Angka kasus kematian akibat virus Corona di Swedia lebih tinggi ketimbang Denmark. Namun, pemerintah masih membolehkan warganya nongkrong. Swedia hanya memberlakukan lockdown lunak.
Seperti dilansir dari Associated Press (AP), Senin (13/4/2020) kerumunan warga di tepi laut Stockholm, ibu kota Swedia masih tampak. Beberapa orang tampak sedang meminum cocktail sembari menikmati sinar matahari. Meskipun kerumunan seperti ini sudah dilarang di sebagian besar belahan dunia, namun Swedia tidak melarangnya.
Kepala ahli epidemiologi dan ahli strategi penanganan COVID-19 Swedia, Anders Tegnell tidak khawatir akan hal ini. Pria berusia 63 tahun ini kini menadi perbincangan publik. Dialah orang yang sehari-hari melakukan briefing harian terkait perkembangan wabah Corona di Swedia. Dia melakukannya dengan sikap tenang dan tepat.
Ketika negara-negara di Eropa telah membatasi pergerakan warganya, Tegnell menjelaskan bahwa Swedia menggunakan pendekatan 'lockdown skala rendah' atau lockdown lunak. Pendekatan ini diterapkan dalam periode yang lebih lama.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuduh Swedia memberlakukan gagasan soal imunitas kelompok (herd immunity) untuk menghadapi Corona. Artinya, ada banyak orang yang akan sakit dan akhirnya menciptakan kekebalan kelompok
"Swedia melakukan itu - kawanan. Mereka menyebut (itu) kawanan (herd immunity). Swedia menderita sangat, sangat buruk. Ini cara untuk melakukannya," ujar Trump.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Menteri Kesehatan Swedia Lena Hallengren menepis tuduhan Trump itu. "Kami tidak pernah memiliki strategi untuk kekebalan kawanan (herd immunity)," kata Lena.
Sejauh ini, Swedia telah melarang kerumunan orang lebih dari 50 orang. Selain itu, pemerintah menutup sekolah menengah dan universitas, dan mendesak mereka yang berusia di atas 70 tahun atau yang berisiko lebih besar untuk mengisolasi diri.
Sedangkan lockdown lunak berarti bahwa sekolah untuk anak-anak kecil, restoran, dan sebagian besar bisnis masih boleh buka, guna menciptakan kesan bahwa orang Swedia menjalani kehidupan mereka seperti biasa.
Kendati demikian dampak wabah Corona telah dirasakan di Swedia. Pekan lalu, 25.350 orang Swedia tercatat menjadi pengangguran. Menurut Kamar Dagang Stockholm hal ini adalah peningkatan yang lebih besar daripada krisis keuangan 2008.
Sementara itu, negara tetangganya, Denmark justru telah memberlakukan lockdown yang jauh lebih ketat empat minggu lalu. Yakni dengan menutup perbatasan, sekolah dan bisnis. Hal dilakukan oleh Denmark untuk mencegah tragedi wabah Corona seperti di Italia dan Spanyol, yang angka kematiannya bisa mencapai hingga 37.000 jiwa.
Selama berminggu-minggu, ada jumlah kasus COVID-19 dan kematian yang secara proporsional serupa antara Swedia dan Denmark. Namun, ketika manfaat isolasi ketat dirasakan di Denmark, angka kematian Swedia telah mencapai lebih dari 88 orang mati per juta, dibandingkan dengan sekitar 47 mati per juta di Denmark.
Swedia dengan populasi 10 juta, telah mencatatkan 899 kematian akibat Corona. Sementara Denmark, dengan 5,8 juta orang, memiliki 273 kasus kematian akibat Corona. Di seluruh dunia, menurut data yang dihimpun Universitas Johns Hopkins, virus mematikan tersebut telah menginfeksi 1,8 juta orang dan menewaskan 114.000.
Setelah lonjakan tajam dalam jumlah kematian pasien Corona di Swedia, Perdana Menteri Stefan Lofven mengusulkan undang-undang darurat yang memungkinkan penutupan cepat tempat-tempat umum dan transportasi jika diperlukan. Lofven juga memperingatkan warga untuk mempersiapkan kemungkinan hingga ribuan kematian.