Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly telah menepis anggapan bahwa dia membebaskan para koruptor dari bui lewat isu virus Corona yang mengemuka. Yasonna mengatakan kebijakannya ditujukan untuk membebaskan para narapidana yang berjejalan di sel overkapasitas.
"Sekadar untuk tahu kondisi lapas penghuni laki-laki dan penghuni perempuan, just to get a picture. It's against humanity (lihatlah fotonya. Ini bertentangan dengan nilai kemanusiaan) !" kata Yasonna kepada wartawan, Minggu (5/4/2020).
Pertimbangannya, untuk membebaskan narapidana dari lembaga pemasyarakatan (lapas) yang kelebihan penghuni adalah kemanusiaan. Dia mengatakan kebijakan serupa sudah diambil Iran dengan membebaskan 95 ribu napi, 10 ribu diantaranya diampuni, juga Brasil yang membebaskan 34 ribu napi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hanya orang yang sudah tumpul rasa kemanusiaannya dan tidak menghayati Sila Ke-2 Pancasila yang tidak menerima pembebasan napi di lapas overkapasitas. Ini sesuai anjuran Komisi Tinggi PBB untuk HAM, dan Sub-Komite PBB Anti-Penyiksaan," ujar Yasonna.
Usulan mengenai pembebasan napi koruptor berusia di atas 60 tahun di tengah pandemi virus Corona ini mengemuka ketika Yasonna hadir dalam rapat bersama Komisi III DPR melalui telekonferensi, 1 April 2020. Setidaknya ada 35 ribu narapidana yang akan dibebaskan berdasarkan Permenkum HAM Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menkum HAM Nomor 19.PK.01.04 Tahun 2020. Napi yang bebas berdasarkan aturan itu hanyalah napi pidana umum dan napi anak-anak.
Meski demikian, Yasonna menilai ada beberapa jenis pidana yang tidak bisa dilepaskan karena terganjal aturan dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Yasonna menyebut dengan merevisi PP itu ada sejumlah kriteria napi yang mungkin bisa dibebaskan.