Kuala Lumpur - Mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia,
Najib Razak, disebut sebagai sosok yang memberikan perintah
pembunuhan terhadap model Mongolia,
Altantuya Shaariibuu. Hal itu diungkapkan oleh mantan polisi Malaysia, Azilah Hadri, yang merupakan salah satu eksekutor Altantuya tahun 2006 lalu.
Seperti dilansir
The Star, Selasa (17/12/2019), Azilah telah divonis mati dan tengah menunggu eksekusi mati untuk kasus pembunuhan tersebut. Dia merupakan mantan Kepala Inspektur dari pasukan elit unit aksi khusus (UTK) pada Kepolisian
Malaysia.
Azilah diadili bersama seorang polisi lainnya bernama Sirul Azhar Umar terkait pembunuhan Altantuya, yang dibunuh dan diledakkan jenazahnya hingga berkeping-keping pada 19 Oktober 2006 lalu. Saat itu, Najib diketahui menjabat sebagai Wakil PM Malaysia dan merangkap sebagai Menteri Pertahanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengakuan mengejutkan ini disampaikan Azilah dalam sebuah pernyataan tertulis di bawah sumpah atau
statutory declaration (SD) yang diajukan bersama permohonan kepada Pengadilan Federal Malaysia untuk mengkaji vonis mati terhadap Azilah dan Sirul.
Disebutkan Azilah dalam pernyataannya bahwa Najib pada 17 Oktober 2006, memerintahkan dirinya untuk 'menembak mati' Altantuya yang disebut sebagai 'mata-mata asing yang berbahaya'. Azilah mengakui dirinya bertemu dan mendapat perintah itu langsung dari Najib yang saat itu menjabat Wakil PM (DPM).
"DPM kemudian menginstruksikan saya untuk melakukan operasi rahasia untuk menangkap dan menghancurkan mata-mata itu secara diam-diam dan menghancurkan jenazahnya dengan peledak. Saya bertanya kepada DPM soal apa yang dimaksud dengan 'menangkap dan menghancurkan mata-mata asing' dan dia menjawab: 'Tembak untuk membunuh', mengindikasikan 'isyarat potong leher'," tulis Azilah dalam pernyataannya seperti dilansir
The Star.
Tonton juga video Mantan PM Malaysia Najib Razak Hadapi Dakwaan Terbaru:
Menurut Azilah, saat dirinya bertanya soal tujuan menghancurkan mata-mata asing dengan peledak, DPM atau Najib menjawab: "Musnahkan jasad mata-mata asing dengan alat peledak untuk menghilangkan jejak. Peledak bisa didapatkan dari gudang UTK."
Pernyataan sepanjang 17 halaman itu ditulis dalam bahasa Melayu dan diajukan oleh pengacara Azilah, J Kuldeep Kumar, pada 17 Oktober lalu sebagai bagian dari permohonan pengkajian kepada Pengadilan Federal Malaysia. Pengadilan telah menetapkan Selasa (17/12) ini sebagai pembahasan kasus.
Dalam pernyataannya, Azilah menjelaskan secara detail sejak momen dirinya dibawa ke kediaman Najib di Seri Kenangan, Pekan, hingga saat dia diperintahkan untuk melakukan 'tugas rahasia terkait keamanan negara'.
Disebutkan Azilah bahwa operasi pembunuhan Alantuya hanya diketahui oleh sekelompok kecil, termasuk ajudan Najib saat itu, Musa Safri dan penasihat khusus Najiba, Abdul Razak Baginda, serta Sirul sebagai eksekutor lain yang membantu Azilah.
Menurut Azilah, Najib dan Abdul Razak menyebut Altantuya sebagai sosok yang 'pandai bicara dan licik yang akan berbohong bahwa dia hamil'. Disebutkan juga oleh Azilah bahwa Abdul Razak sempat menuturkan bahwa Altantuya tahu informasi detail soal aset keamanan Malaysia, soal hubungan pribadi antara Najib dan Abdul Razak dengan Altantuya.
Ditambahkan Azilah bahwa Najib memberikan 'uang hari raya' sebesar 300 Ringgit (kini setara Rp 1 juta) usai Altantuya dibunuh. Najib, sebut Azilah, juga berkali-kali menyatakan jaminan bahwa semuanya akan baik-baik saja karena Azilah menjalankan tugas negara. Dalam kasus ini, Najib dan Abdul Razak dilepaskan dari jerat hukum, sementara Azilah dan Sirul divonis mati pada tahun 2009 lalu.
Kepolisian Malaysia dalam tanggapannya menyatakan belum melihat pernyataan Azilah. "Oleh karena itu, kita harus memeriksa keasliannya. Kita akan memutuskan tindakan lebih lanjut setelah SD (pernyataan Azilah) diperiksa," tegas Direktur Divisi Investigasi Kriminal (CID) pada Kepolisian Malaysia, Huzir Mohamed.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini