Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Bandung Yusuf Umar menjelaskan asal usul wacana pengaturan teks khotbah Jumat di Bandung. Yusuf menyebut wacana itu merupakan inovasi sendiri bukan instruksi Menteri Agama Fachrul Razi.
"Pak Menteri kan melakukan kunjungan ke Abu Dhabi, lalu saya terinspirasi," ucap Yusuf kepada detikcom, Kamis (23/1/2020).
Yusuf mengatakan atas cerita dari Menag itulah dirinya mewacanakan untuk mengatur juga teks khotbah khususnya untuk salat Jumat. Namun wacana yang belum direalisasikan itu justru menuai penolakan sejumlah pihak.
Atas dasar itu, Yusuf mengambil keputusan untuk menunda terlebih dahulu wacana tersebut. "Saat ini ditunda dulu," kata Yusuf.
Yusuf mengatakan wacana pengaturan teks khotbah ini dilakukan guna mencegah paham radikalisme berkembang. Namun karena ditunda, pihaknya akan melanjutkan program pembinaan yang selama ini sudah dilakukan.
"Yang paling utama bagaimana Bandung tetap kondusif, aman, nyaman dan dapat melaksanakan ibadahnya. Serta masyarakat terhindar dari paham radikalisme dan intoleransi," katanya.
Menag Fachrul Razi juga sebelumnya membantah telah memberikan instruksi terkait pengaturan teks khotbah. Dia menegaskan hanya bercerita soal kunjungannya ke Abu Dhabi.
"Enggak ada. Saya cerita yang ada di Saudi. Apa yang ada di negara-negara Arab. Tapi kita belum pernah mengadakan perubahan apapun. Kita kan bagus kalau kita mau melakukan sesuatu, kita melihat orang lain gimana. Oh di Saudi, begini, di Emirat Arab begini. Apakah kita akan ubah? Saya nggak pernah bilang untuk mengubah kok," kata Fachrul di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2020).
Sebelumnya, Kemenag mewacanakan untuk mengatur teks khotbah salat Jumat di masjid-masjid Kota Bandung. Namun wacana ini banyak mendapat penolakan.
Salah satunya dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat. Sekretaris MUI Jabar Rafani Achyar menilai wacana itu dapat menimbulkan reaksi di masyarakat.
"Kalau maksudnya itu menyeragamkan apalagi sampai menyediskan teks umpamanya, ini menurut saya tidak bagus. Bahkan berpotensi mengundang reaksi yang menimbulkan keriuhan juga," ucap Rafani kepada detikcom via sambungan telepon, Rabu (22/1/2020).
Lebih jauh, Rafani menilai bila aturan itu dilaksanakan, hal ini justru bakal mengekang kebebasan masyarakat. Menurutnya, hal itu dapat berujung pada hak asasi manusia.
"Karena kalau penyeragaman, kalau diseragamkan apalagi teks sama itu artinya sama dengan mengekang kebebasan beragama. Nanti orang mengait-ngaitkan dengan hak asasi. Kan hak asasi harus mengakui kebebasan beragama," kata dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simak Video "Ngeri! Mobil Lindas Pria di Bandung, Lalu Melesat Pergi"
(dir/ern)