Pada usianya yang sudah menginjak 70 tahun, Mak Isoh, warga Kampung Babakan RT 02 RW 08, Desa Mekarwangi, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, harus tinggal di rumah panggung yang sudah tidak layak huni. Bahkan rumah tempat Mak Isoh bernaung itu sudah hampir ambruk.
Pantauan detikcom, kondisi rumah berukuran 4x5 meter itu memang memprihatinkan. Dari tiga ruangan, hanya ruang tengah yang masih bisa ditempati.
Bagian pintu masuk hanya ditopang satu engsel. Untuk membukanya tidak bisa langsung, melainkan harus diangkat terlebih dahulu karena bangunan sudah miring, sehingga bagian bawah pintu terhalang lantai kayu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kamar dan dapur juga sudah rusak parah. Tidak ada lagi bilik bambu dan atap yang menghalangi hujan atau teriknya panas matahari.
Di sisi kiri rumah, satu balok kayu dan bambu dipasang sebagai penyangga. Pasalnya, rumah tersebut sudah miring dan hampir ambruk.
Maks Isoh mengaku cukup khawatir dengan kondisi rumahnya kini. Pasalnya, rumah peninggalan suaminya yang telah meninggal 30 tahun lalu itu sewaktu-waktu bisa saja ambruk.
"Emak mah tidur di tengah rumah, ngampar (gelar) karpet. Kamar kan sudah rusak, tidak bisa buat tidur," ungkap Mak Isoh saat ditemui di rumahnya, Kamis (30/1/2020).
Mak Isoh mengaku tidak memiliki uang untuk memperbaiki rumahnya tersebut. Pendapatannya sehari-hari sebagai buruh tani hanya cukup untuk biaya hidup. Bahkan, sejak beberapa hari lalu, dia mengandalkan pemberian cucunya lantaran Mak Isoh sakit dan tidak bisa bekerja.
Anak Mak Isoh, yang kini tinggal bersama suaminya, tidak bisa banyak membantu karena secara ekonomi juga pas-pasan, sehingga dia memilih tetap bertahan di rumah yang tidak layak huni serta mengancam keselamatannya itu.
"Ditenang-tenangin saja, mau gimana lagi. Tapi, kalau hujan, Emak ikut nginep di rumah cucu, di tengah rumahnya. Kan atap rumah Emak bocor," kata Mak Isoh.
Lutfi (45), Ketua RT 02, menjelaskan rumah Mak Isoh rusak sejak beberapa tahun lalu. Dalam dua bulan terakhir, kerusakannya semakin parah.
"Kalau rusak, kayak bilik yang bolong atau yang bocor, sudah lebih dari dua tahun. Kalau miringnya dua bulan. Yang pasang bambu penahannya kebetulan saya, karena khawatir roboh kalau tidak ditahan," ungkap Lutfi.
Menurutnya, Mak Isoh sempat diajukan untuk mendapatkan bantuan rehabilitasi rumah tidak layak huni. Namun, karena biaya angkut harus ditanggung sendiri, Mak Isoh memilih tidak menerimanya.
"Masalahnya di biaya angkut, minimal harus mengeluarkan uang sekitar Rp 1 juta. Itu untuk biaya operasional kendaraan dan tenaga orang yang mengangkut bahan bangunan dari jalan utama ke rumah Mak Isoh. Sedangkan Mak Isoh, untuk kebutuhan sehari-hari saja, pas-pasan," kata dia.
Dia berharap, pemerintah daerah bisa segera memberi bantuan pada Mak Isoh yang tinggal di rumah tidak layak huni tersebut.
"Harusnya, ketika ada bantuan itu hingga ke lokasi rumah, supaya yang mendapat bantuan tidak mengeluarkan uang. Kasihan, apalagi seperti Mak Isoh yang serba-kekurangan," tambahnya.