Corona Dinilai Tak Bakal Selesai Jika Sanksi Larangan Mudik Tak Tegas

Corona Dinilai Tak Bakal Selesai Jika Sanksi Larangan Mudik Tak Tegas

Kadek Melda Luxiana - detikNews
Rabu, 22 Apr 2020 13:25 WIB
Poster
Foto: Ilustrasi virus Corona (Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta -

Pemerhati masalah perkotaan Yayat Supriyatna menilai permasalahan COVID-19 tidak akan selesai jika instrumen kebijakan mudik tidak tegas dan tidak terintegrasi. Yayat mengibaratkan Corona seperti api.

"Bahwa api tidak akan pernah padam kalau persoalan panas dan asapnya ini ke mana-mana. Jadi percikan api dari COVID-nya yang tidak dipadamkan akan menyebar ke tempat lain, kalau instrumen kebijakan itu tidak tegas tidak terintegrasi dan sanksinya tidak optimal di lapangan," kata Yayat dalam siaran langsung kepada wartawan, Rabu (22/4/2020).

Yayat menuturkan, persoalan paling mendasar saat ini mengenai sanksi apa yang tepat untuk diberikan kepada masyarakat yang masih nekat mudik. Dia mengatakan, pemberian sanksi itu harus diperjelas oleh Korlantas, sebab beberapa pilihan dalam pemberian sanksi seperti pidana hingga denda dinilai masih kurang relevan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena persoalan mendasar saya pengin tahu sebetulnya sanksi apa yang paling tepat dijatuhkan kepada mereka yang mudik. Kementerian Perhubungan bilang soal sanksi itu diberikan pada otoritas Korlantas pada hal ini. Korlantas juga harus memperjelas kalau menahan susah, nah kalau memasukkan ke penjara, penjara justru mengeluarkan orang. Memberikan sanksi ekonomi orang nggak mampu bayar denda," tuturnya.

Persoalan itu disebut Yayat menjadi dilema tersendiri bagi masyarakat. Dia berharap rapat koordinasi yang dilakukan hari ini dapat mentransformasi kebijakan di tingkat pusat sehingga tidak menimbulkan kebimbangan pada wilayah-wilayah yang sepakat dengan larangan mudik.

ADVERTISEMENT

"Sekali lagi saya mengatakan, mudik sekarang dalam konteks pengawasannya untuk Jabodetabek, apakah lingkupnya di dalam wilayah Jabodetabek saja atau ditambah dengan wilayah lain seperti Cikarang atau Karawang, Purwakarta yang merupakan satu kesatuan ekonomi. Dan juga dengan Bandung, ini kan satu ikatan, ikatan keterkaitan kota-kota besar ini secara ekonomi kalau dibatasin itu harus diperjelas supaya tidak menimbulkan chaos atau permasalahan baru di lapangan," jelasnya.

Selain itu, Yayat juga mengatakan persoalan mudik ini bukan hanya kultural, tetapi juga tentang menyelamatkan hidup. Meski ada bantuan sosial berupa sembako, dia menyebut ada 3 faktor lainnya yang menyebabkan masyarakat yang berada di Jakarta mendapat tekanan dari sisi pembiayaan hidup.

"Jadi persoalan mudik ini bukan persoalan kultural, persoalan bagi-bagi THR, tapi pada persoalan menyelamatkan hidup. Persoalan mudik ini kan bagaimana kekuatan instrumen kebijakan Pemerintah dengan kekuatan pada daya tahan masyarakat untuk bertahan hidup

"Catatan penting sebetulnya solusi, sudah ada bantuan sosial yang diberikan. Walaupun sudah ada persoalan, perdebatan di lapangannya, tapi persoalan mendasar bagi kelompok migran, bagi mereka kelompok pemudik, itu di Jakarta dan Jabodetabek bukan hanya sekedar pada bantuan sembakonnya, tapi ada 3 faktor yang menyebabkan orang di Jakarta itu mendapatkan tekanan dari sisi pembiayaan hidup yang tinggi. Satu dari sektor transportasi yang cukup besar, kedua dari sewa rumah yang cukup mahal, ketiga dari sembako," sambungnya.

Menurut Yayat, faktor-faktor tersebut yang membuat masyarakat di Jakarta lebih memilih kembali ke daerah asal masing-masing. Selain itu prinsip makan tidak makan yang penting berkumpul bersama keluarga menjadi dasar bagi kelompok migran untuk tetap mudik.

"Oke sembako bisa difasilitasi oleh bantuan sosial tapi bagi kelompok migran yang tinggal di Jakarta dan menyewa rumah dengan sistem bulanan ini nggak ada yang membantu. Justru persoalan di mereka adalah biaya yang dikeluarkan untuk dapat bertahan di Jakarta di luar bantuan sembako itu, membuat mereka pilihannya adalah kembali ke daerah asalnya," jelas Yayat.

"Dan kita punya budaya prinsipnya mangan ra mangan asal ngumpul. Jadi prinsip ini menjadi prinsip dasar bagi kelompok migran untuk melakukan tindakan mudik sebagai cara untuk mengamankan," tandas Yayat.

Halaman 2 dari 2
(gbr/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads