Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meyakini di era post-truth (pasca kebenaran) saat ini, posisi pers tetap menjadi bagian penting dalam penegakan demokrasi dan supremasi masyarakat sipil. Walaupun hak publik mendapatkan informasi dimanfaatkan buzzer di berbagai media sosial, namun kekuatan pers tetap signifikan dan sulit tergantikan.
"PEW Research Center, lembaga kajian isu sosial, opini publik, dan demografi yang bermarkas di Washington DC, dalam jurnal Publics Globally Want Unbiased News, 2018 memuat hasil survei pers di 38 negara. (Hasilnya) memperlihatkan kondisi pers Indonesia di mata masyarakat masih positif," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Sabtu (8/2/2020).
"Bisa dilihat dari 85 persen responden menyatakan pers Indonesia bekerja independen dalam memberitakan pemimpin dan pejabat negara. Masih unggul dibanding Philipina 83 persen, Vietnam 78 persen, Turki 73 persen, maupun India 72 persen," imbuhnya saat menghadiri puncak perayaan Hari Pers Nasional 2020 (HPN 2020) di Kalsel.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih jauh, Mantan Ketua DPR RI 2014-2019, memaparkan 85 persen responden menyatakan pers Indonesia akurat dalam menyajikan berbagai pemberitaan. Jauh lebih baik dibanding Jerman, Jepang, ataupun Inggris. Serta 89 persen menyatakan pers Indonesia sangat baik dalam melaporkan berbagai kejadian penting lainnya. Mengalahkan Australia, Spanyol, maupun Korea Selatan.
"Ini menunjukkan di hati rakyat Indonesia pers tetap mendapat tempat. Namun bukan berarti pers bisa berpuas diri. Di era post truth saat ini, pers punya tantangan tak ringan. Masyarakat kini lebih suka menerima informasi yang sesuai selera mereka dibanding informasi yang sesuai faktanya," ungkapnya.
"Di sinilah para buzzer mencuri tempat, walaupun informasi yang disampaikan terkadang tak jelas antara fakta atau opini, antara realitas atau manipulasi, namun masyarakat terkadang dengan mudah menelannya sebagai sebuah kebenaran," tambah Bamsoet.
Wakil Ketum Pemuda Pancasila ini menambahkan, di tengah mudahnya masyarakat mendapatkan informasi dari berbagai media sosial maupun teknologi informasi lainnya, pers harus tetap hadir menjadi mercusuar masyarakat mendapatkan informasi yang utuh secara fakta, serta utuh secara etika kejurnalistikan.
"Kesesatan dan ketidakjelasan informasi yang diterima masyarakat bisa membuat situasi sosial tak terkendali. Adu domba, fitnah, dan ujaran kebencian tak bisa dielakkan. Karena itu, sebaiknya masyarakat mencari referensi informasi yang teraktual kepada pers. Bukan kepada buzzer, apalagi sumber gelap yang tak jelas keakuratan informasinya," tegas Bamsoet.
Sebagai orang yang pernah bergelut di dunia jurnalistik, Bamsoet turut senang perayaan HPN 2020 mengambil tema 'Pers Menggelorakan Kalimantan Selatan Gerbang Ibu Kota Negara'. Menunjukkan keberpihakan pers terhadap pembangunan bangsa, yakni pemindahan Ibu Kota Negara sebagai wujud percepatan pemerataan pembangunan nasional.
"Indonesia butuh road map yang memberikan kepastian hukum terhadap keberlanjutan pembangunan dari satu periode pemerintahan ke periode penggantinya, agar tidak ada program yang mangkrak di tengah jalan. Terutama dalam menghadapi rencana pemindahan Ibu Kota Negara. Jika tak diatur secara khusus, bisa jadi periode pemerintahan pengganti Presiden Joko Widodo tidak meneruskan rencana bagus tersebut dan memilih memprioritaskan pembangunan di sektor lainnya," pungkas Bamsoet.
Tonton juga video Tim Hukum DPP PDIP Konsultasi ke Dewan Pers soal Berita Bohong:
(prf/ega)