Permakaman di salah satu sudut di Bekasi, Jawa Barat dikenal sebagai kuburan China. Uniknya, meski dikenal sebagai tempat peristirahatan terakhir etnis Tionghoa, namun terbaring juga jasad dari berbagai agama dan suku.
detikcom mengunjungi Permakaman Teluk Buyung di Jalan Perjuangan, RT 2/RW 1, Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (24/1) siang. Akses jalan di permakaman tampak becek bekas guyuran hujan.
Pada bagian depan, terlihat berbagai macam makam. Mayoritas yang terlihat adalah makam penganut agama Budha etnis Tionghoa. Makam itu dipermak sedemikian rupa. Ada yang disediakan tempat duduk, ada pula yang ditambah naungan berupa atap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arsitektur makam etnis Tionghoa sangat khas, yakni terdapat tempat membakar kertas pada sisi kiri atau kanan makam. Selain itu juga tampak tonggak Dewa Bumi pada tepi makam dan meja persembahyangan di depan batu nisan.
Di batu nisan, tertulis jelas nama, tanggal lahir, hingga tanggal wafat. Lalu juga ditulis nama anak hingga cucu-cucu mendiang.
"(Arsitektur makam tergantung) keinginan keluarga. Ngadep mana segala macem. Ada yang dinaungi, ada yang pagar," kata Kepala Pengurus Makam Teluk Buyung, Asep Supriyanto.
Asep mengatakan terdapat sekitar 3000 kuburan di permakaman Teluk Buyung. Luas lahan mencapai 9 hektare.
Simak Video "Seru! Jelang Imlek, Ada Atraksi Akrobat Kelas Dunia dari China"
Meski tidak terafiliasi dengan satu etnis manapun, namun, permakaman Teluk Buyung selalu terpatri di benak warga Bekasi sebagai kuburan Cina. Hal itu dikarenakan mayoritas jasad yang dikuburkan yakni beretnis Tionghoa. "Mayoritas memang Tionghoa," kata Asep.
Nyatanya, tidak hanya etnis Cina saja yang disemayamkan, namun juga jasad-jasad dari berbagai suku dan agama. Mulai dari agama Islam, Nasrani, Hindu hingga suku Batak, Jawa, Sunda, dan sebagainya.
Tampak beberapa makam umat Muslim terselip di antara makam Tionghoa. Makam-makam muslim tersebut tidak hanya terpusat di satu titik, melainkan tersebar.
Beberapa bangunan makam umat Muslim terlihat diberi atap, ada pula yang dikeramik. Dari 3.000 makam di Permakaman Teluk Buyung, hanya terdapat belasan makam muslim. Begitu pula makam dari agama Nasrani dan Hindu.
"(Makam) Muslim ada 11 di sini," kata Asep.
Meski terdiri dari berbagai suku dan agama, namun rasa saling menhormati tetap terjaga. Hidup rukun terus digalakan di antara pengurus hingga pelayat makam.
Tidak ada catatan yang menyebut kapan Permakaman Teluk Buyung didirikan. Sejarah yang terbentuk hanya dari cerita-cerita tetua. Pengurus makam memperkirakan usia permakaman itu mencapai ratusan tahun. Hal itu disimpulkan dari batu nisan pada sejumlah makam yang tanggal wafatnya tertera ratusan tahun silam.
"Ada yang (wafatnya) 1911" ucap Asep.
Menjelang Imlek, beberapa warga dengan mengunjungi makam keluarganya. Sudrajat bersama adik dan kakak kandungnya memanfaatkan momen dengan mengunjungi makam ibundanya. Meski hujan kembali mengguyur, Sudrajat dan keluarga tetap menjalankan tradisi dan sembahyang dengan khusyuk.
![]() |
Ia terlihat membakar sejumlah kertas bewarna kuning ke dalam tempat pembakaran di sisi kiri makam ibunya. Asap tebal menyelimuti makam ibunda Sudrajat. Sesekali Sudrajat memejamkan mata dan berdoa untuk ibundanya. Terdapat dupa, buah-buahan, hingga air mineral di depan batu nisan ibunda Sudrajat
"Sembahyang biasa aja kita cuma pengiriman jasa, berupa ini tradisi pertama. Permohonan pertama ke Dewa Bumi-nya, untuk bahasanya membukakan pintu supaya jasa yang dikirimkan dalam bentuk materi maupun doa itu tersampaikan ke beliau yang dituju," kata Sudrajat.