Desersi Saat Perang Eropa, Prajurit AS Ini Dihukum Mati

Mesin Waktu

Desersi Saat Perang Eropa, Prajurit AS Ini Dihukum Mati

Pasti Liberti Mappapa - detikNews
Jumat, 31 Jan 2020 17:05 WIB
Pasukan Divisi Infanteri ke-28 berbaris di kotas Paris, Prancis (AP)
Pasukan Divisi Infanteri Ke-28 berbaris di Kota Paris, Prancis (Foto: dok. AP)
Jakarta -

Tepat 75 tahun lalu, seorang prajurit Amerika Serikat bernama Edward 'Eddie' Donald Slovik, yang ditugaskan dalam perang melawan tentara Jerman di tanah Prancis, dieksekusi mati karena lari meninggalkan medan perang. Eddie jadi satu-satunya prajurit desertir yang dihukum mati saat itu.

Slovik bergabung dengan Angkatan Darat sebagai wajib militer pada Januari 1944. Dia mendapat latihan dasar kemiliteran di Camp Wolters, Texas. Setelah setengah tahun berlatih, dia dikirim ke Prancis, yang sedang diduduki pasukan Jerman.

Pria keturunan Polandia ini ditempatkan sebagai prajurit pengganti pada Resimen Infanteri Ke-109 pada Divisi Infanteri Ke-28. Hari pertama pertempuran dia dikirim ke garis depan pertempuran di wilayah Elbeuf. Gempuran artileri Jerman menghantam posisi Slovik dan kawan-kawannya tanpa henti. Slovik memilih bersembunyi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah pertempuran mereda, ternyata dia terpisah dari kompinya. Prajurit berusia 24 tahun itu justru bertemu dengan pasukan Kanada, kemudian tinggal di markas pasukan itu. Lebih dari sebulan Eddie terpisah dari kompinya sampai kemudian pimpinan pasukan Kanada memulangkannya.

Kepada komandan kompinya, Slovik mengaku takut bertempur. Dia meminta dipindahkan untuk membantu di garis belakang saja. Permintaannya ditolak. Slovik tetap dikirim ke medan pertempuran.

ADVERTISEMENT

Niat Slovik berhenti bertempur sudah bulat. Dengan nekat dia mundur ke garis belakang dan menyerahkan surat kepada seorang perwira. "Saya mengaku desersi dari Angkatan Darat AS," tulis Slovik seperti yang dikutip majalah American Heritage, Volume 38 tahun 1987.

Dalam surat itu, Slovik menggambarkan ketakutannya saat berada di Elbeuf. "Saya sangat takut dan gemetar. Saya tidak bisa bergerak dan hanya tinggal di lubang perlindungan," katanya. Dia pun mengaku akan terus lari dari medan perang jika tetap dikirim ke garis depan.

Polisi Militer datang, lalu menjebloskannya dalam penjara. Semasa dia dalam tahanan, jaksa militer dan psikiater bergantian datang memeriksa. Jaksa pun sempat menawari Slovik menarik kembali pernyataannya itu. Namun Slovik menolak. Dia pun dijadwalkan menjalani sidang militer pada pertengahan November 1944.

Sembilan orang dipilih jadi hakim sidang itu. Semuanya perwira yang bertugas di garis belakang. Benedict B Kimmelman, seorang perwira berpangkat kapten yang bertugas sebagai dokter, termasuk dalam jajaran hakim itu. Kimmelman mengisahkan kembali kejadian itu dalam artikel yang berjudul 'The Example of Private Slovik' yang dimuat American Heritage.

Kimmelman menuturkan, "Tidak seorang pun dari kami yang pernah bertugas di garis depan atau pernah memimpin pasukan dalam sebuah kontak senjata." Kepada Slovik diberikan seorang pembela seorang perwira muda berpangkat kapten yang bukan seorang pengacara.


Selama persidangan, Slovik, menurut Kimmelman, hanya diam. "Lima saksi didengarkan pernyataannya. Pemeriksaan silang dilakukan secara asal-asalan. Pembela tidak membuat argumen penutup," tulisnya. Semua hakim dalam voting dengan suara bulat memutuskan Slovik bersalah atas semua tuduhan.

Sidang yang berlangsung hanya dalam waktu kurang dari dua jam itu menjatuhkan hukuman Slovik diberhentikan tidak hormat dan akan ditembak mati. "Saat itu tak satu pun dari kami yang menyuarakan keraguan tentang kesalahannya," kata Kimmelman. Soal jalannya persidangan yang sangat cepat, menurut Kimmelman, sangat lumrah saat masa perang.

Hukuman mati itu disetujui Panglima Divisi Infanteri Ke-28 Mayor Jenderal Norman D Cota pada akhir November 1944. Slovik masih berupaya meminta pengampunan kepada Panglima Pasukan Sekutu di Eropa Jenderal Dwight D Eisenhower.

The New York Times menyebut Jenderal Eisenhower sebenarnya enggan memerintahkan eksekusi. Namun sejumlah jenderal membujuknya. Dengan pertimbangan saat itu banyak sekali terjadi desersi menyusul serangan Jerman yang semakin dahsyat. Eksekusi dipandang sebagai solusi agar gelombang desersi berhenti.

Eksekusi akhirnya dilaksanakan pada 31 Januari di sebuah taman bertembok di sebuah perkebunan di Sainte-Marie-aux-Mines, sebuah kota kecil di Prancis bagian timur. Dia dikuburkan di Oise‐Aisne American Cemetery, sebuah pemakaman bagi prajurit yang dieksekusi karena melakukan kejahatan perang, seperti perkosaan.


Istri Slovik, Antoinette Wisniewski, yang berada di AS, tak mengetahui persis kisah kematian suaminya. Sampai suatu ketika William Bradford Huie mewawancarainya saat akan menulis buku 'The Execution of Private Slovik'. Antoinette menghabiskan sisa hidupnya untuk membersihkan nama dan memindahkan makam suaminya.

Selama periode 1 Januari 1942 sampai 30 Juni 1948, sebanyak 2.864 personel Angkatan Darat AS diadili karena desersi. Dari jumlah tersebut, 49 orang dijatuhi hukuman mati. Namun hanya satu orang yang dieksekusi, yakni Eddie Slovik.

Kimmelman, yang akhirnya merasakan langsung dahsyatnya peperangan di garis depan, mengaku menyesal menjatuhkan vonis bersalah. Kimmelman melihat sendiri banyak prajurit, bahkan perwira, yang lari dari medan tempur. Dia sendiri akhirnya ditawan tentara Jerman. Menurut Kimmelman, eksekusi atas Slovik merupakan sebuah ketidakadilan yang bersejarah.

Halaman 2 dari 4
(pal/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads