DPR tetap membahas omnibus law RUU Cipta Kerja di tengah bencana pandemi COVID-19. Oleh sebab itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa mengambil langkah menarik kembali draf RUU itu.
"Jika DPR masih ngotot tidak mau menunda pembahasan RUU Cipta Kerja, maka Presiden-lah yang dapat menghentikan pembahasan ini. Caranya sesuai Pasal 70 UU 12/2011 yaitu Presiden menarik kembali RUU Cipta Kerja yang diusulkannya," ujar ahli perundang-undangan, Bayu Dwi Anggono, kepada wartawan, Senin (20/4/2020).
Dengan ditarik kembali RUU itu, ada keuntungan ganda bagi Presiden, yaitu bisa membuat konsentrasi semua lembaga negara dan masyarakat diarahkan untuk fokus menanggulangi COVID-19 sebagaimana telah ditetapkan oleh Presiden sebagai bencana nasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di sisi lain ada kesempatan bagi Presiden untuk memerintahkan internal pemerintah memperbaiki berbagai ketentuan dalam RUU Cipta Kerja yang dianggap masih bermasalah," ujar Direktur Puskapsi Universitas Jember itu.
Baca juga: Saling Ngotot soal Omnibus Law |
Menurut Bayu, ngotot-nya DPR membahas RUU Cipta Kerja menunjukkan rendahnya kepekaan/sensitivitas para wakil rakyat juga rentan membuat produk hukum yang dihasilkan cacat yuridis/cacat formil karena tidak terpenuhinya ketentuan tentang pengambilan keputusan dalam pembahasan RUU. Dengan status Corona sebagai Bencana Nasional, maka seharuasnya juga seluruh aktivitas kenegaraan seharusnya diarahkan kepada upaya penanggulangan bencana ini.
"Aktivitas kenegaraan yang masih bisa ditunda pelaksanaannya karena tidak terkait secara langsung dengan pelayanan publik dan upaya penanggulangan bencana nasional, maka seharusnya tidak dipaksakan untuk dilaksanakan. Dalam konteks ini, maka pembahasan RUU Cipta Kerja masuk kategori aktivitas yang tidak terkait dengan pelayanan publik dan upaya penanggulangan bencana sehingga sepatutnya ditunda," papar Bayu.
Menurut Bayu, pembahasan RUU Cipta Kerja di kondisi negara dalam keadaan normal saja sudah memancing kegaduhan karena dianggap miskin keterbukaan dan partisipasi. Apalagi jika dibahas saat kondisi bencana seperti saat ini.
"Dari aspek hukum pembahasan RUU dengan model virtual juga belum ada landasan hukumnya," cetus Bayu.
Pembahasan RUU mensyaratkan semua tahapan dilalui secara tertib, pasti dengan terpenuhinya syarat kuorum. Mengenai syarat kuorum dalam pembahasan RUU sebagaimana diatur Pasal 232 UU 17/2014 tentang MPR, DPR, dan DPD maupun UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak diatur peluang boleh dilakukan kuorum dengan cara virtual.
"Upaya untuk mengubah tata tertib DPR agar pembahasan RUU bisa dilakukan secara virtual juga tidak tepat karena peraturan tata tertib DPR tidak bisa melangkahi/melebihi UU," pungkas Bayu.