"PPATK masih melakukan penelusuran atas aliran dana terkait indikasi korupsi dan TPPU dalam pengadaan helikopter AW-101," ujar Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin dalam refleksi akhir tahun di kantornya, Jalan Ir Haji Juanda, Jakarta Pusat, Jumat (13/12/2019).
Badaruddin menyebut PPATK bekerja sama dengan pihak asing berkaitan dengan hal itu. "Dalam pengungkapan kasus ini, PPATK bekerja sama dengan FIU Amerika (FinCEN) dan FIU Italia (UIF)," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Teka-teki Kasus yang Diadukan Jokowi ke KPK |
Selain itu Badaruddin juga menyampaikan penelusuran uang terkait kasus yang menyeret mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari yang juga ditangani KPK. Badaruddin menyebutkan bila timnya masih bekerja.
"PPATK juga masih menelusuri aliran dana TPPU di kasus eks Bupati Kutai Kertanegara dan pihak terkait lainnya, baik individu maupun korporasi. Dalam kasus ini, tindak pidana korupsinya telah berkekuatan hukum tetap dan sedang dalam pembuktian TPPU.
Perihal kasus helikopter AW-101 ini pernah disampaikan Badaruddin saat rapat kerja dengan Komisi III DPR pada Rabu, 18 April 2018. Saat itu Badaruddin menyebut ada aliran uang ke Singapura dan Inggris.
"Nilai pengadaan helikopter berdasarkan kontrak adalah Rp 514 M, tetapi di-mark up menjadi Rp 738 M sehingga negara dirugikan Rp 224 M. Tiga anggota TNI telah ditetapkan sebagai tersangka," ujar Badaruddin.
PPATK telah menyampaikan analisis terkait kasus pengadaan helikopter itu ke KPK serta informasi transaksi keuangan ke Panglima TNI dan Kepala Staf TNI AU.
Berdasarkan hasil analisis transaksi, PPATK menemukan selisih antara dana yang dikeluarkan untuk pembayaran pengadaan helikopter dengan dana yang dibayarkan atau diterima perusahaan penyedia barang dengan nilai lebih dari Rp 150 miliar.
"Terdapat aliran dana oleh perusahaan penyedia barang ke luar negeri dengan nilai terbesar ke Singapura dan Inggris dengan total Rp 340 M yang diduga untuk pembayaran pembelian helikopter," ujar Kiagus.
"Transaksi ke Singapura ditujukan ke perusahaan terafiliasi dengan perusahaan penyedia barang," imbuh dia.
Berkaitan dengan kasus ini, terakhir KPK melalui salah wakil ketuanya, Alexander Marwata, pada 31 Juli 2019 menyampaikan masih menunggu audit kerugian negara kasus tersebut dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Selain itu Alexander mengatakan BPK bakal berkoordinasi dengan TNI AU terkait dokumen untuk perhitungan kerugian negara. Dia menyebut kasus ini segera masuk tahap penuntutan jika hasil audit kerugian negara sudah diterima.
"Sejauh mana perkembangan penanganan helikopter ini, kita masih menunggu hasil audit BPK," kata Alexander saat itu.
"Kalau audit BPK sudah ada kita akan segera limpahkan (ke tahap penuntutan), karena untuk proses pemeriksaan saksi saya kira sudah selesai dan tinggal audit BPK. Kita harapkan tidak lama mudah-mudahan segera selesai dan tidak membebani pimpinan berikutnya. Harapannya kan seperti itu," imbuhnya.
Dalam kasus ini, KPK bekerja sama dengan POM TNI. Ada lima tersangka yang ditetapkan POM TNI. Dari pihak sipil, KPK menetapkan Dirut PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh, sebagai tersangka. Irfan diduga meneken kontrak dengan Augusta Westland, perusahaan joint venture Westland Helicopters di Inggris dengan Agusta di Italia, yang nilainya Rp 514 miliar.
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini