Jelang Kongres Partai Demokrat yang rencananya digelar Mei 2020 mendatang, kabar Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersiap-siap turun dari jabatannya mulai santer dibicarakan.
Putra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) jadi kandidat terkuat menerima warisan takhta itu. Belakangan muncul juga wacana menjadikan AHY dan adiknya Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) sebagai dwitunggal menggantikan figur sentral SBY di partai.
Lalu apakah AHY atau Ibas sudah cukup punya kemampuan memimpin partai yang punya 54 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu? Sepak terjang AHY di pentas politik dimulai dari mengiyakan tawaran jadi calon gubernur di Pilkada DKI Jakarta 2017.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Demi pertarungan dengan Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) itu, AHY menyatakan mundur dari dinas militer dengan pangkat terakhir mayor. Sejak itu namanya menyita perhatian panggung politik negeri ini.
Sementara Ibas lebih dulu masuk dunia politik. Pada 2009 dia terpilih sebagai anggota DPR. Saat itu,dia juga mengetuai Departemen Kaderisasi DPP Partai Demokrat.
Dalam kongres 2010, alumnus Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapura terpilih jadi Sekretaris Jenderal. Saat ini, Ibas memegang jabatan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR
Kembali ke AHY, debut politiknya di Pilkada DKI Jakarta tak berakhir manis. AHY dan pasangannya Sylviana Murni kandas di putaran pertama. Meski gagal di Jakarta, pria kelahiran Bandung itu dinilai sudah punya modal politik.
Namanya pun diupayakan terus beredar dalam orbit politik. Agar tak tenggelam, AHY diberikan jabatan sebagai Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat pada Februari 2018.
Peraih penghargaan Adhi Makayasa tahun 2000 sebagai lulusan terbaik Akademi Militer itu dikasih tugas berat yakni memenangkan partai dalam Pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019.
Begitu menduduki posisi Ketua Kogasma, pada saat bersamaan AHY disosialisasikan menghadapi Pemilu 2019. Elektabilitasnya lantas meroket. Bahkan dalam beberapa survei, namanya menjadi kandidat terkuat calon wakil presiden.
Partai Demokrat berupaya melakukan lobi-lobi untuk memasangkan AHY dengan salah satu capres. Akan tetapi sampai saat akhir masa pendaftaran AHY tak kunjung mendapat tawaran. Jokowi memilih Ma'ruf Amin sementara Prabowo memilih Sandiaga Uno.
Belakangan, AHY kemudian digeser ke posisi wakil ketua umum. SBY sendiri belum pernah menyinggung langsung soal siapa yang layak menggantikannya. Namun beberapa hari sebelum melantik putranya sebagai Komandan Kogasma, SBY mengatakan sudah saatnya yang muda tampil di depan.
Saat itu, SBY mengaku mengutip kata-kata AHY. "Biasanya, AHY menyitir kata-kata saya, sekarang saya ingin menyitir kata-kata AHY. Sudah saatnya orang tua 'Tut Wuri Handayani', yang muda di depan. Tentu dengan bimbingan dan bersama-sama orangtua," ujar SBY.
SBY pun menyebut regenerasi merupakan sebuah kodrat dan dan keniscayaan sejarah. "Patah tumbuh hilang berganti. Partai Demokrat tidak mengenal dikotomi tua-muda. Saya yang gagas Partai Demokrat bersama pejuang awal. Secara alamiah akan terjadi regenerasi itu," ujar SBY.
Kepala Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor meyakini jabatan ketua umum partai berlambang bintang mercy itu akan diturunkan pada AHY. "Kelihatannya (jabatan ketum) diestafetkan ke AHY. Timing-nya memang sudah harus begitu," ujar Firman.
Ada beberapa figur dalam partai yang akan kritis pada putusan itu. Namun menurut Firman kekuatan figur itu tak sekuat SBY. "Ya ada nama Marzuki Alie, tapi saya yakin tidak punya pengaruh banyak," kata Firman.
Dengan peluang terbesar di tangannya, Firman menilai AHY harus bekerja keras untuk paling tidak menyamai kapasitas ayahnya. SBY saat mendirikan Partai Demokrat punya jaringan dan pengalaman yang lengkap baik dari militer maupun sipil.
"Dari sisi level jaringan. AHY belum dan tak akan bisa menandingi ayahnya. Begitu pun dari sisi kapasitas individual. SBY seorang jenderal sekaligus intelektual. Sehingga saat modal terbesar AHY adalah trah SBY," ujar guru besar riset LIPI itu.
Firman menganalisis nantinya SBY tetap akan mengawasi jalannya roda partai. Paling tidak dengan memberikan orang-orang kepercayaannya untuk mendampingi AHY sebagai penasihat.
"Yang pasti SBY tidak akan membiarkan anaknya terperangkap dalam gonjang ganjing internal partai," ujar doktor ilmu politik dari University of Exeter, Inggris itu. "SBY akan memastikan situasi partai cukup stabil bagi AHY untuk segera bergerak."
Posisi sebagai Ketum Partai Demokrat juga penting bagi AHY untuk ambisinya di 2024 mendatang. Seperti diketahui, AHY mengakui sedang menyiapkan diri untuk Pilpres 2024. "Pastinya AHY akan dijual oleh Demokrat ke depan. Mengulang success story SBY," ujar Firman.
Penyiapan AHY menggantikan SBY juga tampak sejak diangkat jadi Waketum Partai Demokrat, empat bulan lalu. Peraih gelar master dalam bidang administrasi publik dari Harvard University, Amerika Serikat ini terlihat aktif melakukan safari ke beberapa daerah.
"AHY sudah sibuk konsolidasi," ujar peneliti politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes. Arya berpendapat tidak akan halangan bagi AHY. Mengingat tingkat penerimaan bagi AHY dalam partai sangat tinggi. "Dugaan saya suksesinya akan mulus, resistansinya kecil dan tidak akan ada kompetisi," ujar Arya.
Sama seperti Firman, Arya menduga SBY pasti akan menyiapkan tim pendukung untuk mendampingi anaknya itu memimpin partai. "SBY sadar tentu tidak mudah bagi AHY dalam waktu sangat cepat untuk beradaptasi dengan situasi politik yang dinamis."