikucurkan pemerintah dari APBN 2020 tidak sedikit pun dialokasikan untuk penanganan virus Corona di dunia pendidikan. Terlebih lagi, sebut Syaiful, pemerintah malah merealokasi anggaran Kemendikbud.
"Pemerintah mengalokasikan anggaran sekitar Rp 405 triliun untuk penanggulangan wabah COVID yang menyasar bidang kesehatan, jaminan sosial, dan ekonomi, tanpa menyebut upaya penyelamatan sektor pendidikan. Bahkan, anggaran Kemendikbud juga termasuk yang direalokasi," sesalnya.
Tak hanya itu, Syaiful juga menyayangkan keputusan pemerintah yang merealokasi anggaran Kementerian Agama (Kemenag) sebesar Rp 2,6 triliun. Menurutnya, kebijakan itu membuat ruang gerak Kemenag untuk membantu lembaga pendidikan yang berbasis agama semakin terbatas.
"Kami menerima informasi sebagian lembaga pendidikan berbasis agama juga mengalami kesulitan biaya operasional, salah satunya lembaga-lembaga pendidikan di bawah naungan LP Ma'arif NU," katanya.
Wasekjen PKB itu mendesak pemerintah segera merumuskan skema bantuan bagi lembaga-lembaga pendidikan swasta dari tingkat pendidikan usia dini, dasar, menengah hingga perguruan yang mengalami kesulitan biaya operasional. Menurutnya, lembaga pendidikan swasta merupakan penyangga utama pendidikan di Tanah Air mengingat timpangnya jumlah lembaga pendidikan milik pemerintah dengan anak usia didik di Indonesia.
Dia mencontohkan, di tingkat PAUD saja TK milik pemerintah hanya berjumlah 3.363, sedangkan TK swasta mencapai 87.726. Kondisi yang sama, sebut Syaiful, juga tampak di jenjang pendidikan tinggi, di mana jumlah perguruan tinggi negeri hanya sekitar 370 lembaga, sedangkan perguruan tinggi swasta mencapai 4.043 lembaga.
"Daya tampung lembaga pendidikan milik pemerintah sangat terbatas dalam menampung anak usia sekolah, sehingga peran lembaga pendidikan swasta ini sangat penting," tegas Syaiful.
"Jika mereka dibiarkan begitu saja mengalami kesulitan biaya operasional, maka bisa dipastikan angka putus sekolah maupun drop out (DO) akan meningkat pesat dalam waktu dekat," pungkasnya.
Cegah Korupsi, KPK Awasi Dana Sumbangan-Bansos Terkait Covid-19:
(zak/elz)