Polisi Menjawab Pasal 'Biasa' untuk Penyerang Novel

Round-Up

Polisi Menjawab Pasal 'Biasa' untuk Penyerang Novel

Tim detikcom - detikNews
Selasa, 31 Des 2019 21:11 WIB
Brigjen Argo Yuwono (Rifkianto Nugroho/detikcom)
Jakarta - Penerapan pasal pengeroyokan dan penganiayaan untuk tersangka penyerangan penyidik senior KPK, Novel Baswedan, menuai kritik. Polri menegaskan penyidik tak bisa diintervensi.

Kritik mengenai pasal untuk tersangka Novel itu salah satunya datang dari tim advokasi Novel. Kasus yang dialami Novel itu dianggap bukan tindak pidana biasa.

"Pasal ini menghilangkan dimensi kasus Novel yang bukan tindak pidana biasa," kata tim advokasi Novel Baswedan, Asfinawati, saat dihubungi, Minggu (29/12/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Asfinawati mengatakan seharusnya pelaku dikenai Pasal 55 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana. Pasal itu disebutnya pernah diterapkan Pollycarpus Budihari Priyanto, yang merupakan tersangka pembunuhan aktivis HAM Munir.

"Harusnya ada Pasal 55 tentang penyertaan. Seperti dalam kasus Pollycarpus, dia dikenakan Pasal 55 meski saat itu masih sendiri menjadi tersangka," jelas dia.



Pasal 55 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana berbunyi:
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.



Menurut Asfinawati, temuan investigasi Komnas HAM dan tim Polri mempunyai kesamaan, yaitu serangan terhadap Novel bukan kriminal biasa. Oleh sebab itu, ia menyebut pelaku tidak bekerja sendiri untuk menyerang Novel.

"Temuan Komnas HAM dan tim bentukan Polri punya kesamaan, yaitu serangan kepada Novel bukan kriminal biasa, tapi terkait dengan kerjanya di KPK. Artinya, tidak mungkin dua orang tersebut pelaku satu-satunya. Bukan hanya soal ancaman hukumannya, tapi konstruksi pasal sangat menentukan apakah pentersangkaan dua orang ini jadi sarana keadilan bagi Novel atau kebalikannya, cara untuk menutup ke pelaku sebenarnya," tuturnya.



Sementara itu, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyatakan ada pasal lain yang bisa menjerat tersangka penyerangan penyidik senior KPK Novel Baswedan karena mengakibatkan luka berat.

"Perbuatannya merupakan perbuatan yang direncanakan disertai kesengajaan untuk menganiaya dan mengakibatkan luka-luka berat. Perbuatan ini memenuhi unsur Pasal 353 ayat (2) KUHP yang ancaman maksimalnya tujuh tahun. Selain itu, telah juga menimbulkan kerugian perdata," kata Fickar saat dihubungi detikcom, Minggu (29/12).



Selain itu, menurut Fickar, kedua tersangka penyerangan bisa dijerat dengan UU Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) karena menyebabkan Novel tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai penyidik KPK. Fickar mengatakan kedua tersangka penyerangan juga bisa dipecat dari kepolisian.

"Namun lebih jauh jika perbuatannya sengaja agar NB tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai penyidik KPK, maka pelaku dapat dijerat berdasarkan Pasal 21 UU Tipikor (UU No 31/1999 jo UU No 20/2001) dengan ancaman maksimal 12 tahun," ujar Fickar.

"Tuduhan KUHP dan/atau (UU) Tipikor karena pelakunya juga aparat negara, maka dikenakan hukuman tambahan berdasarkan Pasal 10 KUHP yaitu dicabut haknya dari keanggotaan kepolisian," imbuhnya.



Polri lantas menjawab kritik tersebut. Polri meminta semua pihak menunggu kerja penyidik.

"Penyidik tidak bisa diintervensi. Jadi biarlah penyidik bekerja, silakan penyidik membuktikan dari pada kasus tersebut," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (31/12).

Argo menjelaskan saat ini penyidik masih mendalami keterangan dari kedua tersangka. Polisi juga membuka kemungkinan memanggil saksi terkait kasus ini.

"Gunanya dilakukan penahanan apa itu 20 hari ke depan adalah untuk menggali mencari jawaban dari pada tersangka, jadi kita bisa nanti bisa melihat maupun nanti kita bisa merangkai peristiwa yang terjadi yang, jadi kita tetap menggali semuanya kalau memang nanti ada perkembangan saksi yang lain perlu diperiksa, akan kita periksa," ucapnya.
Halaman 2 dari 4
(knv/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads