Gelisah Fadli Zon 'Jubir Rakyat'

Round-Up

Gelisah Fadli Zon 'Jubir Rakyat'

Tim detikcom - detikNews
Minggu, 08 Des 2019 07:54 WIB
Fadli Zon mengklaim sebagai 'jubir rakyat' (Foto: Rengga Sancaya-detikcom)
Jakarta - Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon mengatakan dirinya merupakan juru bicara rakyat. Sebagai jubir rakyat, Fadli pun mengungkap kegelisahannya.

Istilah jubir rakyat ini awalnya disampaikan Fadli usai dirinya tak menjadi salah satu juru bicara khusus Gerindra yang ditunjuk Ketum Prabowo Subianto. Fadli mengatakan dirinya selama ini sudah menjadi jubir Prabowo, Gerindra, dan kini dirinya merupakan jubir rakyat.

"Saya juru bicara rakyat," kata Fadli, Jumat (6/12/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bertahun-tahun jadi juru bicara Pak Prabowo, lalu juru bicara partai. Sekarang saya juru bicara rakyat," sambungnya.



Meski demikian, dia mengatakan dirinya masih tetap bisa mewakili Partai Gerindra karena tugas jubir khusus adalah menyampaikan sikap resmi partai yang membutuhkan suatu pengambilan keputusan resmi. Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR ini kemudian menyinggung orang-orang yang jadi jubir Gerindra dekat dengan pemerintah.

"Dugaan saya ini terkait dengan karena Gerindra posisi, tentu dicari orang-orang yang terkait dengan penguasa, dengan kekuasaan, dengan pemerintah, gitu," kata Fadli.

Ucapan Fadli itu juga sudah mendapat tanggapan dari salah satu jubir Gerindra, Habiburokhman. Menurutnya, Gerindra memang bagian dari pemerintah karena Ketum Prabowo Subianto merupakan Menteri Pertahanan di Kabinet Indonesia Maju.

"Bang Fadli benar, kita bukan saja dekat, bahkan Ketum kita bagian dari pemerintahan," ujar Habiburokhman.



Kembali ke Fadli, sebagai 'jubir rakyat', dirinya mengaku gelisah dan prihatin terkait kondisi yang dialami Rocky Gerung. Dia menyebut Rocky terancam kriminalisasi gara-gara dinilai menghina Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Saya prihatin dengan ancaman kriminalisasi terhadap saudara Rocky Gerung hanya gara-gara kritik kepada Presiden yang disampaikannya di forum ILC kemarin. Ancaman itu menunjukkan rendahnya mutu peradaban politik kita. Kritik terhadap Presiden adalah sesuatu yang biasa dan harus diterima di tengah iklim demokrasi. Begitu juga dengan adu argumentasi, adalah sesuatu yang biasa dalam forum diskusi. Buruk sekali jika setiap perbedaan pendapat di forum diskusi harus dihakimi oleh polisi dan pengadilan," kata Fadli kepada wartawan, Sabtu (7/12/2019).

Dia menilai ucapan Rocky berisi kritik, bukannya penghinaan. Dia menilai ucapan soal 'Presiden tak paham Pancasila' yang diucapkan Rocky merupakan bentuk retorika.

"Ketika dia menyatakan 'Presiden tidak paham Pancasila', semua orang yang punya kemampuan literasi pastinya paham jika dia sedang beretorika. Retorika adalah bunga bahasa, seni berbicara. Oleh karenanya, sia-sia menghubungkan retorika dengan kamus bahasa, apalagi dengan kitab undang-undang pidana sebagaimana yang hendak dilakukan oleh beberapa orang berpikiran cekak," tutur Fadli.

Fadli mengatakan retorika sangat dibutuhkan dalam ruang publik. Dia kemudian menyinggung soal anggapan presiden sebagai simbol negara sehingga kritik terhadap presiden kerap dinilai sebagai bentuk penghinaan.



"Menganggap Presiden sebagai 'simbol negara', sehingga mengkritiknya dianggap sebagai bentuk penghinaan, jelas anggapan salah kaprah. Konstitusi dan undang-undang kita tak pernah menyebut Presiden sebagai 'simbol negara'. Dalam BAB XV UUD 1945, terutama dalam Pasal 35 hingga 36B, jelas disebutkan yang dimaksud sebagai simbol negara adalah bendera, bahasa, lambang negara, serta lagu kebangsaan. Soal simbol negara ini diatur lebih lanjut dalam UU Nomor 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan," tuturnya.

Dalam UU tersebut, menurut Fadli, dinyatakan bendera, bahasa, lambang negara serta lagu kebangsaan merupakan saran pemersatu, identitas dan wujud eksistensi dan kehormatan bangsa. Oleh sebab itu, jika ada yang menyalahgunakan simbol negara maka delik yang berlaku adalah delik biasa, bukan aduan.

Fadli pun menganggap ucapan Rocky soal Pancasila tak pantas diadukan. Menurut Fadli, Rocky memang keliru karena mengatakan yang tak bisa diubah hanya bentuk negara, sementara Pancasila bisa diubah lewat amandemen.

Kekeliruan itu karena Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang memang diatur tidak bisa diubah lewat amandemen. Meski demikian, dia menilai kekeliruan ucapan Rocky itu tak bisa dianggap menghina Pancasila.

"Tapi, apa karena kekeliruan itu Rocky telah menghina Pancasila? Saya kira hanya mereka yang pikirannya sempit, atau baru 'puber Pancasila' saja yang mengira demikian. Mereka ini biasanya merasa dirinya paling Pancasilais dibandingkan warga negara yang lain. Bagi saya, orang-orang yang baru 'puber Pancasila' ini jauh lebih pantas dikhawatirkan ketimbang Rocky Gerung. Pancasila adalah alat pemersatu, bukan alat pemecah-belah," tutur Fadli.

Fadli menganggap orang-orang yang 'puber Pancasila' ini kerap menggunakan Pancasila sebagai senjata untuk menyerang kelompok yang berbeda pandangan. Menurutnya, hal tersebut merupakan sesuatu yang buruk bagi Pancasila itu sendiri.



Dia berharap semua perbedaan yang terjadi bisa diselesaikan lewat dialog bukan dengan jalur pidana. Fadli mengingatkan Pancasila adalah alat pemersatu bukan untuk menyerang pihak lain.

Kegelisahan Fadli soal Rocky ini muncul usai politikus PDIP Junimart Girsang mengaku sudah melaporkan ke pengurus DPP PDIP soal pernyataan Rocky Gerung yang menyebut Presiden Jokowi tak paham Pancasila. Junimart sedang menunggu hasil kajian dari DPP dan akan melaporkan Rocky Gerung.

"Saya sudah koordinasi-komunikasi dengan DPP dan DPP sedang mengkaji laporan yang saya sampaikan ke DPP. Segera saya laporkan (jika sudah ada hasil kajian). Saya sudah siapkan berkasnya, dan saya sudah bikin resume untuk itu," kata Junimart di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (4/12).

Menurut Junimart, sudah ada kelompok masyarakat yang berniat melaporkan Rocky Gerung. Junimart menyatakan kesediaannya menjadi saksi.

Adapun pernyataan soal Jokowi yang tak paham Pancasila itu disampaikan Rocky dalam tayangan ILC di TV One. Rocky mulanya mengatakan bahwa Pancasila gagal sebagai ideologi.



Rocky kemudian mengatakan bahwa tidak ada orang yang Pancasilais di Indonesia, termasuk Presiden Jokowi. Dia menilai Jokowi hanya hafal Pancasila, namun tak memahaminya.

"Saya tidak Pancasilais, siapa yang berhak menghukum atau mengevaluasi saya? Harus orang yang Pancasilais, lalu siapa? Tidak ada tuh. Jadi sekali lagi, polisi Pancasila, presiden juga tak mengerti Pancasila. Dia hafal tapi dia nggak ngerti. Kalau dia paham dia nggak berutang, dia nggak naikin BPJS," ucap Rocky.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads