Pemerintah pusat telah menyampaikan data kasus COVID-19 pada hari ini. Ternyata ada perbedaan angka dalam data yang disampaikan pemerintah pusat dengan data pemerintah provinsi. Kok bisa beda?
Data terkait virus Corona disampaikan oleh juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, Achmad Yurianto (Yuri), Jumat (20/3/2020) sore.
Data yang disampaikan memuat jumlah kasus positif COVID-19, jumlah kematian kasus positif COVID-19, dan jumlah kesembuhan kasus positif COVID-19. Angka-angka dibagi berdasarkan pengelompokan per provinsi, dengan total 17 provinsi dan kategori 'dalam proses investigasi'. Data dikumpulkan pemerintah pusat hingga Jumat (20/3) pukul 12.00 WIB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun ada perbedaan data pemerintah pusat dengan data pemerintah provinsi yang disampaikan lewat situs web tiap provinsi.
![]() |
Data pemerintah pusat menyebut jumlah kasus positif COVID-19 yang meninggal dunia di Banten ada 1 orang. Namun data Pemprov Banten yang ada di situs infocorona.bantenprov.go.id pukul 16.00 WIB mengumumkan jumlah kasus positif COVID-19 yang meninggal ada 3 orang.
![]() |
Data pemerintah pusat menyebut jumlah kasus positif COVID-19 yang meninggal dunia di DKI Jakarta ada 18 orang. Namun data Pemprov DKI di situs corona.jakarta.go.id pukul 16.00 WIB mengumumkan jumlah kasus COVID-19 yang meninggal ada 19 orang.
![]() |
Data pemerintah pusat menunjukkan jumlah kasus positif COVID-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebanyak 4 kasus. Padahal, Yuri, dalam siaran langsung akun YouTube BNPB Indonesia pada Kamis (19/3) kemarin, menyatakan ada 5 kasus di DIY. Bagaimana mungkin hitungan kasus positif COVID-19 di DIY bisa berkurang? Menurut kebiasaan penghitungan umum di dunia, data positif COVID-19 tidak akan dikurangi jumlahnya sekalipun ada pasien yang sembuh atau meninggal dunia.
Soal perbedaan data antara pemerintah pusat dengan pemprov, Yuri menjelaskan bahwa pengelompokan per provinsi dalam data yang disampaikannya itu berdasarkan lokasi rumah sakit tempat pasien dirawat atau meninggal dunia, bukan berdasarkan alamat KTP pasien. Keruan saja, data pemerintah pusat dan pemprov terlihat tidak sinkron.
"Kalau saya menghitung berdasarkan lokasi rumah sakit. Ada pula yang meninggal di Jakarta tapi dimakamkan di Bogor, tapi saya tetap menghitung dari rumah sakitnya, yakni dari basis spesimen yang diambil rumah sakit," kata Yuri dalam penjelasannya, Jumat (20/3/2020).
(dnu/tor)