Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengeluarkan fatwa bahwa korban meninggal dunia karena virus corona atau COVID-19 statusnya syahid fil akhiroh. Perlakuan atas jenazah pasien Covid-19 muslim sama dengan yang lainnya, yakni wajib dimandikan, dikafani, disholatkan, dan dimakamkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lembaga Bahtsul Masail PBNU mengeluarkan panduan tentang Fiqih Pemulasaraan Jenazah Pasien Covid-19 atau virus corona. Jenazah pasien Covid-19 harus dimandikan dengan menggunakan peralatan yang bisa mencegah penularan penyakit tersebut.
Begitu juga saat memandikan jenazah pasien Covid-19, harus dilakukan oleh orang profesional atau petugas kesehatan. Ketika memandikan, petugas harus melindungi diri dengan alat pelindung kesehatan, yakni: sarung tangan, masker dan disinfektan agar tak tertular virus corona dari jenazah.
"Setelah dimandikan, jenazah pasien Covid-19 dibungkus kain kafan kemudian dibungkus sejenis plastik sehingga tidak mudah tercemar," demikian tertulis dari hasil bahtsul masail Lembaga Bahtsul Masail PBNU tentang Fiqih Pemulasaraan Jenazah Pasien Covid-19 atau virus corona yang dikutip detikcom, Selasa, 24 Maret 2020.
Hasil keputusan tersebut ditandatangani oleh Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU KH. M. Nadjib Hassan dan Sekretaris Sarmidi Husna. Ikut sebagai Tim Perumus antara lain: KH. Afifuddin Muhajir, KH. Ahmad Ishomuddin, KH. Miftah Faqih, KH. Solahuddin Alayubi, KH. Abdul Ghafur Maimun, KH. Afifudin Dimyathi, KH. M. Najib Hassan, KH. Azizi Hasbullah, KH. Abdul Moqsith Ghazali, KH. Mahbub Ma'afi, KH. Asnawi Ridwan, KH. Najib Bukhari, KH. Darul Azka, dan KH. Sarmidi Husna.
Berikut ini tata cara memandikan jenazah pasien corona atau Covid-19:
a. Jika menurut ahli memandikan jenazah Covid-19 dengan cara standar tersebut masih membahayakan bagi yang memandikan atau penyebaran virusnya, maka jenazah tersebut boleh dimandikan dengan cara menuangkan air ke badan jenazah saja, tanpa dalku (digosok).
Sebagaimana penjelasan dalam al-Fiqh 'ala al-Madzahib al-Arba'ah berikut:
أَم َّاإِنْكَانَلاَيَنْقَطِعُبِصُبِّالْمَاءِفَلاَيُتَيَم َّمُبَلْيُغْسَلُبِصُبِّالْمَاءِبِدُوْنِدَلْكٍ.
Adapun jika (tidak dikhawatirkan) akan rontok bila sekedar dituangi air, maka tidak boleh ditayamumi, namun harus dimandikan dengan cara dituangi air tanpa digosok" (Abdurrahman al-Juzairi, al-Fiqh 'ala al-Madzahib al-Arba'ah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), Jilid I, h. 476)
b. Jika hal itu tidak bisa dilakukan juga, maka boleh tidak dimandikan dan diganti dengan ditayamumkan.
Berdasarkan keterangan dalam kitab al-Fiqh 'ala al-Madzahib al-Arba'ah:
وَيَقُوْمُ الت َّيَمّمُ مَقَامَ غَسْلِ الْمَيِّتِ عَنْ فَقْدِ الْمَاءِ أَوْ تَعَذّرِ الْغَسْلِ كَأَنْ مَاتَ غَرِيْقًا وَيُخْشَى أَنْ يَتَقَط َّعَ بَدَنُهُ إِذَا غُسِلَ بِدَلْكٍ أَوْ يُصَب َّ الْمَاءُ عَلَيْهِ بِدُوْنِ دَلْكٍ.
Dan tayamum dapat menggantikan memandikan mayit karena tidak ada air atau karena tidak dimungkinkan dimandikan, semisal orang mati tenggelam dan dikhawatirkan tubuhnya akan rontok jika dimandikan dengan digosok atau jika dituangi air tanpa digosok" (Abdurrahman al-Juzairi, al-Fiqh 'ala al-Madzahib al-Arba'ah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), Jilid I, h. 476)
c. Dan jika hal itu juga tidak dapat dilakukan karena dalam kondisi darurat, maka jenazah boleh langsung dikafani dan disholati, tanpa dimandikan atau ditayamumkan. Karena kondisi darurat atau sulit tersebut, maka boleh mengambil langkah kemudahan (al-masyaqqoh tajlibut taisir).
Terkait protokol atau teknis mengkafan jenazah pasien Covid-19 atau virus corona secara ekstra dan pemakamannya, PBNU menekankan harus mengikuti arahan dari para ahli medis.
(erd/lus)