Keputusan otoritas China untuk memberlakukan lockdown terhadap kota Wuhan, yang merupakan titik nol dari pandemi virus Corona (COVID-19), dinilai mungkin telah mencegah lebih dari 700 ribu kasus baru dengan menunda penyebaran virus tersebut.
Seperti dilansir AFP, Rabu (1/4/2020), analisis tersebut disampaikan oleh para peneliti di China, Amerika Serikat (AS) dan Inggris dalam sebuah jurnal sains terbaru.
Disebutkan oleh para peneliti itu bahwa langkah-langkah pengendalian drastis yang diambil China dalam 50 hari pertama saat virus Corona mewabah, dinilai telah memberikan waktu yang cukup bagi kota-kota lain di negara itu untuk bersiap dan mempersiapkan pembatasan tersendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peneliti Oxford, Christopher Dye, yang merupakan salah satu penyusun laporan analisis ini, menyebut bahwa saat hari ke-50 virus Corona mewabah -- atau pada 19 Februari -- sudah ada 30 ribu kasus terkonfirmasi di wilayah China daratan.
"Analisis kami menunjukkan bahwa tanpa larangan perjalanan yang diberlakukan di Wuhan dan tanpa tanggap darurat nasional, akan ada lebih dari 700 ribu kasus COVID-19 yang terkonfirmasi di luar Wuhan pada tanggal itu," sebut Dye seperti tertulis dalam keterangan pers.
"Langkah pengendalian yang diambil China tampaknya berhasil memutus rantai penularan secara sukses -- mencegah kontak antara orang-orang yang bisa menularkan dan orang-orang yang rentan," imbuhnya.
Dalam analisisnya, para peneliti menggunakan kombinasi dari laporan-laporan kasus, informasi kesehatan publik dan pelacakan lokasi telepon genggam untuk menyelidiki penyebaran virus Corona. Disebutkan oleh Profesor Biologi dari Pennsylvania State University, Ottar Bjornstad, bahwa pelacakan telepon genggam memberikan aliran data baru yang 'menarik'. Bjornstad juga ikut dalam penyusunan laporan analisis ini.
Kerangka waktu yang dipelajari tim peneliti ini fokus pada liburan Tahun Baru Imlek -- musim liburan terbesar di China. "Para peneliti dapat membandingkan pola perjalanan masuk dan keluar Wuhan selama wabah terjadi, dengan data telepon genggam dari dua festival musim semi sebelumnya," sebut Bjornstad.
"Analisis ini mengungkapkan sebuah pengurangan luar biasa dalam pergerakan menyusul diberlakukannya larangan perjalanan pada 23 Januari 2020. Berdasarkan data ini, kita juga bisa mengkalkulasi kemungkinan pengurangan dalam kasus-kasus terkait Wuhan di kota-kota lain di seluruh China," imbuhnya.
Permodelan yang dilakukan para peneliti ini menunjukkan bahwa lockdown terhadap kota Wuhan telah menunda masuknya virus Corona di kota-kota lain di China, sehingga bisa memberikan waktu untuk bersiap, seperti dengan melarang acara berkumpul di tempat umum dan penutup tempat hiburan, serta langkah lainnya.
Nyaris separuh dari manusia di dunia kini diminta tetap di rumah untuk membatasi penyebaran virus Corona dan lockdown mulai menjadi hal yang normal. Namun saat otoritas China pertama memberlakukan lockdown terhadap Wuhan lebih dari dua bulan lalu, keputusan itu dipandang sebagai langkah dramatis.
Kini, dengan pembatasan di Wuhan dan sekitarnya mulai dicabut secara bertahan dan kehidupan mulai menjadi normal, yang menjadi pertanyaan bagi China -- dan negara-negara lain di dunia -- adalah apa yang terjadi jika pergerakan orang-orang kembali normal.
"Kami sangat sadar bahwa penularan warga atau penularan impor bisa memicu kebangkitan penularan," sebut Associate Profesor Epidemiologi pada Beijing Normal University, Huayu Tian, yang turut menyusun laporan analisis ini.