Jakarta -
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), melalui Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa melakukan razia pelanggaran merek di Pasar Tanah Abang. Dalam razia itu, disita puluhan baju gamis 'wakanda' yang melanggar aturan merek.
"Subdirektorat Penindakan dan Pemantauan telah melakukan penindakan terhadap beberapa lokasi toko di wilayah Tanah Abang Blok A, Jakarta Pusat, sehubungan dengan dugaan adanya pelanggaran tindak pidana merek," kata Kepala Subdirektorat Penindakan dan Pemantauan DJKI Kemenkumham Ronald Lumbuun saat berbincang dengan detikcom, Kamis (19/3/2020).
Sidak dilakukan pada ada Selasa (17/3) kemarin. Penyidik PNS menggeledah toko yang diduga telah melanggar merek ALHARAMAIN-VIET, yang terdapat tiga toko di kawasan Tanah Abang Blok A.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Foto: Razia merek baju gamis 'wakanda' (ist.) |
"Kami menyita sejumlah baju gamis atau baju muslim, buku keuangan, nota pembelian, kartu nama dan label baju merek toko, dan tas belanja, pada menggelar olah Tempat Kejadian Perkara di unit pertokoan Tanah Abang Blok A," ujar Ronald.
PPNS sudah memastikan bahwa penindakan ini telah memenuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Ronald Lumbuun mengungkapkan, penindakan pelanggaran merek dilakukan setelah adanya pengaduan dari pemilik hak merek kepada DJKI pada Agustus 2019.
"Sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku dan SOP pada Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa, maka sebelum dilakukannya penindakan ini telah terlebih dahulu dilakukan beberapa giat, yaitu: setelah menerima pengaduan dari pemegang hak merek, maka kami meminta keterangan terhadap ahli dan pelapor," ungkapnya.
Di samping itu PPNS DJKI juga sudah melakukan penyelidikan. Ronald Lumbuun menjelaskan untuk melihat bahwa peristiwa tersebut dapat dilanjutkan, diproses sesuai hukum acara yang berlaku. Setelah itu, PPNS menggelar forum gelar perkara menyimpulkan bahwa pengaduan atas hak merek tersebut layak ditingkatkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan. Selanjutnya, PPNS DJKI juga akan memanggil para saksi dan terlapor.
Sedangkan gelar perkara akan kembali dilakukan untuk memastikan siapa yang paling tepat menurut hukum dimintakan pertanggungjawaban atas peristiwa pidana ini sebagai tersangka.
"Pelanggaran terhadap hak merek bertentangan dengan UU 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis pasal 100 ayat 1 dan 2," kata Ronald menegaskan.
Sebab hal itu berdasarkan UU 20/2016 Pasal 100 ayat 1 tersebut, pelanggaran merek diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan atau denda Rp 2 miliar.
"Sementara jika ayat 2 yang terbukti di pengadilan maka ancaman hukumannya 4 tahun penjara dan atau denda Rp 2 miliar. Namun demikian apabila yang terbukti adalah pasal 102 UU Merek dan Indikasi geografis, maka ancaman hukumannya adalah 1 tahun penjara dan atau Rp200 juta," terang Ronald.
Namun sesungguhnya, kata Ronald, essensi dari Penindakan terhadap dugaan pelanggaran merek dan beberapa penindakan sebelumnya adalah untuk memberi efek jera (deterrent effect) kepada para pelaku, pedagang maupun pengguna merek tiruan agar tidak melakukan atau segera menghentikan perbuatan-perbuatan serupa.
"Penindakan ini juga sekaligus menunjukan wujud konkrit dari komitmen DJKI untuk hadir dalam memberikan perlindungan hukum kepada setiap pemegang Hak Kekayaan Intelektual terdaftar, termasuk namun tidak terbatas pada Hak Merek saja tetapi juga Paten, Hak Cipta, Desain Industri dan lain sebagainya," pungkas Ronald.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini