Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bersama Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri melakukan penangkapan terhadap pengedar narkoba jaringan internasional. Dari penangkapan itu, diperoleh 16 kilogram sabu yang dibungkus menggunakan kemasan teh China Guanyiwang, 8 kilogram sabu dalam kemasan teh China Chinese Pin Wei dan 23 ribu butir ekstasi.
Dirjen Bea Cukai, Heru Pambudi mengatakan, puluhan kilogram narkoba diamankan ketika petugas menangkap dua orang pelaku berinisial RY dan SS. Kedua pelaku itu ditangkap di Dumai, Riau pada Sabtu (7/3).
"Untuk yang kita sampaikan ini berdasarkan informasi intelijen dan kita hubungkan dan kita analisa secara berkelanjutan, kita berhasil melakukan pengintaian dan penyergapan di daerah Dumai. Jadi pada hari Sabtu 7 Maret secara sinergis tadi antara kepolisian, BNN dan Bea Cukai. Operasi ini adalah yang bisa melumpuhkan satu kawanan sindikat itu," ujar Heru di kantor pusat Bea Cukai, Jakarta Timur, Rabu (11/3/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Petugas juga menangkap dua orang pelaku berbeda dengan inisial F dan S di Batam. Keduanya merupakan sindikat pengedar narkoba jaringan internasional Malaysia-Batam-Jakarta.
Dari penangkapan itu, petugas mengamankan satu buah tas berisi lima bungkus warna kuning dan satu bungkus kemasan teh China. Isi kemasan tersebut diduga narkoba jenis sabu.
Selain kasus narkoba, kata Heru, pada Jumat (6/3) Bea Cukai mengamankan 8 truk tronton yang berisi pakaian bekas, ban truk dan karpet di Tol Merak-Jakarta KM 45. Pakaian bekas tersebut dikirim dari Medan, Sumatera Utara untuk tujuan Bandung, Jawa Barat. Heru menduga, pakaian bekas tersebut berasal dari negara yang memiliki empat musim.
"Modus pelaku ini dengan mengangkut barang yang diduga dari luar negeri dengan disamarkan dengan barang lainnya, seolah-olah barang antar pulau," katanya.
Heru merinci, total isi 8 truk tronton itu ada 874 bal pakaian, 118 set ban dan 57 roll karpet. "874 bal, bal itu pakaian yang dipres yang setiap bal isinya tergantung kalau baju sekitar 500 potong. Kalau dia kaos pakaian dalam itu bisa seribu bahkan lebih. Jadi kalau kita asumsikan 874 bal saja maka sebenarnya ini sudah 400 ribu sampai 450 ribu potong," ucapnya.
Heru mengatakan, ratusan ribu pakaian bekas ilegal itu bisa merusak pasar. Oleh karenanya, Bea Cukai melakukan tindakan penangkapan.
"Yang ini bisa mengganggu ekonomi nasional terutama mengganggu industri garmen yang sejenis," ujarnya.
Selain itu, Heru menghubungkan kasus impor baju bekas ini dengan masalah perang dagang (trade war) dan virus Corona. Menurutnya, dengan adanya dua kasus itu, ekosistem produksi sudah terganggu.
"Dan kita tahu bahwa trade war dan Corona virus telah menyebabkan kesulitan bahan baku dan kesulitan produksi. Jangan sampai kesulitan-kesulitan itu ditimpa lagi dengan masuknya ballpress pakaian-pakaian yang justru di negara sana sudah tidak layak jual," katanya.
Heru menerangkan, baju-baju bekas itu sudah dipasangi label harga. Menurutnya, baju-baju bekas tersebut bukan tidak mungkin akan dijual kembali sebagai produk baru.
"Dia diinjek dengan price tag, seakan dia barang baru keluar dari pabrik, jadi kita teliti, kita dalami barang ini akan disetrika. Ketika kita setrika barang ini seperti baru memang. Padahal dia tidak seperti itu," ucapnya.
Meski demikian, untuk kasus dugaan impor ilegal pakaian bekas ini belum ada pemiliknya yang ditangkap. Petugas baru mengamankan sopir dari 8 truk tronton.
Heru mengaku, petugas masih melakukan penyelidikan terkait apakah pemiliknya merupakan pemain baru atau tidak. "Ini yang baru kita mintai keterangan baru sopir, sementara lagi dikembangkan. Tentunya sopir biasanya tidak dalam posisi pemain," katanya.
Heru mengatakan, nilai perkiraan untuk baju bekas ini sebesar Rp 2.622.000.000, untuk 118 set ban sebesar Rp 236.000.000 dan 57 roll karpet senilai Rp 68.400.000.
"Satu lagi di tahun 2020 ini, dari 1 Januari sampai 9 Maret kita telah melakukan 141 kali penangkapan TPT (tekstil dan produk tekstil). Saya kira ini sudah masuk dalam arahan presiden untuk melindungi industri TPT domestik atau nasional," katanya.