'Lembaga Amal' Teroris Muncul dari Solidaritas Jaringan

'Lembaga Amal' Teroris Muncul dari Solidaritas Jaringan

pal - detikNews
Senin, 09 Mar 2020 21:49 WIB
ilustrasi revisi Undang-undang terorisme
Foto: Zaki Alfarabi
Jakarta -

Pengadilan Singapura menghukum tiga warga negara Indonesia atas pelanggaran mengirim donasi pada "lembaga amal" di Indonesia. "Lembaga amal" ini disebut berafiliasi dengan kelompok teroris. Mereka bernama Anindia Afiyantari, Retno Hernayani, dan Turmini.

Anindia diputus bersalah dalam sidang pada 5 Maret 2020 dengan masa hukuman 24 bulan penjara. Sementara Retno dan Turmini diputus bersalah pada 12 Februari 2020, dengan masa hukuman masing-masing 18 bulan dan 48 bulan penjara, potong masa tahanan.

The Straits Times (ST) melaporkan ketiganya sudah menjalani masa tahanan sejak September 2019 lalu. Mereka ditahan karena melanggar Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri (ISA) Singapura. Menurut ST, tiga buruh migran mulai bersentuhan dengan kelompok teroris terjadi melalui media sosial.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kasus Tumini misalnya, yang berkenalan dengan Edi Siswanto lewat Facebook. Edi membujuk perempuan yang sudah bekerja di Singapura sejak 2012 itu dengan iming-iming surga. Jika ingin mendapat tempat di surga, Tumini harus membantu organisasi seperti ISIS dan JAD.

Tumini akhirnya meminta tolong majikannya mengirimkan uang sebesar SGD 1.216,73 ke rekening Edi yang juga pengurus "lembaga amal" yang bernama Aseer Cruee Centre (ACC). Pada majikannya, Tumini mengaku Edi alias Zubair yang berada di Indonesia adalah keluarga dekat.

ADVERTISEMENT

Pengamat terorisme Hasibullah Satrawi mengatakan "lembaga amal" muncul dari konsep solidaritas internal jaringan kelompok. Jaringan ini memiliki prinsip loyalitas dengan sesama anggota jaringan, sekaligus memutus hubungan dengan orang di luar kelompok.

"Kalau ada anggota jaringan yang ditangkap, maka jaringan itu pula yang mengumpulkan dana solidaritas untuk mencukupi kebutuhan keluarga anggotanya itu. Kalau di jaringan ini tidak aneh. Tapi jangan digeneralisir ke semua lembaga amal karena yang menentukan itu jaringannya bukan amalnya," ujar Hasibullah.

Orang-orang yang rela menyumbang lewat "lembaga amal" tersebut menurut Hasibullah pasti telah mengalami proses radikalisasi terlebih dulu."Kalau belum yakin pasti susah keluar uang. Namun putusan pengadilan seperti itu kalau yang lain sedih mungkin mereka justru bersyukur. Karena menunjukkan mereka commit pada nilai-nilai ideologis yang diyakini," katanya.

Sementara hasil penelitian Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (Pakar) menyebut "lembaga amal" ACC berafiliasi dengan Jamaah Ansharul Khilafah (JAK). JAK pernah diberitakan berbaiat pada pemimpin ISIS, Abu Bakar al-Baghdadi di Sempu, Malang pertengahan 2014 lalu.

Pakar juga menyebut salah satu pengurus ACC, Abu Zubair, adalah anggota JAK aktif di Bekasi. Menurut penelusuran Pakar, pengurus ACC tidak hanya aktif memberikan bantuan keuangan dan tempat tinggal kepada keluarga-keluarga napi kasus terorisme (napiter).

Namun, ACC juga aktif mengorganisasi kajian-kajian JAK dan berpartisipasi di dalam kegiatan i'dad atau persiapan jihad. Kegiatan i'dad yang pernah difasilitasi adalah berenang, latihan, bela diri dan memanah.

Semua materi i'dad tersebut mereka lakukan dalam persiapan operasi jihad di luar negeri. "Memang pengurus ACC belum melakukan aksi terorisme secara langsung, akan tetapi ACC ikut aktif menyiapkan personil untuk aksi terorisme di masa depan," tulis Pakar dalam penelitiannya.

Lembaga amal ini juga sempat dikaitkan dengan penangkapan Syahril Alamsyah alias Abu Rara dan Marifah Hasanah. Abu Rara dikenal sebagai penyerang Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di Pandeglang, Banten Oktober 2019 lalu.

Sementara Marifah merupakan pengurus ACC yang ditangkap Detasemen Khusus 88 bersama suaminya, Amiruddin di Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah usai peristiwa penusukan Wiranto. "Penangkapan-penangkapan ini membuat ACC berubah menjadi Alif Infaq & Shodakoh guna membersihkan namanya dari kasus terorisme," tulis Pakar.

Tak hanya ACC, Pakar juga menyebut ada delapan "lembaga amal" lainnya yang punya hubungan khusus dengan kelompok teror baik langsung maupun tidak. Lembaga itu yakni Infaq Dakwah Center (IDC), Baitul Mal Ummah (BMU), Azzam Dakwah Center (ADC), Anfiqu Center, Gerakan Sehari Seribu (GASHIBU), Gubuk Sedekah Amal Ummah (GSAU), RIS Al Amin, dan Baitul Mal Al Muuqin.

"Lembaga-lembaga ini berafiliasi pada Jamaah Ansharud Daulah (JAD)," tulis lembaga yang dipimpin Adhe Bhakti ini. Menurut Pakar lagi, terdapat tiga alasan utama yang melandasi pendirian "lembaga amal" tersebut yaitu alasan ideologis, alasan sosial, dan alasan operasional.

"Mereka ingin mempertahankan keberadaan komunitas mereka yang terancam oleh upaya-upaya deradikalisasi pemerintah. Dalam hal ini, kesembilan lembaga amal tersebut menjadi alat perlawanan mereka terhadap pemerintah."

Perlawanan tersebut dengan cara memberikan tekanan kepada para napiter dan keluarganya untuk tidak berpartisipasi dalam program deradikalisasi. Seringkali tekanan ini disertai dengan ancaman bahwa mereka akan menghentikan pemberian bantuan keuangan kepada keluarga napiter jika napiter masih berpartisipasi dalam program deradikalisasi.

Tekanan tersebut kadang bahkan masuk jauh ke ranah privat para istri napiter. Para istri ini dituntut menceraikan suami mereka karena turut berpartisipasi dalam program deradikalisasi di dalam lapas. "Lembaga-lembaga ini mengganggu program deradikalisasi."

Karena itu menurut Pakar, pemerintah perlu merevisi Undang-undang No. 9 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme dengan menambahkan pasal-pasal baru yang dapat menyasar tindakan pengumpulan dana dan pemberian bantuan keuangan kepada jaringan kelompok teror.

Pemberian bantuan kepada anggota, pendukung, simpatisan, keluarga dan jaringan kelompok teror dapat dipidana. Kegiatan tersebut bertentangan dengan upaya pemerintah dalam program penanggulangan terorisme.

"Jika ada lembaga non-pemerintah atau filantropi yang ingin berpartisipasi dalam pemberian bantuan sosial atau kemanusiaan, maka harus berkoordinasi dengan lembaga pemerintah yang menangani pemberantasan terorisme, yaitu BNPT dan Densus 88."

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads