"Kenapa (antisipasi banjir) harus dikelola secara terpadu? Karena ada konflik nilai sosial, ekonomi, lingkungan, dan politik di dalamnya," jelas Budi dalam konferensi pers mengenai banjir Jakarta di kantor Humas UGM, Senin (6/1/2020).
Budi menjelaskan, pengelolaan banjir merupakan bagian dari pengelolaan sumber daya air. Sementara dalam mengelola sumber daya air harus dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan aspek hidrologis dari hulu hingga hilir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu Budi menyarankan agar dilakukan upaya normalisasi sungai dan drainase yang ada di Jakarta. Caranya dengan memulihkan aliran air dan memperkuat struktur drainase dengan beton supaya tahan erosi akibat limpahan air dari hulu.
"Naturalisasi juga salah satu cara untuk mengatasi banjir. Namun perlu diingat untuk naturalisasi dengan debit besar membutuhkan tampang luas, dan apakah Jakarta bisa membuat tampang lebar dengan membuang penduduk di tepi sungai?" tuturnya.
Selain dengan normalisasi dan naturalisasi, menurut Budi masalah banjir di Jakarta juga bisa diatasi dengan menerapkan sistem polder yang mengombinasikan tanggul dan pompa. Sistem ini biasanya diterapkan di daerah yang berada di bawah permukaan air laut.
"Upaya lain untuk mengurangi banjir (di Jakarta) dengan memperbanyak ruang terbuka hijau untuk daerah resapan," kata Guru Besar Fakultas Teknik UGM tersebut.
Untuk diketahui, dari data BNPB hingga petang ini, banjir yang melanda Jakarta, Jawa Barat, dan Banten telah menelan korban jiwa hingga 67 orang. Ratusan orang juga dilaporkan mengungsi akibat bencana banjir ini.
"Lima hari pasca-bencana banjir di Jabodetabek dan sekitarnya, jumlah korban meninggal bertambah tujuh orang, yang semula 60 orang menjadi 67 orang per tanggal 6 Januari 2020," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Agus Wibowo, Senin (6/1).
Tonton juga video PMI Operasikan 2 Helikopter dan Hagglund, Jangkau Tempat terisolasi:
(rih/ams)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini