"Sejujurnya, saya tidak pernah mengerti kenapa untuk urusan mempercantik diri dan merombak kompleks perkantoran yang sesungguhnya baik-baik saja harus pakai mekanisme," kata Agus via pesan singkat.
Dia menyebut, apa urgensinya pembangunan tersebut? Kenapa untuk urusan mempermak diri pun harus mengeluarkan anggaran rakyat segitu banyaknya?
"Tentu ini akan menjadi ironi kalo diperhadapkan dengan alokasi BTT (belanja tak terduga) yang biasanya dipergunakan untuk bantuan darurat bencana yang besarannya justru diturunkan dari 50 miliar ke Rp 25 miliar," ungkapnya.
Ia menyesalkan hal tersebut. Ia menilai proyek revitalisasi ini dicari-cari. "Lha, saya menilainya seperti ada kesan cari-cari kerjaan saja dari anggaran rakyat saja kok. Pagar masih bagus diganti, enggak ada kolam renang, dibuatkan kolam renang pake air panas dan air dingin segala. Taman dan bunga digeser-geser tempatnya," kritiknya.
Sementara itu komisi 5 meminta anggaran untuk pembelian buffer stock untuk antisipasi korban bencana Rp 10 miliar, hanya dialokasikan anggaran Rp 1,2 miliar. "Padahal buffer stock adalah stok barang yang amat bermanfaat dan dibutuhkan sekali untuk para korban bencana," tambahnya.
Seharusnya, lanjut dia, Gubernur Jabar Ridwan Kamil lebih memprioritaskan hajat hidup masyarakat luas, dibandingkan mempermak bangunan yang sudah bagus sebelumnya.
"Sebelumnya kita ribut juga soal alokasi bantuan untuk warga penerima BPJS PBI yang awalnya akan dikurangi, sebelumnya lagi kita pun minta penambahan untuk alokasi subsidi biaya pengobatan bagi warga pemilik SKTM yang akan berobat di RSUD milik Pemprov, kenapa anggaran itu tidak kita gunakan untuk hal-hal yang jauh lebih bermanfaat untuk kebutuhan rakyat," ucapnya.
Ia kembali berharap gubernur menggunakan anggaran itu dengan baik dan untuk kebutuhan rakyat.
"Sederhana saja, saya berharap daripada anggaran rakyat itu digunakan untuk keperluan diri dan urusan yang menyangkut di sekeliling kita saja, coba pandangannya lebih dijauhkan dan dilebarkan," tandasnya.
Ia menegaskan kewajiban Pemprov itu bukan membuat Alun-alun dan taman serta segala pernak-perniknya yang sifatnya kosmetiksaja. Ada hal yang jauh dari sekedar itu.
"Membangun SMA/SMK Negeri yang belum ada di lebih 200 kecamatan, membangun dan mengembangkan SLB Negeri bagi anak-anak di Jabar yang menderita tuna netra, tuna rungu, tuna grahita jauh lebih mulia ketimbang membuat alun-alun dan taman yang saat malam malah dikhawatirkan menjadi tempat berkumpulnya para tuna susila," pungkasnya.
(err/err)