Pembagian bantuan sosial (bansos) provinsi bagi warga Jawa Barat (Jabar) terdampak COVID-19 menuai polemik. Gelombang reaksi penolakan penerimaan bansos muncul, baik dari kepala desa maupun warga.
Pakar Politik dan Pemerintahan Universitas Parahyangan (UNPAR) Asep Warlan Yusuf mengatakan, ada tiga faktor yang memicu respon keras dari sejumlah kepala desa dan warga tersebut. Satu diantaranya, adalah pendataan dan pemetaan penerima bantuan yang belum matang.
"Daerah diminta data, by name by address tapi ternyata bantuan yang keluar tidak sama dengan yang diajukan, karena data dan pemetaannya tidak sama, oleh karena itu timbul permasalahan," ujar Asep saat dihubungi detikcom, Rabu (29/4/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian yang kedua, ujar Asep, ketersediaan dana dan logistik juga menjadi sorotan. Menurutnya, meski data yang didapatkan sudah sesuai, namun jika dana dan logistik tak menunjang, hal ini bisa menjadi pemicu masalah yang baru.
Terakhir yang ketiga, menurut Asep adalah kendala penyaluran bantuan di lapangan. Menurutnya dinamika di lapangan tak bisa diprediksi secara pasti.
"Tidak seperti di atas kertas, pembagiannya juga ada yang bertahap, ada yang dari provinsi, ada yang dari nasional, belum dari kabupaten/kota, jadi kesannya yang tidak terbantu banyak, meski dengan skema yang sudah dipetakan, makanya kepala desa mungkin berat untuk mengolah ini," ujarnya.
Walau begitu, kata Asep, pemerintah jangan memberikan hukuman kepada kepala desa yang bereaksi, fenomena ini harus dijadikan pembelajaran bersama untuk diperbaiki.
"Masih mending kalau hanya disebut tidak terdaftar, seandainya difitnah menggelapkan bantuan, itu bisa menjadi masalah yang mengkhawatirkan, makanya beberapa kepala desa menolak daripada kena getahnya," kata Asep
Menurut Asep, solusi yang mungkin bisa dilakukan adalah memperkuat kembali koordinasi antar pemerintah di berbagai level.
Menurutnya, pembagian bantuan dengan secara satu pintu bisa menjadi solusi. Ia pun menegaskan, agar pemberian bantuan ini jangan menjadi ajang pencitraan para kepala pemerintahan baik di tingkat pusat, provinsi maupun daerah.
"Jadi hemat saya di berbagai daerah ada gugus tugas, satu diantaranya mereka mengumpulkan dan menyalurkan bantuan, kalau itu bisa dikoordinasikan bisa lebih tertib, jangan di provinsi karena daya jangkauannya terlalu jauh. Yang hafal betul itu RT-RW, kelurahan, kecamatan, maka koordinasi itu ada di tingkat kota, memang saat darurat seperti ini harus ada terobosan," katanya.
Selain itu, pemerintah juga harus bisa membuat kategorisasi penerima bantuan yang terukur. "Pendataan dengan sistem bottom-up, dari bawah agar sesuai dengan realitas, kuncinya kejujuran ada di semua pihak, komitmen yang berjalan di rel etika dan moral juga perundangan yang ada," katanya.
"Masyarakat juga jangan menutup mata, ibaratnya lihat tetangganya mungkin ada yang perlu dibantu, gotong royong lah," katanya.
Gegara Bansos, Kades Subang Protes ke RK-Jokowi:
(yum/mud)