Terowongan ini diperkirakan dibangun bersamaan dengan Pabrik Gula Cokrotulung. detikcom mencoba menjelajah terowongan tersebut mulai dari halaman rumah inisiator penemu terowongan, Danang Heri Subiantoro (53).
Di halaman rumah Danang di RT 17 RW 5 Dusun Cokro Kembang terlihat ada lubang galian berukuran sekitar 5x4 meter. Lubang galian itu diberi garis kuning agar tak sembarang orang masuk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada dua tanggga besi di lubang untuk memasuki terowongan. Saat turun menapaki anak tangga aroma tanah tercium menyengat. Lubang seukuran tubuh orang dewasa itu hanya bisa dimasuki satu orang. Saat menuruni tangga masuk ke kedalaman tanah sekitar 6 meter, akan ditemui dinding berupa tanah maupun bongkahan batu dan batu bata merah yang konon bekas permukiman kuno di masa kolonial.
Sesampainya di dasar lubang, ada lorong setinggi sekitar 2 meter. Lorong itu berdinding batu kali dan beratap batu bata merah. Di sisi kanan lorong terlihat material urukan tanah dan batu yang menutup lorong terowongan tersebut. Sementara saat menengok ke kirim terlihat dua cabang lorong lainnya.
![]() |
Rembesan air hujan di batu-bata itu tak membuatnya keropos. Di salah satu bagian lorong masih terlihat sedimen lumpur yang berwarna hitam setebal sekitar 80 sentimeter. Blower kipas dan peralatan untuk mengeruk sedimen milik warga masih ditinggal di lokasi.
Berjalan ke arah selatan atau mengarah ke pintu yang tembus ke tebing Sungai Pusur, ruangan lorong bakal menyempit. Namun, bagian lorong ini sudah bersih dari sedimen lumpur.
Mendekati ujung terowongan di tebing Sungai Pusur udara segar semakin terasa bertiup. Begitu keluar di ujung lorong gemericik air sungai terdengar jelas. Di luar lorong terdapat rumpun bambu dan hutan di tepi sungai serta rumah-rumah warga di atasnya.
Danang menuturkan lubang di depan rumahnya dibuat sebagai jalan warga untuk membuka akses masuk. Sebab jika masuk dari ujung terowongan di tepi sungai harus merangkak.
"Harus merangkak sebab sedimen tebalnya sekitar 1,7 meter. Sedang tinggi terowongan di ujung 1,9 meter," ungkap Danang.
Danang menjelaskan lorong di bawah halaman rumahnya diduga tertutup material saat diuruk karena ambrol beberapa tahun lalu. Namun, tembok yang di lorong terluas diperkirakan ditutup saat tahun 1940-an.
"Menurut petugas BPCB temboknya tidak sama dengan tembok terowongan. Tapi lorong itu untuk apa dan ada apa di baliknya kami belum tahu," tambahnya.
![]() |
Terpisah, anggota tim Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng Deny Wahyu Hidayat menuturkan struktur bangunan terowongan itu merupakan era kolonial. Tim BPCB juga sudah mengecek ke lokasi.
"Bligon atau campuran pasir, gamping bakar dan semen merah atau gepukan batu bata merah sangat kuat. Tidak kalah dengan semen PC, terbukti sekian lama masih utuh," jelasnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini