Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) meminta pemerintah segera mencairkan pembiayaan perawatan untuk pasien Corona (COVID-19). Sebab, proses klaim dari pasien terus berjalan di beberapa rumah sakit dan FKTP (fasilitas kesehatan tingkat pertama).
Ketua Umum DPP MHKI, Mahesa Paranadipa Maikel mengatakan pembiayaan pasien tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, dana UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Kemudian Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 104 Tahun 2020 yang ditetapkan pada 14 Februari 2020.
Peraturan lain yang menjadi rujukan juga diterbitkan lewat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 238 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Pembiayaan yang ditandatangani pada tanggal 6 April 2020. Mahesa menyebut pembiayaan penyakit yang telah ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) atau wabah sepenuhnya ditanggung oleh Pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun faktanya, sambil proses klaim ini berjalan, hingga hari ini pembiayaan pasien COVID-19 di rumah sakit maupun di FKTP belum mendapat penggantian," kata Mahesa dalam keterangan tertulis, Senin (20/4/2020).
Mahesa menuturkan rumah sakit juga mengalami penurunan pasien. Hal ini mengingat adanya surat edaran dari Dirjen Pelayanan Kesehatan Nomor 1118 tertanggal 9 April 2020 yang berisi imbauan untuk tidak praktik rutin kecuali ada emergency.
"Akhirnya pemasukan fasilitas kesehatan, khususnya rumah sakit dari klaim ke BPJS Kesehatan maupun dari pasien umum menurun drastis. Bagi FKTP yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan tidak memiliki banyak pengaruh karena ditopang dengan dana Kapitasi. Namun, problem di FKTP adalah belum jelasnya mekanisme klaim pelayanan pasien COVID-19," katanya.
Pasien Covid-19 DKI Akan Diberi Pendamping Psikolog:
Situasi inilah, kata Mahesa, yang kemudian menyebabkan rumah sakit terpaksa memungut biaya dari pasien, termasuk dari golongan yang tidak mampu. Bahkan, disebut Mahesa, ada beberapa rumah sakit yang mengarahkan untuk melakukan rapid test saja.
"Bahkan ada rumah sakit yang mewajibkan setiap pasien, tidak hanya pasien suspect untuk dilakukan pemeriksaan rapid test maupun PCR. Hal ini tentunya makin memberatkan pasien ketika ingin mendapatkan layanan di rumah sakit," ujarnya.
"Berdasarkan aturannya, pasien jaminan BPJS Kesehatan, jika keluhan sakitnya tidak berkenaan dengan COVID-19 seharusnya tidak dibebankan biaya tambahan, karena dijamin dengan dana JKN," imbuhnya.
Mahesa juga meminta pemerintah harus bergerak cepat mengingat semakin pesatnya pertambahan pasien Corona. Pemerintah juga diharapkan berkoordinasi dengan pemerintah daerah jika rumah sakit kesulitan membayar gaji tenaga medis.
"Problem pembiayaan ini harus segera diatasi, karena mengingat semakin bertambahkan kasus COVID-19, maka kemampuan rumah sakit dan FKTP harus dijaga agar tetap bisa melayani masyarakat," katanya.
"Selain itu, perlindungan bagi seluruh petugas kesehatan harus juga diperhatikan dengan serius. Jika rumah sakit tidak lagi mampu membayar gaji dan jasa medik, dikhawatirkan pelayanan akan terhenti. Tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah harus benar-benar dijalankan," sambungnya.