Peneliti ICW Kurnia Ramadana mengatakan Jokowi tidak paham tentang pemberian efek jera ke koruptor. Kurnia menyebut apa yang diungkapkan Jokowi adalah narasi baru agar masyarakat melupakan masalah KPK.
"Dan tidak paham hukuman mati sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Tipikor (tindak pidana korupsi) kita Pasal 2 ayat 2 dengan kondisi tertentu, bencana alam dan lain-lain," kata Kurnia dalam acara 'Diskusi Catatan Akhir Tahun Indonesia Corruption Watch: Lumpuhnya Pemberantasan Korupsi di Tangan Orang 'Baik'' di Kantor ICW, di Jalan Kalibata Timur IV D No 6, Jakarta Selatan, Minggu (29/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan pernyataan yang diucapkan Jokowi tentang hukuman mati untuk koruptor tidak sinkron dengan masalah yang dihadapi Indonesia saat ini. Kurnia menduga Jokowi berusaha menggeser isu KPK soal Dewan Pengawas dan UU KPK yang baru.
"Jadi kita pandang itu narasi yang usang dan narasi yang berupaya untuk menggeser perdebatan," sebut Kurnia.
Mengacu pada pernyataan Kurnia, hukuman mati sudah diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2. Berikut ini bunyi Pasal 2 ayat 1 dan 2 UU tersebut:
Ayat 1
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Ayat 2
Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan. (gbr/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini