PAN Tolak Usulan PDIP Ambang Batas DPR 5 Persen: Kemunduran Demokrasi

PAN Tolak Usulan PDIP Ambang Batas DPR 5 Persen: Kemunduran Demokrasi

Nur Azizah Rizki Astuti - detikNews
Selasa, 14 Jan 2020 13:05 WIB
Wakil Ketua F-PAN DPR Saleh Partaonan Daulay (Foto: Istimewa)
Jakarta - PAN menolak rekomendasi kenaikan ambang batas parlemen (parliamentary threshold/PT) menjadi 5 persen seperti yang diusulkan oleh PDIP. Kenaikan ambang batas itu dinilai hanya untuk kepentingan politik partai tertentu.

"Menurut saya, agenda peningkatan ambang batas tidak sesuai dengan semangat keragaman dan kebersamaan. Itu hanya diarahkan pada keuntungan politik sesaat partai dan kelompok tertentu. Dan upaya ini sudah sering dilakukan," kata Wakil Ketua F-PAN DPR Saleh Partaonan Daulay kepada wartawan, Selasa (14/1/2020).

Jika memaksakan kenaikan ambang batas parlemen, Saleh khawatir situasi politik akan kembali ke era Orde Baru. Hal itu menurutnya adalah kemunduran bagi demokrasi Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Iya, dong (menolak). Kalau tetap memaksakan, kita akan kembali ke era orde baru. Saat itu, hanya tiga partai politik yang dibolehkan bertarung. Kalau itu terjadi, ini adalah potret kemunduran bagi demokrasi kita di Indonesia," ujarnya.

Menurut Saleh, partai politik di Indonesia sangat beragam dan tidak bisa diseragamkan ke dua atau tiga parpol saja. Ia pun mengusulkan agar ambang batas parlemen dihapuskan atau maksimal hanya 3 persen.

"Ambang batas parlemen sudah semestinya diturunkan, atau bahkan dihapuskan sehingga partai-partai yang ada tetap bisa mengirimkan perwakilannya ke parlemen," kata Saleh.

"Kalau kursinya sedikit, silakan bergabung dengan partai-partai lain. Dulu, waktu tahun 1999, partai-partai juga bergabung untuk membentuk suatu fraksi. Hasilnya bagus. Di daerah, sekarang pun begitu. Ada banyak partai politik yang bergabung dalam satu fraksi tertentu," imbuhnya.



Saleh juga tidak setuju dengan sistem proporsional tertutup yang juga menjadi salah satu rekomendasi PDIP. Menurutnya, sistem itu membuat masyarakat tidak bisa mengetahui secara detail caleg yang dipilihnya.

"Sistem proporsional tertutup dinilai kurang baik sebab masyarakat hanya memilih partai politik yang bertarung. Masyarakat tidak mengetahui secara detail calon-calon yang akan dipilih. Semua diserahkan ke partai politiknya. Kalau yang dicalonkan partai baik, baiklah wakil yang dipilih. Tetapi sebaliknya, jika tidak baik, tentu hasilnya akan menjadi tidak baik," ujarnya.

Sebelumnya, PDIP merekomendasikan sembilan poin rekomendasi untuk kalangan eksternal partai. Rekomendasi itu salah satunya berkaitan dengan revisi UU Pemilu dan peningkatan ambang batas parlemen menjadi 5 persen.


"Rakernas I PDI Perjuangan 2020 merekomendasikan kepada DPP Partai dan Fraksi DPR RI PDI Perjuangan untuk memperjuangkan perubahan UU Pemilu untuk mengembalikan Pemilu Indonesia kembali menggunakan sistem proporsional daftar tertutup, peningkatan ambang batas parlemen sekurang-kurangnya 5%, pemberlakuan ambang batas parlemen secara berjenjang (5% DPR RI, 4% DPRD Provinsi, dan 3% DPRD Kabupaten/Kota)," bunyi rekomendasi PDIP.

"Perubahan district magnitude (3-10 kursi untuk DPRD provinsi dan kabupaten/kota dan 3-8 kursi untuk DPR RI) serta memoderasi konversi suara menjadi kursi dengan Sainte Lague Modifikasi dalam rangka mewujudkan Presidensialisme dan Pemerintahan efektif, penguatan serta penyederhanaan sistem kepartaian serta menciptakan pemilu murah," demikian bunyi poin 5 rekomendasi Rakernas I PDIP.
Halaman 2 dari 2
(azr/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads