Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan omnibus law belum memasuki tahap pembahasan. Azis berpendapat pembahasan omnibus law lebih tepat dilakukan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR.
"Apakah kita sudah membahas detail pasal per pasal belum? Karena kita masih membahas, masih dalam proses registrasi untuk nanti kita bawa ke rapim (rapat pimpinan), Bamus, paripurna, baru nanti kita kirim ke fraksi dan penetuan itu apakah di Baleg sama saja," kata Azis di kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (17/2/2020).
Azis menyebut pembahasan omnibus law bisa saja dilakukan melalui panitia khusus (pansus). Namun, Pimpinan DPR dari Fraksi Partai Golkar itu menilai pembahasan omnibus law akan lebih komprehensif jika dibahas di Baleg DPR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi kecondongannya, saya lebih condong ke Baleg, karena kapasitas dan kontennya bisa dibahas secara komprehensif, walaupun mekanisme Baleg itu harmonisasi dan sinkronisasi terhadap suatu UU," jelasnya.
Kini publik sedang menyoroti sejumlah pasal dalam omnibus law RUU Cipta Kerja, salah satunya perihal pemberian kewenangan mengubah undang-undang (UU) dengan peraturan pemerintah (PP). Terkait hal itu, Azis menegaskan semua pasal dalam RUU Cipta Kerja masih bisa ubah.
"Nanti. Kan nanti dalam pembahasan aja. Dalam pembahasan kan bisa dibahas. Kan ini bukan rigid, paten. Masih dimungkinkan dilakukan perubahan," ucap Azis.
Menurut Azis, omnibus law sendiri saat ini masih tahap administrasi. Prosedurnya, dibahas dulu di rapim, dijadwalkan untuk dibawa ke rapat paripurna di Bamus. Baru kemudian ditentukan AKD mana yang akan membahasanya.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin keheranan terkait pasal dalam omnibus law RUU Cipta Kerja yang memberikan kewenangan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengubah undang-undang (UU) melalui peraturan pemerintah (PP).
"Wah nggak bisa ini, nggak bisa. Secara hukum normatif, PP nggak bisa ubah UU," kata Azis saat ditemui di gedung MPR/DPR, Senin (17/2).
Simak Video "Di Omnibus Law Jokowi Bisa Ubah UU Pakai PP, DPR: Mungkin Salah Ketik"
(zak/dhn)