Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) meminta DPR RI untuk memprioritaskan pembahasan RUU terkait penanganan dampak COVID-19. Seperti RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial sebagai antisipasi berkepanjangannya wabah dan banyaknya korban secara sosial dan ekonomi akibat bencana nasional COVID-19.
"Seluruh elemen bangsa harus inovatif, kreatif, dan fokus dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini, termasuk DPR," ujar HNW melalui siaran pers, Minggu (19/4/2020).
"Salah satu kreasi inovatif yang bisa diusahakan adalah hadirnya payung hukum seperti RUU yang sangat bermanfaat untuk kondisi saat ini dan dampaknya ke depan seperti RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial. Karenanya RUU seperti inilah yg penting untuk diprioritaskan," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
HNW yang juga anggota komisi VIII DPR RI di mana salah satunya membidangi masalah kesejahteraan sosial menjelaskan, bahwa kesejahteraan sosial merupakan salah satu imbas terberat dari pandemi COVID-19.
"Ada banyak warga yang berkurang atau hilang penghasilannya dan daya belinya akibat pandemi ini. Padahal kebutuhan makanan sehari-hari tidak bisa ditunda-tunda," ujar HNW.
"Selain bantuan sosial yang merupakan kewajiban pemerintah, mereka bisa dibantu kebutuhan dasarnya dari Bank Makanan yang dikelola oleh masyarakat secara gotong royong," imbuhnya.
HNW menjelaskan bahwa kehadiran RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial sangat diperlukan untuk memberikan dasar hukum bagi Bank Makanan yang sudah bermunculan dikelola oleh masyarakat dan mulai bertumbuhan saat ini.
"Kita perlu mendukung inisiatif dari masyarakat yang telah mendidirikan Bank Makanan di berbagai daerah, dengan payung/dasar hukum yang kuat dan kokoh. Ini penting bisa menjadi perhatian bersama," tukasnya.
Sebagai informasi, RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial telah ditetapkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019-2024 atas usulan HNW melalui Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS). Namun, RUU ini belum ditetapkan ke dalam Prolegnas RUU Prioritas yang dibahas pada 2020.
"Saya mengusulkan perlu ada revisi terhadap Prolegnas Prioritas 2020 tersebut dan memasukan RUU ini ke dalam prioritas 2020 karena dengan terjadinya bencana nasional COVID-19, yang tak terduga sebelumnya, RUU ini menjadi sangat urgent, untuk menciptakan gerakan bagi masyarakat bergotong royong, juga membantu korban COVID-19, melalui Bank Makanan," tegas HNW.
Lebih lanjut HNW mencontohkan beberapa negara, seperti Amerika Serikat, yang parlemennya aktif menciptakan instrumen hukum untuk merespon wabah COVID-19, dengan produk perundangan yang membantu warga terdampak. Salah satunya dengan Families First CoronaVirus Response Act.
Di negara tersebut, bank makanan sangat diandalkan oleh masyarakat AS untuk memenuhi kebutuhan mereka akibat pengangguran yang disebabkan oleh COVID-19. Ini terbukti dengan sejumlah pemberitaan di mana masyarakat AS banyak yang membuat antrean panjang di depan sejumlah bank makanan yang ada di sana.
"Indonesia perlu mengantisipasi hal semacam itu, dengan hadirkan Bank-Bank Makanan yang legal, melalui disahkannya RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial. Bila itu segera bisa dihadirkan, maka Bank Makanan bisa menjadi salah satu di antara solusi kreatif untuk menghadapi dampak sosial ekonomi berkepanjangan dari pandemi COVID-19 ini," tukasnya.
Sebagai informasi, bank makanan adalah lembaga/tempat yang dikelola oleh suatu organisasi sosial yang kegiatannya menyediakan makanan kebutuhan dasar manusia dan dapat diperoleh secara cuma-cuma oleh orang yang membutuhkan.
Sumber makanan yang ada di bank makanan tersebut biasanya berasal dari (a) makanan berlebih seperti dari rumah tangga, restauran, catering atau acara pernikahan (food waste) yang masih layak untuk dikonsumsi.
Lalu (b) makanan berlebih yang yang hilang atau terbuang antara rantai pasok produsen dan pasar yang diakibatkan oleh proses pra-panen tidak sesuai dengan mutu yang diinginkan pasar disebabkan permasalahan dalam penyimpanan, penangangan, dan pengemasan sehingga produsen memutuskan untuk membuang makanan karena ditolak oleh pasar (food loss), padahal makanan itu masih sangat layak untuk dikonsumsi.
Berdasarkan data FAO pada 2016, lanjut HNW, Indonesia berada di urutan terbesar kedua (setelah Arab Saudi) sebagai negara penyumbang makanan terbuang (food waste) dengan total 13 juta ton makanan yang terbuang setiap tahunnya.
"Jumlah yg sangat besar. Ini bisa memberi makan hampir 11 persen populasi Indonesia atau 28 juta penduduk Indonesia setiap tahunnya," ujarnya.
"Jadi RUU ini bukan hanya berguna bagi warga yang sangat membutuhkan kebutuhan dasar/makanan, terutama sekarang yang terdampak COVID-19 dari segi sosial dan ekonomi, tetapi juga menghindarkan sebagian masyarakat dari perilaku mubazir terhadap makanan, di tengah banyaknya warga yang memerlukan makanan, seperti korban COVID-19."
"Dan agar jadi payung hukum, yang menyemangati dan melindungi Bank Makanan dan aktivisnya untuk bisa aman berkontribusi hadirkan kesejahteraan sosial bagi warga Indonesia," pungkasnya.
(ega/ega)