Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, menolak membuat tempat karantina khusus bagi para perantau yang mudik ke kampung halamannya. Yuni yang berprofesi sebagai dokter ini berpendapat kebijakan melakukan karantina terhadap pemudik sangat berisiko jika dilakukan tanpa persiapan yang matang.
"Manajemen karantina itu sangat berisiko. Kenapa? Karena karantina harus 14 hari. Artinya kita harus menyiapkan 14 tempat berbeda, semuanya dengan fasilitas yang baik," ujar Yuni saat dihubungi detikcom, Minggu (5/4/2020).
Yuni mengatakan karantina tidak bisa dilakukan dengan hanya mengumpulkan para pemudik di lokasi tertentu. Sebab, tindakan tersebut justru menaikkan potensi penyebaran virus Corona atau COVID-19.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasalnya, virus Corona memungkinkan pengidapnya menjadi carrier meski yang bersangkutan tidak menunjukkan keluhan seperti demam dan batuk. Dikhawatirkan, karantina justru membuat pemudik yang sehat tertular.
"Ilustrasinya seperti ini, misal tanggal 4 April datang 60 pemudik, kita karantina di gedung SMS (Sasana Manggala Sukowati). Tanggal 5 April datang 30 pemudik, kita karantina di gedung Kartini. Tanggal 7 April datang lagi 100 orang masuk karantina di mana lagi? Tidak mungkin kita jadikan satu dengan yang datang tanggal 4 April," terang Yuni.
Yuni menyebut masing-masing pemudik yang dikarantina memulai hitung mundur selama 14 hari untuk membuktikan mereka sehat. Jika belum genap 14 hari mereka sudah dicampur dengan pemudik baru, maka hitung mundur ini harus dimulai dari awal. Belum lagi jika mempertimbangkan kondisi psikis para pemudik terutama jika lokasi karantina minim fasilitas pendukung.
"Berarti harus ada 14 tempat (karantina), dengan fasilitas yang baik. Bisa saja kita tempatkan di gedung SD misalnya, tidak ada TV, tidak ada kamar mandi yang layak. Justru akan membuat yang dikarantina stres. Coba dipikirkan, tidak hanya karantina macam daerah yang lain," tutur Yuni.
Yuni mengaku berpikir ekstra keras untuk mencari solusi menghadapi gelombang pemudik, terutama hingga saat ini Presiden Joko Widodo belum mengeluarkan aturan tegas untuk melarang orang mudik. Menurut Yuni, dibandingkan opsi untuk menyiapkan tempat karantina khusus bagi pemudik, pihaknya memilih menyiagakan Satgas COVID-19 di desa, untuk memastikan para pemudik melakukan karantina mandiri.
"Karena aku dokter aku tahu yang harus dilakukan. Karantina mandiri dengan diawasi satgas COVID desa akan lebih efektif, sepanjang kami bisa membuat semua desa siaga, konsisten dan komitmen. Semoga semua bisa memahami ini dan bisa mengambil kebijakan yang tepat," harap Yuni.