"UU Nomor 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sudah mengenal konsep penegakan hukum di luar yuridis formal, atau yang dikenal masyarakat hukum sebagai restorative justice, namun belum begitu populer dilakukan Polri, dalam hal ini di bagian Reserse, yakni penyelesaian tindak pidana dengan menyampingkan proses pidana demi kepentingan harkamtibmas dan kepentingan umum lainnya," kata Bamsoet saat menghadiri pelantikan Kabareskrim, Senin (16/12/2019).
Bamsoet mengatakan restorative justice sudah bisa diterapkan dalam peradilan anak maupun kasus pidana lain. Namun, ia menegaskan penerapannya tidak boleh sembarangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perlu digarisbawahi, penerapannya oleh Polri tak boleh sembarangan. Karena tak semua tindakan pidana bisa diselesaikan melalui restorative justice, begitupun juga tak semuanya bisa diselesaikan melalui penegakan hukum yuridis formal. Restorative justice sudah bisa diterapkan dalam peradilan anak, sebagaimana juga sudah diatur dalam UU No. 11/2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Begitupun dengan berbagai kasus pidana lainnya, yang apabila telah tercapai kesepakatan damai antara pelaku dan korban melalui mediasi, maka pemidanaan bisa dikesampingkan," ujar Bamsoet.
Menurut Bamsoet, keadilan bagi pelaku, korban, dan masyarakat harus selaras dalam penegakan hukum. Ia menegaskan restorative justice bukan untuk memberikan imunitas bagi korban, melainkan demi terciptanya keselarasan di masyarakat.
"Restorative justice bukanlah memberikan imunitas kepada korban, melainkan sebaliknya, justru untuk melindungi korban dan pelaku agar tak terjebak dalam labirin represif hukum. Sehingga hukuman yang diberikan bukan semata sebagai pembalasan, melainkan juga bagian dari pengajaran dan menciptakan solusi keselarasan hidup masyarakat," ujar Bamsoet.
Di sisi lain, Bamsoet mewanti-wanti agar restorative justice tidak diterapkan untuk penanganan tindak pidana korupsi. Menurutnya, untuk kasus korupsi, diperlukan juga sistem pencegahan agar perilaku itu tidak semakin marak.
"Agar Reserse Polri tak mengatasnamakan restorative justice dalam penanganan tindak pidana korupsi maupun tindak pidana lainnya yang merugikan negara, mengingat korbannya bukanlah orang perorangan yang bisa dimintai kesediaannya dalam mencari titik temu dengan pelaku. Pemberantasan korupsi masih menjadi pekerjaan rumah penting yang perlu diperkuat oleh Reserse Polri. Keseriusan Polri membersihkan Indonesia dari korupsi harus ditunjukkan bukan hanya dengan menghukum dan mengejar pelakunya, melainkan dengan turut aktif membuat sistem pencegahan, sehingga korupsi tak lagi menjadi momok di negeri ini," pungkasnya. (azr/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini