Duduk Perkara Polemik Ridwan Saidi soal Kerajaan Galuh

Duduk Perkara Polemik Ridwan Saidi soal Kerajaan Galuh

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Selasa, 18 Feb 2020 17:42 WIB
Ridwan Saidi
Foto: Ridwan Saidi bersama Vasco saat menjelaskan soal Kerajaan Galuh (Baban Gandapurnama)
Jakarta -

Budayawan Ridwan Saidi kembali mengundang kontroversi dengan melontarkan pernyataan yang berbeda soal sejarah kerajaan di Indonesia. Usai menyebut kerajaan Sriwijaya fiktif, kini dia menyatakan Kerajaan Galuh di Ciamis tidak ada. Pernyataannya pun jadi polemik baru.

Polemik bermula dari pernyataan Ridwan soal Ciamis dan Kerajaan Sunda Galuh dalam Video berdurasi 12 menit 31 detik dengan judul 'GEGEER !! TERNYATA KERAJAAN KERAJAAN DI INDONESIA SANGAT DITAKUTI DI DUNIA' yang diunggah akun Macan Idealis 12 Februari 2020.


Akun ini pula yang mengunggah video Ridwan Saidi soal Kerajaan Sriwijaya fiktif. Dalam video terbaru ini, Ridwan Saidi menyebut di Ciamis tidak pernah ada kerajaan.

"Saya mohon maaf dengan saudara dari Ciamis. Di Ciamis itu nggak ada kerajaan, karena indikator eksistensi kerajaan itu adalah indikator ekonomi. Ciamis penghasilannya apa? Pelabuhannya kan di selatan, bukan pelabuhan niaga, sama dengan pelabuhan kita di Teluk Bayur, bagaimana membiayai kerajaan?" ujar Ridwan.

Setelah menyebut tak ada kerajaan di Ciamis, pria yang akrab disapa Babe ini mempertanyakan eksistensi Kerajaan Galuh. Dia bahkan menyebut Galuh memiliki arti brutal.

"Lalu diceritakanlah ada Raja Sunda Galuh. Sunda Galuh saya kira agak keliru penamaan itu, karena Galuh artinya brutal, jadi saya yakin tidak ada peristiwa Diah Pitaloka, wanita dari Sunda Galuh itu dipanggul-panggul dibawa ke Hayam Wuruk untuk dikawinin. Itu yang dikatakan Perang Bubat, sedangkan bubat itu artinya lapang olahraga, bukan nama tempat. Jadi di bubat yang mana dia perang? Juga di Indonesia tidak ada adat perempuan mau kawin dijunjung-junjung dianterin ke rumah lelaki, itu kagak ada, itu tidak Indonesia," tuturnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Polemik 'Galuh Brutal', Warga-Tokoh Minta Ridwan Saidi Sambangi Ciamis:

ADVERTISEMENT


Masyarakat Ciamis dan Sunda tersinggung dengan pernyataan Saidi. Budayawan, kabuyutan, organisasi masyarakat, suporter sepakbola balad Galuh menggelar aksi orasi mimbar bebas di Alun-alun Ciamis, Jumat (14/2), memprotes pernyataan Babe Saidi.

Bupati Ciamis Herdiat Sunarya bahkan menegaskan siap menuntut secara hukum Ridwan Saidi atas polemik tersebut.

"Kita tidak boleh arogan, tidak boleh brutal, kita tuntut secara hukum. Setuju ya semuanya," kata Herdiat di Alun-alun Ciamis, Jumat (14/2/2020).

Beda Versi Soal Kerajaan Galuh

Ketika dikonfirmasi detikcom, Kamis (13/2/2020), Saidi mengaku tidak bermaksud mencemooh sejarah di Ciamis. Dia mengatakan justru mengajak melakukan penelitian terkait sejarah Sunda Galuh.

"Saya enggak punya niatan lain, anak Betawi saya kritik abis-abisan. Ane enggak ada pamaksadan nu aneh-aneh enggak ada (saya tidak bermaksud yang aneh-aneh tidak ada)," ucapnya.


Menurutnya, kata Galuh itu berasal dari bahasa Armenia yang berarti brutal. "Bukan dari saya, masa ngarang, saya enggak bisa ngarang-ngarang dong, yang bener aje," ucap Babe Saidi.

Sementara itu, Budayawan Ciamis Aip Syarifudin menjelaskan ada sejumlah kerajaan di Jawa Barat, yaitu Kerajaan Galuh, Kerajaan Salakanagara, dan Kerajaan Tarumanagara. Ketika Tarumanagara mulai pudar, kemudian muncul dua kerajaan yakni Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh.

Kerajaan Galuh didirikan oleh Wretikandayun pada abad ke-7 Masehi, tepatnya 23 Maret 612 Masehi. Wretikandayun semula berkuasa di daerah Kendan. Kendan termasuk wilayah kekuasaan Tarumanagara. Pada masa Raja Tarusbawa, pamor kerajaan Tarumanagara memudar. Kondisi ini dimanfaatkan Wretikandayun untuk memisahkan Kendan dari Tarumanagara.

Wretikandayun kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke daerah Bojong Galuh, Karangkamulyan, yang merupakan pusat Kerajaan Galuh. Sedangkan Tarusbawa mendirikan Kerajaan Sunda sebagai kelanjutan dari Kerajaan Tarumanagara.

Dua Raja ini lalu melakukan perundingan dan menyepakati bahwa sungai Citarum menjadi batas wilayah dua kerajaan. "Kerajaan Galuh manggung cukup lama dari abad ke-7," ujar Aip Syarifudin kepada detikcom, Sabtu (15/2/2020).


Ridwan Saidi Tak Pakai Referensi dari Indonesia

Babe Saidi mendorong perlunya pembuktian adanya kerajaan di Ciamis. Dia menyebut selama ini para peneliti hanya mengandalkan sumber dari dokumen babad saja.

"Pertama kita balik, yang bilang kerajaan ada di Ciamis harusnya membuktikan. Kan banyaknya babad, kalau dari historiografi, agak sulit membuktikannya kalau lewat babad," kata Ridwan Saidi saat dihubungi, Jumat (14/2/2020).

Dia lantas menyatakan soal perlunya meneliti situs Batu Rompe di Ciamis. Selain itu, dia memakai dasar referensi buku karya Bernard Grun.

"Menurut saya yang harus diangkat dari Ciamis itu situs Batu Rompe. Itu bisa, kuat. Karena membuktikan peradaban baru. Itu menurut Bernard Grun dalam 'The Timetables of History: A Horizontal Linkage of People and Events'. Jadi menurut die, Jawa sama Sumatera telah mengenal teknik pertanian yang maju abad kelima," tutur Ridwan.


Tak hanya memakai buku karya Bernard Grun, dia juga memakai buku karya Claudius dan Josephus.

"Iya bukunya Claudius Ptolemaeus yang 'Geographia', kita pakai dasar-dasar sejarah abad masehi. Dari situ kita hitung, itu kuat. Untuk situs Rompe, 'Historica' karya Josephus kita mesti baca juga. Yang mendasar tiga itu. Untuk membentuk metodologi kita," ujar Ridwan.

"Kita harus penelitian sih, dari buku-buku Indonesia kita nggak bisa pakai. Jadinya pakai buku dari luar," sambungnya.

Dikutip dari laman Goodreads, 'The Timetables of History: A Horizontal Linkage of People and Events' karya Bernard Grun adalah karya yang menerangkan kronologi tujuh ribu tahun momen penting dalam sejarah, agama, sains, dan seni dalam format yang dirancang untuk referensi cepat. Buku ini pertama kali terbit pada 1946.

Bernard Grun sendiri adalah ahli musik. Dia lahir di bagian Ceko dari kerajaan Austro-Hungaria lama, serta pernah mengenyam pendidikan hukum dan filsafat di universitas-universitas Praha dan Wina. Saat itu ia telah menetap di London selama beberapa dekade. Grun hampir sama terkenalnya dengan seorang sejarawan yang memiliki bakat ensiklopedis--punya pengetahuan luas tentang pelbagai hal.

Sementara itu, Josephus, yang disebut Ridwan menerbitkan karya pada abad ke-1 Masehi, hidup enam abad sebelum Sriwijaya berdiri. Josephus merupakan seorang sejarawan Yahudi.

Adapun Claudius Ptolemaeus, yang disebut Ridwan, juga sama, hidup di abad ke-1 Masehi, jauh sebelum Sriwijaya berdiri. Sebagaimana yang tertulis di laman Asosiasi Riset Roman Roads, Claudius Ptolemaeus atau Ptolemy merupakan orang Romawi keturunan Makedonia yang bekerja di Alexandria Mesir pada kuartal kedua abad pertama Masehi. Dia menulis sejumlah risalah, dari soal filsafat hingga geografi.

Untuk diketahui, tiga buku yang dijadikan dasar Ridwan ternyata adalah buku yang juga ia pakai untuk menyatakan Kerajaan Sriwijaya itu fiktif.


Polemik Melebar ke Situs Batu Jaya Kerawang

Polemik soal Kerajaan Galuh belum tuntas, namun sudah melebar. Kini, Babe Saidi menyatakan bila tak ada satupun candi di Situs Batujaya Karawang. Pernyataan ini masih terekam dalam video yang sama soal Kerajaan Galuh.

Menurut Saidi, bangunan yang ada di Situs Batujaya bukan candi Budha yang dibuat zaman Kerajaan Tarumanegara. Candi Jiwa di Situs Batujaya hanyalah makam dari Raman, pengikut Ratu Syeba dari Ethiopia.

Ridwan amat yakin jika di Situs Batujaya tak ada satupun candi. Ia mengaku menukil pernyataan Bujangga Manik dalam naskah Sunda lama, Lalampahan Bujangga Manik. Menurut Ridwan, saat sampai di Batujaya, Bujangga Manik tak menyebut kata candi di sana. Menurut Ridwan Bujangga Manik menyebut situs Batujaya dengan 'Ramaena'.


Saidi mengartikan Ramaena berasal dari kata Raman atau Tuanku Raman. "Bujangga Manik dari abad ke 14 mengatakan jika melewati suatu bangunan yang beliau katakan itu ramanea atau keramanan. Kata dasarnya Raman. Lalu kita bertanya siapa Raman? Kalau kita bicara dengan penduduk, saya 20 tahun lalu bicara dengan penduduk, itu mereka mengatakan Tuanku Raman. Geovani, historian Italia dari abad 15 menyatakan Raman ini adalah rombongan Queen of Syeba," ungkap Saidi.

Ratu Syeba dikenal sebagai ratu legendaris dari Ethiopia. Menurut Ridwan dalam video itu, Ratu Syeba melakukan perjalanan hingga ke Nusantara pada abad ke-2 masehi. Perjalanan jauh itu dilakukan setelah Ratu Syeba diusir dari Ethiopia. Masih menurut Ridwan, Syeba kemudian pergi ke Hindia hingga masuk ke wilayah Sumatera mulai dari Minangkabau, Jambi, Lampung dan akhirnya menyeberang ke Pulau Jawa. Di daerah Batujaya, Karawang, Raman kemudian meninggal.

"Queen of Syeba kan kunjungannya abad ke-2. Dia diusir dari Ethiopia abad ke-2 lalu pergi ke Nikobar Hindia, dia masuk ke Sipiro, dia pergi ke Minangkabau, lanjut ke Jambi, ke Lampung akhirnya menyeberang ke Batujaya Karawang dan berakhir di Cipari," imbuh Saidi.

Pernyataan dan klaim Ridwan bertolak belakang dengan kesepakatan sejumlah arkeolog. Hasil penelitian Balai Arkeologi Jawa Barat menyebut jika di Situs Batujaya terdapat 62 candi dan sejumlah peninggalan lainnya. Saat ini, pemerintah telah menetapkan situs Batujaya sebagai Cagar Budaya Nasional.

Penetapan itu tertuang dalam surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 70/M/2019 tentang Kawasan Cagar Budaya Batujaya Sebagai Kawasan Cagar Budaya Tingkat Nasional. Surat itu diteken Menteri Muhadjir Effendy pada 11 Maret 2019 di Jakarta. Situs Batujaya juga dikenal sebagai salah satu lokasi wisata unggulan Kabupaten Karawang. Setiap tahun situs tersebut rutin dikunjungi umat Budha dari seluruh Indonesia dan dunia.

Halaman 2 dari 4
(dnu/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads