Sejatinya, agenda sidang perkara yang teregistrasi Nomor 78/PUU-XVII/2019 ini adalah mendengarkan keterangan DPR dan Pemerintah. Namun, DPR berhalangan hadir dan Pemerintah meminta waktu untuk menyiapkan keterangan atas permohonan yang dimohonkan oleh PT Nadira Intermedia Nusantara.
"Kuasa Presiden meminta waktu lagi. Oleh karena itu, sidang ditunda pada Selasa, 4 Februari 2020 pukul 11.00 WIB dengan agenda mendengar keterangan DPR dan Pemerintah," ujar Ketua MK Anwar Usman sebagaimana dilansir website MK, Rabu (22/1/2020).
Pada sidang terdahulu, Pemohon mendalilkan Pasal 32 ayat (1) jo. Pasal 48 ayat (1) UU ITE dan Pasal 25 ayat (2) huruf a jo. Pasal 118 ayat (1) UU Hak Cipta yang dinilai bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3) dan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945. Pemohon sebagai lembaga penyiaran telah memproses izin kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dan telah mendapatkan rekomendasi kelayakan yang dikeluarkan KPI Pusat dengan rekomendasi Nomor 004/RK-JKT/KPI/2011 tertanggal 15 Maret 2011.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Sayonara Sang Negarawan Hakim MK Palguna |
Sebagai lembaga penyiaran berlangganan (LPB), Pemohon diberikan izin oleh Menkominfo melakukan usaha dengan menyediakan channel premium kepada pelanggan dan bukan menjual channel free to air pada pelanggan. Sehingga, siaran melalui channel premium tersebut hanya dapat dinikmati oleh pelanggan Pemohon.
Akan tetapi, tindakan Pemohon ini dilaporkan oleh PT MNC Sky Vision. Akibatnya Pemohon mendapati kasus hukum dan ditetapkan sebangai tersangka dan telah ditetapkan pula sebagai terdakwa dan tengah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Ini Alasan Mengapa UU ITE Disebut-sebut Sebagai "Pasal Karet", Simak Videonya:
(asp/mae)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini