Kepala Balai Wyata Guna Bandung Sudarsono menjelaskan, dengan dijadikannya balai, ada sejumlah penerima manfaat baru yang harus masuk ke balai tersebut. Sehingga, sejumlah penyandang disabilitas yang sudah mendapatkan fasilitas dan selama ini tinggal di Wyata Guna perlu terminasi atau pengakhiran sebua layanan.
"Dimana layanan ini ada penerima manfaat baru, ada proses rehabilitasi sosial dan ada proses terminasi. Jadi terminasi itu adalah pengakhiran sebuah layanan, kalau orang kuliah mah wisudanya lah, lulus, graduasi, kalau kami itu terminasi, pengakhiran. Maka perubahan panti menjadi balai ada konsekuensi perubahan mekanisme layanan dan prosedur yang harus kami jalankan," ucap Sudarsono di gedung Wyata Guna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (15/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sudarsono mengatakan dalam konteks pemberian layanan, saat menjadi balai, para penerima manfaat akan mendapatkan layanan selama enam bulan. Sementara saat masih panti, para penyandang disabilitas penerima manfaat bisa mendapatkan pelayanan hingga satu sampai dua tahun.
"Tapi kalau kondisi realnya, tupoksi kami adalah kegiatan rehab sosial, di dalamnya ada pelatihan vokasinya. Penerima manfaat panti sebelumnya ada dua jenis, yang pertama anak-anak ikut rehabilitasi, sosial dasarnya, yang kedua itu anak-anak yang sekolah dan kuliah," tuturnya.
Sudarsono menambahkan data tahun 2019 ada 175 orang anak yang berada di Wyata Guna. Sementara itu, berdasarkan aturan dan anggaran yang ada, pihaknya hanya mengakomodasi 130 penerima manfaat.
Sehingga sisa sebanyak 45 orang terpaksa diterminasi. Menurut Sudarsono, mereka yang diterminasi ini berdasarkan beberapa alasan seperti sudah lulus menempuh pendidikan di SMA, kuliah hingga yang orang tuanya masih berada di Kota Bandung.
"Ada yang keluarganya di Kota bandung deket sini, pihak keluarga kan harus bisa bertanggung jawab. Maka itu yang kami coba terminasi. Yang kedua adalah anak-anak yang sekolah lulus. Lulus SD, lulus SMP dan lulus SMA. Maka kami identifikasi yang lulus itu, mengapa kami mempertimbangkan untuk masuk terminasi, karena kami fungsi kami rehab sosial. Sementara ini kan fungsi pendidikan. Kami tidak menghalangi hak mereka atas pendidikan," tuturnya.
Untuk yang kuliah, sambung Sudarsono, pihaknya juga sudah meminta laporan pendidikan dari kampus-kampus mereka. Berdasarkan laporan, ada yang aktif berkuliah ada juga yang tidak.
"Kami coba yang kuliah, minta laporan pendidikannya. Mereka nggak pernah melaporkan, karena ini terus kami turunkan tim-tim ke perguruan tinggi untuk memastikan, alhamdulillah dijawab oleh perguruan tinggi. Ada yang aktif kuliah, ada yang gak aktif kuliah, bahkan hampir tiga semester yang nggam kuliah. Berarti mereka hanya tidur di sini. Padahal ada penyandang disabilitas lain yang juga berhak mendapat layanan di balai. Akhirnya itu yang kami mencoba terminasi," tuturnya.
Hingga akhirnya mereka terpaksa harus keluar dari Wyata Guna. Dia membantah bila ada unsur paksaan saat proses pengeluaran mereka yang mulai dilakukan pekan lalu.
"Pada akhir Juli, anggaran makan kita nggak cukup buat mereka, ada anggaran juga untuk yang baru. Kami tidak bisa memberikan makanan pada Agustus, jadi kami mohon pemahaman. Jadi di awal Januari ada yang masuk lagi. Saya punya kewajiban memastikan mereka dapat asrama makanan dan seterusnya, jadi inilah kami coba lakukan tanggal 9 Januari yang lalu kami tertibkan. Kita kan mengejar angkatan yang baru, sehingga kami bantu mereka apabila butuh pengantaran," katanya.
Sebelumnya sejumlah penyandang disabilitas merasa terusir dari gedung Wyata Guna. Mereka pun mendirikan tenda darurat sebagai tempat tinggal sementara.
Terusirnya mereka bermula dari Kemensos mengeluarkan Permensos Nomor 18 tahun 2018 tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis rehabilitasi sosial penyandang disabilitas di lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial. Melalui Permen tersebut nomenklatur Wyata Guna yang asalnya berbentuk panti menjadi balai.
Perubahan itu berdampak terhadap pelayanan penghuni asrama yang selama ini menghuni Wyata Guna. Puluhan penyandang disabilitas netra bahkan telah diminta meninggalkan Wyata Guna sejak 21 Juli 2019 lalu.
Polemik itu ternyata tidak hanya memberi dampak negatif terhadap penghuni balai. Tapi juga terhadap SLBN A Kota Bandung yang berada dalam satu kawasan kompleks dengan Balai Wyata Guna yang terancam tergusur.
Apalagi surat permohonan hibah tanah dan bangunan untuk SLBN A Kota Bandung yang diajukan Gubernur Jabar ditolak oleh Menteri Sosial Agus Gumiwang. Dalam surat balasannya, Agus justru meminta agar Pemprov Jabar segera mencari lokasi pengganti dan memindahkan SLBN A Kota Bandung.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini