Menteri Sosial Juliari P Batubara meminta jajarannya untuk mempercantik balai sosial di daerah-daerah. Ia mengkritik penampilan balai rehabilitasi sosial (resos) yang menurutnya monoton dan kurang menarik dipandang mata.
"Saya juga minta Pak Dirjen (Rehabilitasi Sosial) agak sadar gitu loh catnya (balai). Kan ada konsep branding gitu ya, kalau Balai Resos Kemensos apa sih ciri khasnya apa, ada gitu loh. Kalau saya datang, ada tuh Balai (Resos) kayak kantor Polres," kata Juliari yang langsung disusul tawa hadirin, dalam sambutannya pada acara Rapat Kerja Teknis Program Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial di Harris Vertu Hotel, Harmoni, Jakarta Pusat, Selasa (28/1/2020).
Ia bercerita pengalamannya ketika berkunjung ke balai-balai resos. Ia merasa bingung setiap kali berkunjung ke balai resos, warna bangunannya menurut Juliari mirip dengan kantor Polres.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya kan megang handphone di mobil. Pak Setjen samping saya. Saya nengok, 'Kok saya dibawa kantor Polres? Pak Setjen, ini di mana? Kok mirip kantor Polres gitu ini balainya, Pak'," ceritanya.
"Saya bilang 'Pak Setjen, mbok ya warna kantornya jangan kayak kantor Polres, nanti tiba-tiba di depannya ada yanmas (pelayanan masyarakat)," sambung Juliari yang kembali disusul tawa hadirin.
Ia menyarankan jajarannya agar tidak ragu merekrut konsultan untuk mempercantik penampilan balai resos. Menurutnya, kalau perlu bahkan balai resos mempunyai warna khas.
"Nanti hire konsultan atau apa namanya itu, boleh, enggak masalah. Anggarkan konsultan lihat-lihat balai, instalasi, fasilitas kita, mungkin supaya seragam, catnya seragam atau apa, ada ciri khas apa, walaupun usia beda-beda nih, ya minimal catnya gitu," sarannya.
Tidak hanya tampilan luar, isi balai resos menurutnya juga perlu lebih diperhatikan. Terutama menurutnya adalah pendingin ruangan.
"Saya tuh kalau lihat balai (resos) tuh saya tes. Teman-teman eselon 1 tahu, AC-nya. Kalau masuk 'cess', nah oke nih . Tapi kalau peliket, enggak benar nih," ceritanya.
"Karena saya mikir gimana bisa bikin orang benar (dengan) rehab di sini. Kita yang oke-oke aja kepanasan di sini. Kan harus dibikin nyaman dong. Ini kan bagian dari peningkatan kualitas," lanjutnya.
Ia meminta jajarannya tidak perlu khawatir dengan ketersediaan anggaran. Ia menjamin anggaran revitalisasi balai resos bisa didapatkan dari corporate social responsibility perusahaan perbankan pelat merah.
"Saya bilang, 'Pak Dirjen, enggak usah pusing-pusing anggarannya, itu saya kumpulin bank, nanti saya suruh bank beliin AC sebanyak-banyaknya'. Saya ketemu direksi bank BUMN, 'Pak, bantuin kita dong. Anggaran kita kan terbatas. Anggaran segitu-segitunya aja, bisa enggak bantuin, ningkatin fasilitas'. Tinggal kita (Kemensos) yang transparan aja," ujarnya.
Juliari kemudian bercerita, bahwa Indonesia juga mempunyai balai resos termaju pada era 1950-an. Balai resos ialah Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Fisik Prof Dr Soeharso yang terletak di Surakarta, Jawa Tengah.
"Saya kemarin ke Solo, saya bilang ke Kepala Balai, 'Pak Kepala, ini bukan hanya balai ini tempat bersejarah. Bayangkan tahun 1951 orang luar sudah mengunjungi Prof Dr Soeharso Rehabilitation Center. Tahun 51. Kita harus perlahan-lahan kembalikan lagi kejayaan itu," ujarnya dengan semangat.
Ia juga menyarankan jajarannya untuk berkunjung ke negara-negara maju untuk melihat pengelolaan balai resos di sana. Kemudian tim tersebut diharap dapat mencontoh pengelolaan balai resos di sana untuk diterapkan di Indonesia.
"Kalau perlu kirim tim tuh ke Jepang atau ke mana. Lihat rehab center di sana kaya gimana sih. Minimal ada gambaran seperti itu. Kirim tim berapa orang. Lihat, catat, foto-foto terus bandingkan dengan kita, kita di sini tahapannya seperti apa," saran Juliari.