Pertikaian antara OSO dan Wiranto itu bukanlah hal yang baru. Keduanya sudah berkonflik sejak Hanura pecah menjadi dua kubu, yakni kubu Manhattan dan kubu Ambhara, pada awal tahun lalu.
Begini perjalanan panjang panasnya OSO vs Wiranto:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keretakan hubungan OSO dan Wiranto mulai tercium saat Hanura mengalami konflik internal pada Januari 2018. Konflik internal itu hingga menyebabkan Hanura memiliki dua kepengurusan dengan dua ketum, yakni Marsekal Madya (Purn) Daryatmo dan Oesman Sapta Odang (OSO).
Kisruh bermula dari saling pecat antara Sekretaris Jendral DPP Hanura Syarifuddin Sudding--yang sekarang telah berpindah ke PAN--dan OSO pada 15 Januari 2018. Hingga kemudian Sudding menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) pada 18 Januari 2018 yang menghasilkan Daryatmo sebagai ketua umum.
Aksi saling pecat itu pun menyeret nama Wiranto, yang saat itu menjabat Ketua Dewan Pembina. Kubu Sudding, yang dikenal dengan kubu Hotel Ambhara, menyebut Wiranto mengetahui perihal pemecatan OSO.
"Sudah keluar (SK pemecatan), sedang kami proses. Pak Wiranto Ketua Dewan Pembina, kami mengantar surat ke beliau," ujar Wasekjen Hanura Wishnu Dewanto kepada wartawan di Hotel Ambhara, Blok M, Jaksel, Senin (15/1/2018).
Respons keras kemudian dikeluarkan OSO. Yakin Wiranto tak mendukung pemecatannya, OSO menegaskan akan memecat balik eks Ketum Hanura itu jika setuju tindakan kubu Ambhara mendepak dirinya.
"Sudah bicara dengan Wiranto, ya dia bilang laksanakan saja sesuai dengan AD/ART," kata OSO di Hotel Manhattan, Setiabudi, Jakarta, Senin (15/1/2018).
"Pasti Pak Wiranto nggak setuju. Kenapa? Nggak ada dasar untuk memecat. Kalau dia setuju pecat, saya pecat balik," sambungnya.
Juli 2018
Konflik dua kubu masih terus berlangsung hingga Juli 2018. Kali ini, secara terang-terangan Hanura kubu OSO menuding Wiranto mendukung kubu Ambhara. Wiranto disebut telah menggelar pertemuan terlarang Partai Hanura. Pertemuan itu diduga bertujuan menguatkan kubu 'Ambhara' dengan Sekjen Sarifuddin Sudding.
"Pertemuan 'terlarang' Wiranto dengan pejabat Mahkamah Agung membuat 'noda hitam' dalam Kabinet Kerja Presiden Jokowi," kata Wakil Sekjen Bidang Hukum DPP Partai Hanura Petrus Selestinus dalam keterangan pers tertulis, Selasa (10/7/2018).
Soal adanya pertemuan terlarang itu, dia merujuk pada surat dari Wiranto selaku Ketua Dewan Pembina Partai Hanura yang ditujukan kepada Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang. Surat itu tertanggal 5 Juli 2018 dan berkop surat lambang Partai Hanura.
Kata Wiranto dalam surat yang ditunjukkan Petrus itu, baik KPU, DKPP, Kemenkum HAM, PTUN Jakarta, dan MA sepakat Hanura mengikuti pencalegan dengan mengacu pada SK Menkum HAM M.HH-22.AH.11.01 tanggal 12 Oktober 2017 dengan Ketua Umum Oesman Sapta dan Sekretaris Jenderal Sudding sesuai dengan keputusan PTUN dalam gugatan sengketa Partai Hanura.
Dengan menggelar pertemuan itu, Wiranto dituding mencampuradukkan wewenang sebagai Menko Polhukam dan sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Hanura. Wiranto juga dituding bertindak sewenang-wenang karena dia bertindak tanpa dasar kewenangan dan bertentangan dengan putusan sela PTUN Jakarta. Wiranto dinilai berusaha mengembalikan kepengurusan sesuai SK Menkum HAM Nomor M.HH-22.AH.11.01 Tahun 2017 tanggal 12 Oktober 2017, yakni Oesman Sapta sebagai Ketum dan Sudding sebagai Sekjen. Padahal SK itu masih menjadi objek sengketa di PTUN karena kubu OSO mengajukan permohonan banding.
"Wiranto bertindak melampaui wewenang karena Wiranto telah mengundang Mahkamah Agung dan Ketua PTUN Jakarta membangun kesepakatan atas perkara yang sedang berjalan, di mana Wiranto memiliki konflik kepentingan atas perkara di PTUN Jakarta. Itu berarti Wiranto telah bertindak melampaui batas wewenangnya sebagai Menko Polhukam dengan melanggar UU," tutur Petrus.
Bantahan disampaikan Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Kemenko Polhukam menyatakan Wiranto sebagai Menko Polhukam tak pernah mengintervensi konflik internal Hanura.
Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Jhoni Ginting menjelaskan, pertemuan itu merupakan rakortas yang digelar setelah PTUN menerbitkan Putusan Nomor 24/G/2018 PTUN-JKT tanggal 26 Juni 2018 mengabulkan gugatan Partai Hanura kubu Sarifuddin Sudding dan Daryatmo atas kepengurusan Oesman Sapta Odang (OSO).
Rakortas itu digelar dalam rangka evaluasi penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018 dan tindak lanjut pascaputusan PTUN. Ini dilakukan supaya tidak ada yang salah tafsir terhadap putusan PTUN itu.
"Kemenko Polhukam menilai bahwa konflik internal Partai Hanura memiliki potensi kerawanan keamanan dan dapat menghambat aspirasi politik masyarakat yang pada gilirannya berpengaruh kepada Indeks Demokrasi Indonesia. Oleh sebab itu, perlu diadakan koordinasi dengan pihak-pihak terkait setelah KPU menerbitkan surat keputusan," tutur Jhoni, Rabu (11/7/2018).
"Dengan demikian, tidak ada alasan yang menuduh Menko Polhukam melakukan intervensi terhadap keputusan KPU. Upaya dan langkah-langkah yang dilakukan oleh Menko Polhukam dan jajarannya semata-mata untuk melakukan tugas dan fungsi Kemenko Polhukam sebagaimana yang diamanatkan dalam Perpres No 43 Tahun 2015," kata Jhoni.
Mei 2019
Pertikaian antara OSO dan Wiranto kembali terjadi pada Mei 2019, tepatnya setelah Hanura gagal lolos ke DPR pada Pileg 2019. OSO menyalahkan Wiranto atas kegagalan Hanura melenggang ke Senayan.
Kala itu, OSO mengatakan penyebab partai yang dipimpinnya itu tak lolos ke DPR adalah Wiranto. Wiranto sebelumnya menjabat Ketum Hanura, lalu menjadi Ketua Dewan Pembina setelah menjabat Menko Polhukam.
"Jadi ada yang bertanya kenapa Hanura kalah? Tanya Wiranto, bukan saya. Orang yang bikin kalah dia, kok," kata OSO sambil tertawa dalam sambutannya saat berbuka puasa bersama di kediamannya, Jl Karang Asem, Kuningan, Jakarta Selatan (15/5/2019). Acara buka puasa ini juga dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Iya lah. Karena dia kan Menko Polhukam, masa dia tidak tahu situasi politik partainya sendiri. Ya, kan? Dia biarin gitu," kata OSO.
Tudingan OSO lantas dijawab oleh Wiranto. Sebagai pendiri Hanura, Wiranto mengaku dialah yang paling sedih ketika Hanura gagal melenggang ke Senayan. Wiranto meminta semua pihak untuk introspeksi diri dan tak saling menyalahkan. Ia menyebut kesalahannya hanyalah menunjuk OSO menjadi Ketua Umum Hanura.
"Tapi kan sudah terjadi, dan nggak perlu saling menyalahkan. Cukup introspeksi ke depan nanti kita perbaiki. Tapi kalau saya didesak terus seakan-akan Pak Wiranto yang salah, ya.... Kesalahan saya cuma satu, ya, menunjuk Pak OSO menjadi ketua umum," ucap Wiranto.
Desember 2019
Di pengujung 2019, pertikaian OSO versus Wiranto makin memanas. Konflik keduanya kembali muncul saat Wiranto diangkat menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Presiden. Wiranto didesak untuk mundur dari Hanura.
Desakan Hanura itu kemudian dibalas Wiranto dengan mendesak OSO untuk mundur dari Ketua Umum. Wiranto bahkan menerbitkan surat resmi yang mendesak OSO mundur dari kursi Ketum Hanura.
'Perang' tersebut pun berujung pada tidak diundangnya Wiranto ke Munas III Hanura. Sebab, Wiranto dinilai membuat kesalahan karena meminta Oesman Sapta Odang (OSO) mundur dari posisi Ketua Umum Partai Hanura.
"Karena Pak Wiranto membuat kesalahan kepada partai, ketika menjelang munas dia mengirimkan surat, yang disebarluaskan oleh Pak Subagyo HS, meminta Pak OSO mundur, kan itu nggak elok," kata Ketua DPP Hanura Inas Nasrullah Zubir di Hotel Sultan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2019).
Alasan lain tidak terlihatnya Wiranto di Munas diungkap oleh OSO. OSO menyebut partainya sudah tidak memiliki struktur dewan pembina.
"Sekarang kita sudah tidak ada dewan pembina dalam struktur organisasi, sesuai dengan keputusan Menkum HAM, jadi kita berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga saja," ujar OSO di arena Munas III Hanura di Jakarta, seperti dikutip Antara, Selasa (17/12). Wiranto sendiri menjabat Ketua Dewan Pembina di Partai Hanura.
Wiranto pun menilai tidak diundangnya dirinya di Munas III tersebut aneh dan tak lazim. Meski mengaku tak sakit hati, dia mempertanyakan alasan sebenarnya Hanura tak mengundang dirinya yang merupakan salah satu pendiri partai.
"Saudara sekalian, kita baru saja menyaksikan ada Munas Partai Hanura di Hotel Sultan di sana, lazimnya pembukaan itu ngundang presiden, kemudian dewan pembina partai ya diundang, wong yang mendirikan partai, yang besarkan partai, yang menyerahkan partai untuk dikelola. Munas kok nggak diundang? Inikah aneh," kata Wiranto saat jumpa pers di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta, Rabu (18/12).
Hingga kini, konflik antara OSO dan Wiranto masih terus memanas seiring dengan berlangsungnya Munas III Hanura yang digelar sejak kemarin, Selasa (17/12/2019). Akan seperti apa ujungnya?
Halaman 2 dari 4