Fraksi PPP DPR RI tak sepakat jika RUU Ketahanan Keluarga membatasi perempuan berkreasi. Fraksi PPP menyatakan akan mengkaji lebih dalam pasal-pasal dalam RUU Ketahanan Keluarga.
"Mengenai subtansi yang diperdebatkan, memang apa, perlu dikaji lebih mendalam terkait keharusan istri hanya mengurusi keluarga. Itu kan kalau dari kita pakai perspektif kesetaraan gender itu jadi masalah. Seolah-olah menghalangi pihak perempuan beraktivitas di ruang-ruang publik," kata Sekretaris Fraksi PPP DPR, Achmad Baidowi di kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (20/2/2020).
Tak soal hubungan suami dan istri yang direspons Fraksi PPP. Baidowi juga menyoroti soal pasal yang mengharus para penderita penyimpangan seksual melapor ke instansi tertentu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baidowi menilai dasar dari pasal tersebut adalah kesukarelaan. Menurut Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu, mengenai penderita penyimpangan seksual sebagaimana diatur dalam RUU Ketahanan Keluarga menekankan kepada aspek rehabilitasi.
"Nah yang berikutnya terkait dengan LGBT. Itu kan sebenarnya sudah ada pengaturan di undang-undang lainnya. Cuma, saya nggak tahu di sini (RUU Ketahanan Keluarga) sepertinya menekankan lebih kepada fungsi rehabilitasinya yang itu dirahasiakan oleh lembaga layanan sosial," jelasnya.
Baidowi menuturkan bahwa sejak awal Fraksi PPP tidak menjadi pengusul RUU Ketahanan Seksual. Ia mengingatkan, jangan sampai RUU tersebut malah membuat aturan menjadi tumpang tindih.
"Kita kan waktu itu belum melihat naskah akademik dari yang disampaikan. Daripada kita ikutan tanda tangan, tapi tidak tahu subtansi yang diusulkan, PPP lebih fokus mengusulkan RUU yang lainnya," papar Baidowi.
"Soal menjadi perdebatan, itu hal yang biasa. PPP dalam posisi masih mengkaji secara lebih mendalam terkait RUU itu apakah bisa berdiri sendiri atau bisa digabungkan (dengan RUU lainnya)," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, terdapat sejumlah pasal kontroversi dalam draf RUU Ketahanan Keluarga, di antaranya tentang hubungan rumah tangga suami istri. RUU ini dianggap terlalu mencampuri urusan-urusan pribadi suami dan istri. Salah satu contohnya yakni hanya istri yang wajib mengurus rumah tangga.
Soal UU Bisa Diubah dengan PP, Jokowi: Ya, Nggak Mungkin!:
(zak/hri)