Dosen UGM Kembangkan Bilik Swab Corona, Tenaga Medis Tak Perlu Pakai APD

Dosen UGM Kembangkan Bilik Swab Corona, Tenaga Medis Tak Perlu Pakai APD

Tim detikcom - detikNews
Jumat, 17 Apr 2020 11:50 WIB
Bilik swab Corona buatan dosen UGM, Jumat (17/4/2020).
Foto: Bilik swab Corona buatan dosen UGM, Jumat (17/4/2020). (Dok Humas UGM)
Yogyakarta -

Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan bilik swab yang dilengkapi HEPA filter yang memudahkan dan melindungi tenaga kesehatan. Dengan bilik ini, tenaga medis tak perlu pakai alat pelindung diri (APD) saat mendeteksi infeksi virus Corona (COVID-19) pada pasien.

"Dengan bilik ini tenaga kesehatan tidak memerlukan alat pelindung diri (APD) saat melakukan tes swab pada pasien," kata pengembang bilik swab, Jaka Widada, PhD, melalui keterangan tertulis yang dikirim Humas UGM, Jumat (17/4/2020).

Dosen Departemen Mikrobiologi Pertanian Fakultas Pertanian UGM ini menjelaskan tenaga kesehatan tidak perlu menggunakan APD karena mereka berada di dalam bilik saat mengambil sampel dari pasien. Proses pengambilan sampel lendir dari dalam hidung maupun tenggorokan pasien menggunakan sarung tangan yang menonjol keluar dari bilik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia berharap bilik tersebut tidak hanya membantu dan menghemat APD saat pengujian swab. Bilik ini juga dapat memberikan kenyamanan bagi petugas kesehatan saat melakukan uji swab, tetapi tetap memperhatikan keamanan tenaga kesehatan dan pasien.

"Tenaga kesehatan tidak perlu pakai APD hanya cukup mengunakan masker sehingga nyaman tidak terbebani dengan hazmat yang berat dan panas," papar pria yang meraih gelar doktor di University Tokyo ini.

ADVERTISEMENT

Tak hanya itu, bilik ini dapat mengurangi limbah alat medis serta menyiasati kekurangan perlengkapan medis. Sehingga bisa menjadi solusi alternatif bagi petugas kesehatan di tengah keteratasan APD.

Bilik tersebut di desain dengan ukuran 90x90 cm cengan tinggi 2 meter. Body bilik terbuat dari bahan alumunium panel composit (APC) dengan ketebalan sekitar 3 mm. Dilengkapi dengan pintu pada bagian belakang dan di bagian depan memakai kaca dengan tebal 6 mm dengan dua lubang yang dipasang saung tangan panjang berstandar medis dilengkapi dengan handscoon sekali pakai untuk tangan petugas kesehatan memeriksa pasien.

Idealnya, kata Jaka yang menekuni kajian bioteknologi lingkungan ini, boyi bilik menggunakan bahan stainless steel, tetapi terkendala harga yang mahal. Sementara penggunaan kayu tidak memungkinkan sedangkan dengan bahan GRC Board kurang cocok apabila dibersihkan dengan disinfektan. Kendati menggunakan bahan murah, tetapi kualitas bilik swab tetap terjaga dan sesuai dengan standar medis.

Bilik ini juga dilengkapi dengan HEPA filter yang biasa dipakai untuk membuat ruangan bersih dan steril layaknya di laboratorium. Di dalam bilik juga diberi lampu pencahayaan dan blower. Selain itu turut dilengkapi dengan amplifier dengan speaker sebagai sarana komunikasi dengan pasien.

Desain bilik yang bersifat dinamis, dapat bergerak dengan empat roda di bawahnya. Dengan desain seperti itu memungkinkan bilik untuk dipindahtempatkan dengan mudah dan dapat dipakai di berbagai tempat.

Bilik swab Corona buatan dosen UGM, Jumat (17/4/2020).Bilik swab Corona buatan dosen UGM, Jumat (17/4/2020). Foto: Bilik swab Corona buatan dosen UGM, Jumat (17/4/2020). (Dok Humas UGM)


Disinfeksi dilakukan pada sarung tangan sekali pakai dan permukaan luar bilik sebelum siap dipakai oleh pasien berikutnya.

"Jadi saat ada pasien baru datang untuk di-swab kondisinya sudah bersih, sudah disemprot dan diganti dengan sarung tangan yang baru," terangnya.

Pembuatan bilik ini terinspirasi dari melihat video petugas kesehatan di Korea Selatan yang tengah melakukan uji swab di bilik untuk memeriksa pasien. Dia pun berdiskusi dengan istrinya yang merupakan dokter spesialis THT dan telah terbiasa menguji swab saat memeriksa pasiennya.

Di samping itu, Jaka memiliki latar belakang keilmuan mikrobiologi sehingga memiliki pengetahuan tentang bakteri, virus serta ruangan yang bebas kuman.

"Background saya mikrobiologi, lebih dari 35 tahun belajar tentang bakteri, jamur, virus dan lainnya sehingga familiar tentang karakteristik virus seperti apa dan membuat ruang bebas kuman seperti apa," urainya.

Dia menyampaikan dana pembuatan bilik ini berasal dari donasi masyarakat, termasuk melalui grup Whatsapp Sambatan Jogja (Sonjo) yang diinisiai koleganya dari FEB UGM Rimawan Pradiptyo PhD. Untuk membuat 1 unit bilik swab menghabiskan biaya sekitar Rp 8 juta.

Dalam proses produksi, dia menggandeng dua UMKM di Yogyakarta. Untuk sementara ini, kapasitas produksi masih terbatas sebanyak 10-15 unit per minggu,

"Saat ini kami akan segera membuat 5 bilik swab lagi yang nantinya akan didistribusikan ke sejumlah rumah sakit rujukan COVID-19," terangnya.

Bilik swab yang dikembangkan Jaka Widada ini tidak hanya menjadi alternatif solusi dalam mengatasi krisis APD dlaam mendukung uji swab pasien terduga terjangkit Corona. Inovasi yang dikembangkan juga telah dilirik Gugus Tugas COVID-19 Nasional untuk kerja sama produksi secara masal.

"Harapannya bilik swab ini mampu menginspirasi generasi muda untuk berinovasi mengembangkan yang lebih bagus lagi untuk bersama-sama menanggulangi COVID-19," katanya.

Halaman 2 dari 3
(sip/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads