Untuk mengantisipasi penularan virus Corona (COVID-19), BPBD Kota Samarinda, Kalimantan Timur, membentuk tim khusus yang bertugas mengevakuasi pasien COVID-19. Tim ini terdiri dari tujuh orang, salah satunya Luri Estyani Syarifuddin.
Luri merupakan perempuan satu-satunya di tim khusus, yang mengevakuasi pasien COVID-19. Sebagai petugas inti, Luri harus siap selama 24 jam. Tak ada waktu untuk bersantai selama masa pandemi virus Corona belum berakhir.
Selasa (21/4/2020) petang, perempuan yang lahir pada 5 Desember 1991 itu masih siaga menggunakan alat pelindung diri (APD) bersama empat rekannya. Meski terasa panas, Luri tetap nyaman menggunakan wearpack atau pakaian khusus untuk keselamatan kerja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selalu siaga, setiap hari harus siap mengevakuasi pasien dengan status pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19," kata dia sembari tersenyum.
Raut lelah tampak di wajah Luri. Namun dia tetap semangat karena perintah tugas menjemput pasien yang dinyatakan positif dari hasil rapid test bisa kapan saja.
Sebagai tim evakuasi, tugas utamanya tentu saja mengevakuasi pasien COVID-19 untuk dibawa ke rumah sakit atau ke tempat karantina lainnya.
Jika ada pasien meninggal dan harus dikubur sesuai protokol COVID-19, Luri dan rekan-rekannyalah yang melaksanakan penguburan.
"Jika tidak ada evakuasi, tugas harian kami itu penyemprotan disinfektan dan patrol rutin memberikan imbauan kepada masyarakat agar tidak berkumpul di kafe atau warung kopi," katanya.
Luri menuturkan ada empat orang tim evakuasi yang harus berpakaian APD lengkap sesuai protokol penanganan pasien COVID-19. Tak boleh ada celah.
Sebab, risikonya, mereka bisa ikut tertular virus Corona. Luri bahkan mengaku harus memasang lakban di setiap celah yang ada.
"Saya bertugas sebagai assist yang membantu empat anggota tim lainnya menyiapkan proses evakuasi. Mereka tidak boleh menyentuh apa pun selama proses pemasangan APD," sebutnya.
Menurut dia, setelah memasang baju hazmat, petugas evakuasi haru menggunakan jas hujan plastik. Kemudian celah yang ada dipasang lakban kembali. Bagian wajah juga dipasang pelindung full face.
"Inilah kondisi kami, walaupun panas dan hujan, kami harus menunggu pasien agar bersedia kami bawa. Selalu ada negosiasi, dan harus siap menunggu," kata alumni Teknik Sipil, Universitas Mulawarman ini.
Risiko Tertular
Tiap kali membawa pasien PDP, rasa cemas tertular, hingga harus melawan udara panas sudah menjadi bagian dari keseharian tim evakuasi. Luri mengatakan harus memperhatikan empat rekannya yang masuk ke rumah pasien COVID-19.
Dia harus siap siaga mengantar jika ada sesuatu yang dibutuhkan. Proses menjemput pasien membutuhkan waktu yang tidak tentu. Jika waktunya lama, di situlah ujian mental bagi tim evakuasi.
Luri mengungkapkan, meski tersiksa karena menggunakan baju APD, namun hanya dengan cara itu, potensi tertular menjadi sangat kecil.
"Lebih baik tersiksa karena kepanasan, daripada kami tertular. Kalau penjemputan selesai, saya harus lepas perlahan agar tidak ada kebocoran, memastikan mereka tidak menyentuh apapun," ujarnya.
Luri mengatakan, proses pelepasan APD juga butuh waktu. Ada tahap sterilisasi di setiap tahapan pelepasan APD. Hal ini untuk memastikan tidak ada virus yang menempel.
Caranya, usai penjemputan, petugas langsung disemprot sanitizer. Ketika jas hujan dibuka, mereka harus disemprot lagi. Demikian juga sewaktu membuka hazmat, mereka harus disemprot untuk ketiga kalinya.
"Sampai pada buka lateks juga disemprot lagi, buka handskun semprot lagi. Jadi tiap step harus disemprot," sebutnya.
Kemudian, seluruh pakaian pelindung yang digunakan langsung dikumpulkan dan dibakar saat itu juga. Tidak boleh ada barang yang dibawa kembali ke markas BPBD Kota Samarinda. Sebab, dikhawatirkan akan membawa virus.
Hidup-Mati Urusan Tuhan
Menjadi tim evakuasi yang bersentuhan langsung dengan pasien COVID-19 tentu paling rentan tertular virus Corona. Namun tidak masalah bagi Luri. Dia percayakan hidupnya pada Tuhan.
"Kami selalu ikhtiar, kami sudah menggunakan protokol kesehatan COVID-19 secara ketat, selebihnya kita serahkan pada tuhan," kata Luri.
Meski statusnya masih pegawai honorer di BPBD Kota Samarinda, itu tidak menyurutkan semangat Luri. Ketika jumlah pasien COVID-19 terus meningkat, Luri bersama tim evakuasi lainnya memilih tidak pulang ke rumah.
Selain menjaga kesehatan pribadi, dia juga harus memikirkan kesehatan orang lain. Luri tidak mau menjadi median penularan COVID-19.
"Sudah berhari-hari tidak pulang ke rumah. Lebih baik standby 24 jam di kantor. Kami juga sayang keluarga sehingga takut mereka tertular," ujarnya.
Luri berharap masyarakat bisa memahami bagaimana sulitnya menekan angka penyebaran virus. Luri meminta masyarakat tetap menjaga jarak dan tidak berkerumun agar tidak menambah jumlah penyebaran COVID-19.
"Pekerjaan ini panggilan hati, segalanya kami serahkan pada Tuhan. Tapi kami berharap masyarakat membantu. Jaga kebersihan dan social distancing," pungkas Luri.